Senin, 28 Desember 2020

MARI BELAJAR HUKUM YANG BAIK DARI AMIEN RAIS

 

Oleh WARSITO, SH., M.Kn.

 Dosen Fakultas Hukum Universitas Jayabaya, Jakarta

Dosen Fakultas Hukum Universitas Satyagama, Jakarta

Alumni Magister Kenotariatan UI

Juara I Test Analis Undang-Undang DPR RI Tahun 2016  

Juara I Lomba Pidato MPR-DPR Tahun 2003

 

 

Amien Rais sebagai lokomotif reformasi tahun 1998, disebut juga bapak reformasi Indonesia klimaksnya “Soeharto memakzulkan dirinya sendiri sebagai Presiden Republik Indonesia”. Amien Rais  pernah dipuji oleh Mendiang Prof. Dr. Satjipto Rahardjo, meski latar belakang Amien Rais bukanlah sebagai seorang sarjana hukum, tetapi beliau mengajari kepada kita semua untuk belajar hukum yang baik. Mendiang Prof Emiritus Satjipto Rahardjo dalam menulis artikel-artikel tentang hukum senantiasa  dibaca enak, renyah dan menarik perhatian publik dalam memahami pengertian hukum secara komprehensif dan progresif.

 

Baca Juga: HUKUM BUKANLAH SEPERTI RINSO YANG BISA MENCUCI SENDIRI

BELAJAR HUKUM YANG BAIK DARI BAPAK REFORMASI

Belajar hukum yang baik itu pernah dicontohkan oleh seorang anak bangsa yang bernama Amien Rais, saya kutip artikel dari mendiang Prof. Satjipto Rahardjo berjudul: “Amien Rais Untuk Pembelajaran Hukum” (Kompas, 23 Mei 2007), mengingatkan kepada kita semua, bahwa, hukum itu bukanlah seperti rinso yang bisa mencuci sendiri melainkan perlu dimobilisasi dari seluruh komponen bangsa. Di tengah-tengah keributan tentang apa yang dinamakan dengan aliran dana dari Departemen Perikanan dan Kelautan kepada sejumlah pihak, Prof Amien Rais secara terbuka mengaku bahwa dirinya termasuk yang menerima aliran dana nonbudgeter tersebut (Kompas, 16 Mei 2007). Menurut Prof. Satjipto Rahardjo, disini, pengetahuan kita semua diperkaya, bahwa mobilisasi hukum ini tidak dilakukan oleh polisi atau jaksa, dapat saya tambahkan tidak dilakukan oleh hakim dan KPK melainkan dari adresat seorang anak bangsa yang bernama Amien Rais. Gerry Spence, advokat senior Amerika Serikat, memberikan wejangan masih dalam artikel Satjipto Rahardjo mengatakan, sebelum menjadi ahli hukum profesional, jadilah manusia yang berbudi pekerti luhur (evolved person) lebih dulu. Kalau tidak, para ahli hukum hanya akan lebih menjadi monster daripada malaikat penolong orang susah.

Artikel yang saya tulis secara singkat di Blog Hukum ini membahas betapa langkanya orang jujur dan berintegritas di negeri ini, yang ada justru jika terindikasi melakukan perbuatan korupsi malah mungkir, padahal kalau mengakui sebenarnya lebih baik, tinggal introspeksi diri dan bertaubat kepada Allah SWT. Lagi pula jika jujur mengakui telah melakukan perbuatan korupsi tentu ada pertimbangan dari hakim untuk meringankan hukumannya, karena tidak menyulitkan proses penyelidikan dan penyidikan.

 

Hukum ditangan orang-orang yang memiliki budi pekerti mulia, maka hukum akan menjadi baik meski tidak sempurna isi undang-undang. Sebaliknya, hukum ditangan orang-orang yang memiliki perilaku yang buruk akan menjadi malapetaka meski aturan perundang-undangan sudah lengkap.

          Begitu indahnya artikel Prof. Tjip (sapaan Prof. Satjipto Rahardjo), bahwa Prof Amien Rais tanpa sadar telah mengajarkan kepada kita semua bahwa negara hukum itu akan menjadi bangunan yang berkualitas manakala manusia-manusia di dalamnya berbudi pekerti luhur. Biarlah, kalau memang menurut hukum saya harus dipenjara, saya biar dipenjara, begitu kata profesor kita.

