Oleh:
Warsito, S.H., M.Kn.
-Mantan Tim Perumus Tata Naskah Dinas DPD
- Dosen Universitas Satyagama Jakarta
- PNS DPD Yang Berhenti Dengan Hormat
Siapakah orang yang belum pernah melihat lambang anggota MPR, DPR dan DPD?. Sengaja atau tidak, tentu kita sudah pernah melihatnya. Yaitu, logo bergambar burung garuda dilingkari padi dan kapas yang berseliweran dijalanan pada nomor plat mobil. Logo legislatif ini semestinya hanya diperuntukkan bagi anggota MPR, DPR dan DPD, namun dalam prakteknya, ada sebagian masyarakat yang bukan anggota legislatif latah mempergunakannya, tujuannya antara lain, agar selamat dari urusan kepolisian jika sewaktu-waktu terjadi pelanggaran lalu lintas.
Lambang anggota MPR, DPR dan DPD dengan menggunakan burung garuda di lingkari padi dan kapas selama ini salah kaprah digunakan di lingkungan legislatif. Penggunaannya bertentangan dengan PP. 43 tahun 1958 tentang penggunaan lambang negara. Pada penggunaan lambang negara dilarang menulis huruf atau gambar-gambar lainnya.
Burung garuda adalah lambang negara, sebagai simbol, kebanggaan, kebesaran, dan keagungan bangsa Indonesia . Agar selaras, maka penggunaannya sudah diatur di dalam PP. 43 Tahun 1958 Tentang Penggunaan Lambang Negara. Sejauh ini penggunaannya masih belum dipahami sepenuhnya oleh instansi dan kelembagaan negara. Belum dipahaminya penggunaan lambang negara oleh institusi dan kelembagaan negara berakibat penggunaannya melampaui batas kewenangannya (ultra vires). Tidak selaras dengan kedudukannya.
Marilah kita memerhatikan dan menyimak dengan sungguh-sungguh ketentuan Pasal 7 PP. 43 Tahun 1958 Tentang Penggunaan Lambang Negara.
(1) Cap jabatan dengan Lambang Negara didalamnya hanya dibolehkan untuk cap jabatan Presiden, Wakil Presiden, Menteri, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat, Ketua Konstituante, Ketua Dewan Nasional, Ketua Mahkamah Agung, Ketua Dewan Pengawas Keuangan, Kepala Daerah dari tingkat Bupati dan Notaris.
(2) Cap Dinas dengan Lambang Negara didalamnya dibolehkan untuk kantor-kantor pusat dari pejabat-pejabat tersebut dalam ayat 1.
(3) Lambang Negara dapat digunakan pada surat jabatan Presiden, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat, Ketua Konstituante, Ketua Dewan Nasional, Ketua Mahkamah Agung, Jaksa Agung, Ketua Dewan Pengawas Keuangan, Gubernur Kepala Daerah dan Kepala Daerah yang setingkat, Direktur Kabinet Presiden dan Notaris.
Dengan memerhatikan secara saksama penggunaan lambang negara tersebut, pertanyaan substansial dapat diajukan, apakah anggota MPR, DPR, dan DPD itu dibolehkan menggunakan cap jabatan dan surat jabatan dengan lambang negara?. Berdasarkan PP. 43 tahun 1958 tentang penggunaan lambang negara, anggota MPR yang terdiri dari unsur DPR dan DPD secara perorangan tidak diperkenankan menggunakan lambang negara. Yang diberi wewenang menggunakan surat jabatan dengan lambang negara di lingkungan legislatif hanyalah ketua-ketua kelembagaannya saja. Dalam hal ketua kelembagaan berhalangan, maka penerima pendelegasian, boleh menggunakan surat jabatan dengan lambang negara dalam kedudukannya bertindak untuk dan atas nama ketua kelembagaan.
Sudah 50 Tahun PP tentang penggunaan lambang negara ini belum ditindaklanjuti oleh Dewan Perwakilan Rakyat atau DPR-RI bersama Presiden dalam bentuk undang-undang. Pembuatan undang-undang tentang penggunaan lambang negara merupakan perintah konstitusi yang bersifat imperatif (memaksa). Sebagaimana diamanatkan Pasal 36C Undang-Undang Dasar 1945 sebagai berikut:
“Ketentuan Lebih lanjut mengenai bendera, bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu kebangsaan itu diatur dengan undang-undang”.
