Tampilkan postingan dengan label Kesan dan Pesan Merantau Ke Jakarta dari Kampung Kayen Pati Jawa-Tengah Ngenger Kepada Orang. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Kesan dan Pesan Merantau Ke Jakarta dari Kampung Kayen Pati Jawa-Tengah Ngenger Kepada Orang. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 18 September 2021

Kesan dan Pesan Merantau Ke Jakarta dari Kampung Kayen Pati Jawa-Tengah Ngenger Kepada Orang

 

 

 

Pertama kali saya menginjakkan kaki ke Jakarta pada tahun 1984 selepas tamat SMP. Saya tamat SMP harus merantau ke Jakarta sebab bapak saya anaknya jumlahnya 9 orang tidak memungkinkan saya untuk bisa melanjutkan sekolah SMA. Maklum untuk makan sehari-hari saja orang tua saya sudah susah apalagi melanjutkan sekolah SMA. Sebenarnya se tamat SMP belum waktunya saya untuk mencari uang ke Jakarta tapi apa boleh buat karena keadaan yang mengharuskan saya untuk menyingsingkan baju merubah nasib. Pertama kali saya ke Jakarta ke lapangan tenis DPR RI jaga bola tenis yang dikenal dengan istilah ball boy pada waktu itu jaga bola lapangan tenis sehari dapat 2ribu saja senangnya sudah bukan main sampai-sampai pada waktu itu saya bisa beli kambing dan sawah sehaga 600ribu. Bapakku sudah bercerai dengan ibuku ketika saya masih kecil sejak duduk di bangku sekolah SD kelas 2, orang tuaku sudah bercerai sehingga ibuku merantau ke Jakarta ikut orang menjadi asisten rumah tangga di daerah Tebet Timur Dalam Jakarta-Selatan. Pada waktu saya menengokin ibu saya bos ibu saya kalau ketemu saya selalu bilang dan menanyakan saya pengin sekolah apa nggak? Saya jawab kepengin, pertanyaan terus dilontarkan oleh bos ibu saya ketika saya menjenguk ibu saya. Memang jujur pada waktu itu saya kalau lihat anak-anak sekolah hati saya rasanya ingin menangis pengin rasanya saya seperti mereka bisa sekolah, saya menyesali mengapa menderita belum waktunya mencari uang sudah kelabakan ke Jakarta.

 

Akhirnya Tawaran Bos Saya Untuk Sekolah SMA Saya Terima Dengan Senang hati

 

Saya pikir bos ibu saya ini berniat baik untuk menyekolahkan untuk bekal di kemudian hari, maka tawaran untuk sekolah ini tidak saya sia-siakan langsung saja saya mau menerimanya dengan konsekuensinya saya satu rumah dengan ibu saya menjadi asisten rumah tangga. Saya mau ikut orang ngenger karena saya ingin sekolah, maka apa pun penderitaan saya akan saya jalani meski ikut orang itu tidak enak dan sangat menderita sekali jam 4 pagi-pagi saya sudah harus bangun untuk mencuci pakaian belum kalau ada salah dikit kena semprot dan damprat bos. Pokoknya jangan sampai tujuh turunan saya mengalami ikut ngenger orang makan nasi orang itu rasanya nggak enak sungguh sangat menderita sekali biarlah saya sendiri yang merasakannya anak keturunan saya jangan sampai mengalaminya. Saya bersekolah di SMA malam Tri Utama di Duren Tiga Jakarta-Selatan meski sekolah malam hari tapi benar-benar disiplin tiap hari masuk sekolah. Pada waktu tahun 1984 biaya ongkos metro mini untuk anak-anak sekolah cuma 50rupiah pulang pergi 100rupiah dan belinya tiket di blok M. Anak saya biarlah tidak tahu penderitaan yang saya alami ini tapi minimal saya mengajari anak saya untuk tidak hidup cengeng dan bisa hidup sederhana karena kesuksesan itu ditentukan oleh keuletan dan kesungguhan oleh diri sendiri. Lebih sakitnya lagi kalau kita ngenger salah sedikit saja kita dimaki-maki oleh bos rasanya dunia ini mau kiamat saja sedih dan nangis rasanya pengin berteriak tetapi tidak bisa berteriak. Kalau posisi tidak sekolah sedang di maki-maki saya sudah pasti kabur akhirnya tahun 1987 saya bisa menamatkan sekolah SMA TRI UTAMA di Duren Tiga, Jakarta-Selatan rasanya senang sekali saya bisa tamat sekolah SMA ini. MERDEKA!. Selepas SMA saya mencoba peruntungan masuk Bintara Polri di Polda Metro Jaya tahun 1987 tetapi Allah SWT belum berkehendak saya gagal menjadi Polisi di Pantokhir padahal Parade, Kesehatan, Kesemaptaan Jasmani dan Psyhotes sudah lulus. Begitulah nasib saya ke Jakarta untuk merubah nasib yang harus menemui jalan berliku yang gagal jadi Bintara saya mencoba kejar mendaftar kembali di Polda Sumatera Utara karena abang saya ada yang jadi CPM disana siapa tahu daftar disana saya menemui keberuntungan ternyata Allah SWT belum berkehendak juga saya gagal lagi pantokhir, untuk kisah saya di Medan ini akan saya ceritakan tersendiri di blog yang lain. Memang kita yang dilahirkan dari orang yang tidak mampu itu sangat tidak enak dan sangat menderita, tetapi jika terus senantiasa berusaha niscaya Allah SWT pasti akan merubah nasib, siapa yang akan merubah nasib kita jika bukan kita sendiri yang akan merubahnya?. Intinya meskipun kita dilahirkan dari orang tidak punya kita jangan frustasi dan jangan putus asa teruslah berusaha niscaya keberhasilan akan menghampirinya.

Aamiin.

 

HUKUM, KETATANEGARAAN DAN KONSTITUSI

ALUN-ALUN PATI YANG BERSIH DAN INDAH YANG MEMILIKI TAGLINE KOTA BUMI MINA TANI

                                                         Alun-Alun, Pati, Jawa-Tengah   Pati Jawa-Tengah kini terus berbenah untuk mewujudka...

Pak Jokowi, Kami Dosen Belum Menerima Tunjangan Covid-19