Siapa lagi anak bangsa yang ketika terindikasi korupsi bisa mensuritauladani bapak Reformasi tersebut?.



 

Sabtu, 26 Desember 2020

HUKUM BUKANLAH SEPERTI RINSO YANG BISA MENCUCI SENDIRI

 

Oleh WARSITO, SH., M.Kn.

 Dosen Fakultas Hukum Universitas Jayabaya, Jakarta

Dosen Fakultas Hukum Universitas Satyagama, Jakarta

Alumni Magister Kenotariatan UI

Juara I Test Analis Undang-Undang DPR RI Tahun 2016  

Juara I Lomba Pidato MPR-DPR Tahun 2003

 

Supremasi hukum (penegakan hukum) di suatu negara ukurannya dapat dilihat dari seberapa besar teori Lawrance Friedman diterapkan, menurut ahli hukum tersebut ada tiga (3) Indikator aspek penegakan hukum di suatu negara: pertama, Structure law (struktur hukum), artinya, apakah para penyelenggara negara dari mulai eksekutif, legislatif dan yudikatif  sudah taat hukum sebelum memerintahkan rakyatnya untuk mematuhi HUKUM?. Kedua, subtancy law (substansi hukum), apakah isi undang-undang tersebut sudah memenuhi syarat pembentukan perundang-undangan yang baik yang didalamnya terdapat asas keadilan, persamaan didepan hukum, persatuan, dan keterbukaan?. Yang ketiga, culture law (budaya hukum) apakah masyarakatnya sudah mematuhi hukum?.  Jika para penyelenggara negara saja tidak mematuhi hukum yang berlaku yang nota bene membuat aturan sendiri, jangan diharap masyarakat akan taat dan tunduk kepada hukum.

 

HUKUM BUKANLAH SEPERTI RINSO YANG BISA MENCUCI SENDIRI

Meminjam istilah Prof. Dr. Satjipto Raharjo (almr) hukum itu bukanlah seperti rinso yang bisa mencuci sendiri tetapi perlu dimobilisasi atau digerakkan oleh manusia berupa etika moral, jika etika moralnya baik maka hukum itu akan dapat mencapai tujuan yang diharapkan.

Sejalan dengan Spencer ahli hukum dari Amerika Serikat pernah mengatakan bahwa sebelum kita menjadi ahli hukum yang baik, maka terlebih dahulu jadilah pribadi-pribadi yang memiliki budi pekeri yang luhur. Apa yang disampaikan oleh Spencer ini tepat sekali dalam situasi negara-bangsa sekarang sedang banyak menyisakan berbagai macam persoalan Kebangsaan yang harus diselesaikan dengan mengedepankan dialog secara humanis. Kita semua perlu merenung sejenak ucapan Spencer tersebut sekalipun undang-undang itu lengkap jika etika moralnya terdegradasi, maka sudah dipastikan hukum itu tidak ada artinya apa-apa. Sebaliknya, sekalipun UU tidak lengkap pengaturannya, jika anak-anak bangsa memiliki budi pekerti yang luhur, maka hukum akan dapat berjalan sebagaimana mestinya sesuai tujuan pembentukan hukum untuk menegakkan kebenaran dan keadilan.

 

Semua Harus Taat Hukum

Para penegak hukum seperti KPK, Hakim, Kepolisian, Kejaksaan dan Advokat, semua harus taat hukum menjadi garda terdepan untuk menjalankan hukum dengan baik, benar dan adil, sebab rakyat pasti akan melihat contoh penegakan hukum terlebih dahulu dari atasnya. KPK sebagai lembaga yang ditugaskan untuk memberantas korupsi di negeri ini sudah seharusnya bekerja sesuai yang diperintahkan oleh UU dalam melakukan penindakan korupsi tidak boleh tebang pilih, harus ada  perlakuan yang sama dihadapan hukum.Siapa pun yang terbukti terlibat korupsi, KPK harus berani untuk memprosenya tanpa memandang siapa dia, itu baru kita berhukum dengan cara yang baik dan benar sesuai  kontruksi UUD 1945 bahwa negara Indonesia adalah negara hukum.

