Tampilkan postingan dengan label 1. Bubarkan DPD 2. atau diberi kewenangan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label 1. Bubarkan DPD 2. atau diberi kewenangan. Tampilkan semua postingan

Kamis, 03 Juli 2008

Bubarkan DPD Atau Diperkuat Diberi Kewenangan


Oleh Warsito, SH M.Kn.
Dosen Universitas Satyagama Jakarta
Alumni Program Pasca Sarjana
Magister Kenotariatan UI




       Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dalam sistem ketatanegaraan tidak diberi kewenangan sama sekali oleh konstitusi. Jelasnya lembaga ini kewenangannya Dikurung oleh konstitusi. Sedangkan kegiatan anggota Dewan dan Sekretariat Jenderalnya menghabiskan ratusan milyar uang rakyat, produknya tidak berbanding lurus dengan biaya yang dikeluarkan untuk manfaat kepentingan rakyat.
Untuk apa melahirkan lembaga Negara hanya diberi tugas untuk memberikan pertimbangan dan pendapat kepada DPR, praktis tidak memiliki kewenangan apapun. Usulan amendemen UUD 1945 pernah digagas oleh DPD untuk memperkuat posisi kelembagaannya tetapi digagalkan oleh DPR yang juga merangkap anggota MPR. Untuk kepentingan DPD di 2009, kini DPD mengajukan uji materi (judicial review) terkait point undang-undang pemilu yang membolehkan partai politik menjadi calon anggota DPD.

      Masalahnya sederhana, DPD menganggap DPR menyerobot kavling DPD. Bukankah yang membuat undang-undang itu adalah DPR dan presiden?. Wajar jika DPR membuat aturan yang menguntungkan diri sendiri menuju 2009. Pada pemilihan umum tahun 2004, anggota DPR yang ingin mencalonkan anggota DPD diberikan jeda waktu tidak menjadi pengurus partai politik sekurang-kurangnya 4 (empat) tahun yang dihitung sampai dengan tanggal pengajuan calon (Pasal 63 UU. No. 12/2003). Selain itu, calon anggota DPD harus memenuhi syarat: a. berdomisili di provinsi yang bersangkutan sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun secara berturut-turut yang dihitung sampai dengan tanggal pengajuan calon atau pernah berdomisili selama 10 (sepuluh) tahun sejak berusia 17 (tujuh belas) tahun di provinsi yang bersangkutan. Pada undang-undang pemilu 2009 bagi anggota DPR yang ingin mencalonkan menjadi anggota DPD cukup mengajukan berhenti dari kepengurusan partai politik, dan dihilangkannya syarat domisili calon anggota DPD. Ketentuan undang-undang pemilu itu, dipandang memberikan kelonggaran anggota DPR mencalonkan anggota DPD. Meradanglah DPD. Benarkah hak konstitusional DPD itu dirugikan UU pemilu?. Memalukan!. Sebab konflik itu, ternyata hanya untuk kepentingan anggota DPD dan DPR. Substansi yang diributkan sama sekali tidak menyentuh kepentingan rakyat, bangsa dan negara. Untuk apa sesungguhnya lembaga DPD ini?. Inikah makna reformasi?. Oleh karena itu wajar, jika masyarakat acuh kepada DPD yang sekarang sedang mengajukan judicial review UU pemilu terhadap UUD 1945 kepada Mahkamah Konstitusi.


Legal Standing
      Kemungkinan besar judicial review undang-undang pemilu yang diajukan DPD akan ditolak oleh Mahkamah Konstitusi meskipun berjejer seribu pengacara membela DPD. Apabila kita perhatikan dengan sungguh-sungguh, tidak ada hak konstitusional DPD yang dirugikan terkait pencalonan anggota DPD dari unsur partai politik.  Hal lain, yang perlu diperhatikan oleh DPD, apakah uji materi ini legal standingnya terpenuhi atau tidak. Sekali lagi, tidak ada hak konstitusional DPD yang dirugikan.


Perhitungan Politis DPD akan Keok

      Sembilan hakim konstitusi terdiri dari tiga unsur legislatif, tiga unsur judikatif dan tiga unsur pemerintah. Materi yang akan di judicial reviewkan dalam bentuk undang-undang, sedangkan yang membuat undang-undang itu adalah DPR bersama presiden yang memiliki ‘utusan’ di Mahkamah Konstitusi. Kalkulasi secara politik hukum, judicial review ini akan dimentahkan oleh Mahkamah Konstitusi dengan mempertimbangkan politik hukum tersebut. Bagaimanapun juga hubungan psikologis antara Hakim Mahkamah Konstitusi dengan DPR itu ada. Ingatlah mekanisme tentang rekruitmen hakim Mahkamah Konstitusi. Sebaliknya Mahkamah Konstitusi tidak memiliki hubungan psikologis dengan DPD. Dengan mempertanyakan legal standing, dan berhitung seberapa besar politik hukum yang mempengaruhinya, maka, besar kemungkinan DPD akan menelan pil pahit, judicial reviewnya ditolak Mahkamah Konstitusi.
Bubarkan DPD
     Lebih baik lembaga DPD yang tidak bermanfaat ini dibubarkan saja. Semakin cepat membubarkan DPD semakin baik. Hal lain, anggaran negara menjadi efisien. Berapa ratus milyar uang rakyat yang dihabiskan untuk operasional DPD dan Sekretariat Jenderalnya, sedangkan produk DPD tidak berarti (meaningless). Untuk apa kita berlama-lama memelihara lembaga yang mubadzir ini. jika ingin disebut juga lembaga legislatif tetapi tidak ikut membuat undang-undang (regelling).

HUKUM, KETATANEGARAAN DAN KONSTITUSI

ALUN-ALUN PATI YANG BERSIH DAN INDAH YANG MEMILIKI TAGLINE KOTA BUMI MINA TANI

                                                         Alun-Alun, Pati, Jawa-Tengah   Pati Jawa-Tengah kini terus berbenah untuk mewujudka...

Pak Jokowi, Kami Dosen Belum Menerima Tunjangan Covid-19