 

DUNIA GEGER ANAK PAK LURAH

Satu demi satu berita ramai persoalan tentang hukum belum terselesaikan, kini berganti lagi dihebohkan berita dahsyat dari Majalah Tempo dengan menurunkan sebuah artikel yang berpotensi menaikkan suhu politik. Artikel berjudul “Otak-Atik Paket Bansos dan Jatah untuk Pejabat Negara”  itu diduga menyinggung peranan putra Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka, dalam proyek bantuan sosial Covid-19 yang telah “memakan” korban politisi PDI Perjuangan Juliari Batubara. Untuk pengadaan goodie bag diserahkan ke Sritex atas rekomendasi dari Gibran. Itu jatah anak Pak Lurah, kata sumber Tempo di Kemensos, kata Andi Arief menceritakan kembali isi laporan itu. https://politik.rmol.id/read/2020/12/20/466714/pengadaan-goodie-bag-bansos-disebut-atas-rekomendasi-anak-pak-lurah-andi-arief-benarkah-itu-gibran.

 

BANTAHAN GIBRAN

Gibran pun tak tinggal diam. Ia membantah keterlibatannya dalam penunjukan PT Sritex sebagai vendor penyedia tas kain untuk menyalurkan Bansos. “Tidak pernah seperti itu, itu berita yang tidak benar,” kata Gibran yang ditemui seusai memberikan bantuan gizi di Banyuagung, Kadipiro, Solo, Senin (21/12/2020). (https://nasional.kompas.com/read/2020/12/23/05270081/bantahan-gibran-soal-kabar-terlibat-penunjukan-vendor-tas-kain-bansos?page=all)

Indonesia Negara Hukum

Masalah “anak pak Lurah”, Negara Indonesia  ini adalah negara hukum Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 didepan hukum segala warga negara bersamaan kedudukannya wajib menjunjung tinggi hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya (equality before of the law). Sebagai orang yang belajar hukum dan orang yang beragama, menurut saya persoalan anak pak lurah ini harus ditangani dan dibuktikan secara hukum oleh aparat penegak hukum apakah terlibat atau tidak anak pak lurah tersebut  mengenai skandal korupsi Bansos. Hukum harus bekerja sesuai dengan fungsinya untuk mencari kebenaran dan keadilan agar masyarakat percaya bahwa negara Indonesia ini benar-benar negara hukum. Jika “anak pak lurah” memang terbukti bersalah, harus diproses sesuai hukum yang berlaku tak peduli anak siapa dia, dihadapan hukum kita semua sama. Namun, jika ternyata anak pak lurah tidak terbukti terlibat Bansos, namanya harus direhabilitasi, dan Majalah Tempo harus segera meminta maaf, oleh karena itu kita jangan menghakimi ikut-ikutan menyalahkan, sebelum ada putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, disamping fitnah dan dosa besar secara etika wawasan kebangsaan juga tidak baik. Oleh karena itu, sebelum ada proses hukum saya tidak mau berprasangka negatif terlebih dahulu, Gibran telah memberikan hak bantahannya begitu juga pihak Sritek telah menyampaikan keterangannya, bahwa order tas Bansos itu tidak ada rekomendasi dari siapa pun. Sekarang tinggal menunggu kerja KPK untuk membuktikan aliran dana Bansos itu mengalir kemana saja. Dan KPK sebagai lembaga independent jangan gentar untuk mengusut semua yang terlibat kasus Bansos, yang benar katakan benar yang salah katakan salah. Begitulah dalam hukum positip dan ajaran agama yang saya ketahui, bahwa kita tidak boleh su‘udzon (berprasangka buruk) terlebih dahulu.

 

Perintah Untuk Berbuat Adil dan Berbuat Kebajikan

"Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran, dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran. (QS. An-Nahl:90).

 

Di lain ayat tentang perintah menegakkan Kebenaran dan Berlaku Adil Allah SWT berfirman:

"Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan." (QS. Al-Maidah: 8)

Agama Islam mengajarkan  untuk menegakkan keadilan, Rasulullah SAW sendiri pernah mengatakan sekalipun Fatimah Binti Muhammad anaknya sendiri yang mencuri akan dipotong tangannya.

Majalah tempo, yang meliput jurnalistik dalam menyiarkan berita tentu tidak sembarangan, bebas tetapi bebas yang bertanggungjawab bekerjanya pers dilindungi oleh undang-undang No. 40 tahun 1999 tentang Pers yang bersifat lex spesialis dan memegang teguh kode etik jurnalistik. Fungsi Pers antara lain sebagai Kontrol sosial tidak boleh mencampuradukkan antara opini dengan fakta. Pers diharapkan benar-benar bisa menjalankan fungsinya, liputan jurnalistik Majalah Tempo bisa saja salah bisa juga benar adanya, tugas KPK-lah untuk menjawabnya. Sekarang tinggal KPK yang diuji ketajiannya untuk membuktikan benar atau tidaknya anak  pak Lurah yang diduga terlibat BANSOS tersebut,  caranya dengan memanggil pihak-pihak yang disebutkan oleh majalah tempo untuk dilakukan penyelidikan, jika ternyata “anak pak lurah” terlibat Bansos, maka wajib hukumnya untuk diproses sesuai hukum yang berlaku. Tetapi jika ternyata tidak ditemukan anak pak lurah terlibat BANSOS, maka nama baiknya harus segera direhabilitasi dan Majalah Tempo wajib hukumnya meminta maaf. Untuk sementara, jika belum ada penyelidikan dan penyidikan oleh KPK dan belum memiliki putusan hakim yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap, lebih baik kita semua jangan menghakimi orang bersalah terlebih dulu, masih ada praduga tak bersalah (Presumtion of Innocense) kita semua perlu menunggu kerja KPK untuk menentukannya.

 

Rabu, 23 Desember 2020

GEGER ANAK PAK LURAH

 

Oleh WARSITO, SH., M.Kn.

 Dosen Fakultas Hukum Universitas Jayabaya, Jakarta

Dosen Fakultas Hukum Universitas Satyagama, Jakarta

Alumni Magister Kenotariatan UI

Juara I Test Analis Undang-Undang DPR RI Tahun 2016  

Juara I Lomba Pidato MPR-DPR Tahun 2003

 

Berita heboh datang silih berganti di negeri ini, kasus dua menteri aktif baru saja dicokok KPK saja belum selesai persidangannya, yaitu, Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo, (https://bisnis.tempo.co/read/1408576/menteri-kkp-edhy-prabowo-ditangkap-kpk-bu-susi-jadi-trending-topic-di-twitter/full&view=ok) serta Menteri Sosial Juliari Batubara (https://seleb.tempo.co/read/1412096/menteri-sosial-ditangkap-kpk-netizen-ramai-ramai-nonton-podcast-deddy-corbuzier) sudah beralih berita ditembaknya mati 6 Laskar FPI oleh Polisi, menurut keterangan Polisi FPI melakukan penyerangan terlebih dahulu kepada petugas dengan membawa senjata api dan golok, sementara menurut versi FPI, tidak membawa celurit apalagi senjata api, karena didalam kartu keanggotaan FPI dilarang untuk membawa senjata tajam apalagi senjata api. Manakah yang benar?. Karena pelaku penembakan adalah kepolisian sebagai alat negara yang dianggap sebagai pelanggaran HAM berat maka penyelidikannya supaya fair dan adil harus ditangani oleh Komnas HAM atau Tim Pencari Fakta secara independent agar kebenaran dan keadilan bisa terkuak, apakah benar menurut keterangan polisi bahwa FPI yang melakukan penyerangan terlebih dahulu, sehingga polisi perlu membela diri dengan menembak mati, ataukah yang benar versi FPI, bahwa laskar FPI tidak membawa senjata api dan polisi lah yang melakukan penembakan kepada laskar FPI. Kita semua tentu cinta kepada alat-alat negara, baik itu TNI atau Kepolisian RI agar bekerjanya sesuai fungsinya masing-masing yang telah ditetapkan oleh UUD 1945, kepolisian bertugas untuk melindungi, mengayomi, melayani masyarakat serta menegakkan keadilan. Begitu pula TNI  bertugas untuk mempertahankan, melindungi, dan memelihara keutuhan dan kedaulatan wilayah  Negara Kesatuan Republik Indonesia (Pasal 30 UUD 1945). Setiap individu atau institusi yang mekanisme kerjanya digerakkan oleh manusia biasa, secara filosofis bisa saja melakukan kesalahan, baik itu kesalahan yang di skenario maupun yang tidak di sengaja. Andai saja hasil temuan Komnas HAM polisi dinyatakan bersalah melakukan penembakan secara brutal terhadap 6 Laskar FPI, maka pelakunya harus diajukan ke Pengadilan HAM dengan dihukum seberat-beratnya, termasuk didalamnya pelaku intelektualnya, karena telah menghilangkan nyawa orang dengan mudah tidak melalui prosedur atau SOP yang telah ditetapkan. Jika pada akhirnya institusi kepolisian terbukti salah, masih ada kesempatan untuk introspeksi dan berbenah diri agar ke depan menjadi lebih baik lagi guna mendapatkan kepercayaan dan kebanggaan serta legitimasi dari masyarakat.

Kasus berganti kasus tumpuk undung silih berganti berita  saya kutip dari SINDONEWS.Com (https://nasional.sindonews.com/read/266024/13/refly-harun-pasal-160-kuhp-tidak-bisa-dikenakan-kepada-habib-rizieq-1607782355) selang beberapa hari masyarakat dialihkan pemberitaan ditersangkakan dan ditahannya Muhammad Rizieq Shihab oleh Polisi Polda Metro Jaya, dengan menjerat Habib Rizieq Shihab, tersangka kasus kerumunan di Petamburan, dengan dua pasal yaitu Pasal 160 KUHP tentang Penghasutan dan Pasal 216 KUHP. Ancaman hukumannya enam tahun penjara. Masih berita yang saya lansir dari SINDONEWS. Com tersebut, Ahli hukum tata negara Refly Harun mengkritik langkah polisi yang menjerat Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Shihab dengan Pasal 160 KUHP tentang penghasutan. Refly menegaskan, Habib Rizieq tidak bisa dikenakan pasal tersebut. Menurut Refly "Karena menggunakan Pasal 93 (UU Karantina Kesehatan) kurang gagah, kurang greng, kurang bisa dijadikan alat legitimasi untuk menangkap dan menahan misalnya, maka digunakanlah Pasal 160 yang menurut saya ya harusnya tidak bisa dikenakan kepada Habib Rizieq," kata Refly dikutip SINDOnews, Sabtu (12/12/2020), dari video berjudul 'PASAL YANG DITERAPKAN KE HRS MAKSA!!' yang tayang di Channel YouTube Refly Harun.

 

GEGER ANAK PAK LURAH

Berita heboh datang silih berganti, persoalan hukum satu demi satu belum terselesaikan, kini berganti lagi masyarakat dihebohkan berita dahsyat dari Majalah Tempo dengan menurunkan sebuah artikel yang berpotensi menaikkan suhu politik. Artikel berjudul “Otak-Atik Paket Bansos dan Jatah untuk Pejabat Negara itu diduga menyinggung peranan putra Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka, dalam proyek bantuan sosial Covid-19 yang telah “memakan” korban politisi PDI Perjuangan Juliari Batubara. Untuk pengadaan goodie bag diserahkan ke Sritex atas rekomendasi dari Gibran. Itu jatah anak Pak Lurah, kata sumber Tempo di Kemensos, kata Andi Arief menceritakan kembali isi laporan itu. https://politik.rmol.id/read/2020/12/20/466714/pengadaan-goodie-bag-bansos-disebut-atas-rekomendasi-anak-pak-lurah-andi-arief-benarkah-itu-gibran.

 

BANTAHAN GIBRAN

Gibran pun tak tinggal diam. Ia membantah keterlibatannya dalam penunjukan PT Sritex sebagai vendor penyedia tas kain untuk menyalurkan Bansos. “Tidak pernah seperti itu, itu berita yang tidak benar,” kata Gibran yang ditemui seusai memberikan bantuan gizi di Banyuagung, Kadipiro, Solo, Senin (21/12/2020). (https://nasional.kompas.com/read/2020/12/23/05270081/bantahan-gibran-soal-kabar-terlibat-penunjukan-vendor-tas-kain-bansos?page=all)

Indonesia Negara Hukum

Saya cekak aos saja dalam mengomentari masalah “anak pak Lurah ini”, sebab kontruksi negara Indonesia adalah sudah jelas sebagai negara hukum Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 didepan hukum segala warga negara bersamaan kedudukannya didalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung tinggi hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya (equality before of the law). Persoalan “anak pak lurah", karena saya sendiri tidak mengetahuinya secara persis kasusnya, sebagai orang yang belajar hukum dan orang yang beragama, saya memandang persoalan ini harus benar-benar ditangani dan dibuktikan secara hukum oleh aparat penegak hukum mengenai kebenarannya, apakah “anak pak Lurah”, tersebut benar-benar terlibat atau tidak skandal korupsi Bansos. Hukum harus bekerja sesuai dengan fungsinya untuk mencari kebenaran dan keadilan agar masyarakat benar-benar percaya bahwa negara Indonesia ini benar-benar negara hukum. Jika “anak pak lurah” memang terbukti bersalah harus diproses sesuai hukum yang berlaku tak peduli anak siapa dia, dihadapan hukum kita semua sama. Namun, jika ternyata anak pak lurah tidak terbukti bersalah, namanya harus direhabilitasi, oleh karena itu kita jangan ikut-ikutan menghakimi menyalahkan, sebelum ada putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, disamping fitnah dan dosa besar secara etika dan wawasan kebangsaan juga tidak baik. Oleh karena itu, sebelum ada proses hukum saya tidak mau berprasangka negatif terlebih dahulu, Gibran telah memberikan hak bantahannya begitu juga pihak Sritek telah menyampaikan keterangannya, bahwa order tas Bansos itu tidak ada rekomendasi dari siapa pun. Sekarang tinggal menunggu kerja KPK untuk membuktikan aliran dana Bansos itu mengalir kemana saja. Dan KPK sebagai lembaga independent jangan gentar untuk mengusut semua yang terlibat kasus Bansos, yang benar katakan benar yang salah katakan salah. Begitulah dalam hukum positip dan ajaran agama yang saya ketahui, bahwa kita tidak boleh su‘udzon (berprasangka buruk) terlebih dahulu.

 

Perintah Untuk Berbuat Adil dan Berbuat Kebajikan

"Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran, dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran. (QS. An-Nahl:90).

 

Di lain ayat tentang perintah menegakkan Kebenaran dan Berlaku Adil Allah SWT berfirman:

"Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan." (QS. Al-Maidah: 8)

Agama Islam adalah agama yang mulia mengajarkan kita untuk menegakkan keadilan, Rasulullah SAW sendiri pernah mengatakan sekalipun Fatimah Binti Muhammad anaknya sendiri yang mencuri akan dipotong tangannya.

Majalah tempo, sebagai pers dalam menyiarkan berita tentu tidak sembarangan, karena pers di era reformasi ini  bebas tetapi bebas yang bertanggungjawab dan bekerjanya pers dilindungi oleh undang-undang No. 40 tahun 1999 tentang Pers dan kode etik jurnalistik. Fungsi Pers sebagai Kontrol sosial agar bisa benar-benar menjalankan fungsinya, tetapi informasi dari pers bisa salah bisa juga benar namanya manusia yang menulis. Nah sekarang tinggal KPK yang diuji ketajiannya untuk membuktikan benar atau tidaknya dengan memanggil pihak-pihak yang disebutkan oleh majalah tempo tersebut untuk melakukan penyelidikan, jika terbukti “anak pak lurah” terlibat Bansos, maka hukumnya wajib untuk diproses sesuai hukum yang berlaku. Tetapi jika ternyata  tidak terbukti bersalah, nama baiknya harus segera direhabilitasi. BEGITU SAJA KOK REPOT!.

 

HUKUM, KETATANEGARAAN DAN KONSTITUSI

ALUN-ALUN PATI YANG BERSIH DAN INDAH YANG MEMILIKI TAGLINE KOTA BUMI MINA TANI

                                                         Alun-Alun, Pati, Jawa-Tengah   Pati Jawa-Tengah kini terus berbenah untuk mewujudka...

Pak Jokowi, Kami Dosen Belum Menerima Tunjangan Covid-19