Dalam Praktek, sering diketemukan penyimpangan, adanya instansi pemerintah dari eselon III sampai dengan eselon I menggunakan surat jabatan dengan Lambang Negara. Melihat serampangan penggunaan lambang negara oleh instansi dan kelembagaan negara ini sudah saatnya DPR bersama pemerintah membentuk undang-undang tentang penggunaan lambang negara. Dengan demikian, penggunaan lambang negara di instansi pemerintah maupun di kelembagaan negara lebih tertib, sehingga selaras dengan kedudukannya.
Pasal 229 jo Pasal 230 Tata Tertib DPR RI , menyatakan bahwa DPR memiliki lambang dan tanda anggota.
Lambang sebagaimana dimaksud dalam pasal tersebut terdiri atas garuda ditengah-tengah, padi dan kapas yang melingkari garuda, serta pita dengan huruf DPR-RI, yang berbentuk bulat dengan batasan:
a. sebelah kanan: kapas sejumlah 17 (tujuh belas) buah;
b. sebelah kiri: padi sejumlah 45 (empat puluh lima ) buah; dan
c. sebelah bawah: tangkai padi dan kapas yang diikat dengan pita dan diatasnya ada pita lain yang bertuliskan DPR-RI.
DPR mungkin saja tidak sadar dalam membuat tata tertib yang mengatur lambang anggota DPR-RI bergambar burung garuda dengan lingkaran padi dan kapas. Peraturan tata tertib itu melanggar PP. 43 Tahun 1958 pasal 12 angka 2 sebagai berikut: Pada Lambang Negara dilarang menaruh huruf, kalimat, angka, gambar atau tanda-tanda lain”.
Logo perkumpulan yang memiliki kemiripan dengan penggunaan lambang negara itu dilarang oleh pasal 13 PP. 43 Tahun 1958: “Lambang untuk perseorangan, Perkumpulan, organisasi partikelir atau perusahaan tidak boleh sama atau pada pokoknya menyerupai Lambang Negara”.
Penulis menelusuri sejarah penggunaan lambang anggota DPR dan MPR guna melakukan penelitian materi tentang penggunaan lambang negara oleh: Presiden; wakil presiden; ketua-ketua lembaga negara; menteri; gubernur; bupati; walikota dan notaris. Penulis mendapatkan informasi dari sumber, hal ihwal lambang negara dilingkari padi dan kapas digunakan sebagai logo anggota MPR dan DPR. Konon MPR dan DPR pernah mengadakan sayembara logo untuk anggota MPR dan DPR, salah seorang pegawai Sekretariat Jenderal MPR memenangi sayembara tersebut. Peserta dengan hasil karya bergambar burung garuda dilingkari padi dan kapas diputuskan sebagai pemenang untuk lambang anggota MPR dan DPR. Bukankah gambar padi dan kapas itu sudah ada di tubuh burung garuda?. Mengapa burung garuda harus dikurung lagi dengan padi dan kapas?. Ironisnya, anggota DPR dan MPR menerima begitu saja bentuk lambang tersebut tanpa mengkaji dari aspek legalitasnya.
DPD Ikut Terjerumus
Lebih celakanya lagi, penggunaan lambang anggota MPR dan DPR yang salah kaprah dan melanggar aturan itu, dijiplak mentah-mentah oleh Dewan Perwakilan Daerah atau DPD diturunkan menjadi Tata Tertib. Sehingga lambang anggota MPR, DPR dan DPD tidak ada perbedaan. Perbedaan sedikit terletak hanya pada tangkainya, yaitu, pada tulisan DPR-RI untuk lambang anggota DPR-RI, dan tulisan MPR-RI untuk anggota MPR-RI, diganti oleh DPD-RI menjadi lambang anggota DPD-RI (Tata Tertib DPD-RI Pasal 184 jo Pasal 185). Jika DPR dengan MPR memiliki kemiripan lambang, hal itu masih bisa dimaklumi, mengingat kedudukan MPR pada waktu itu sebagai lembaga tertinggi negara sedangkan DPR sebagai lembaga tinggi Negara yang ketua kelembagaannya dijabat oleh satu orang (kini MPR dan DPR berkedudukan sebagai lembaga negara). Masing-masing memiliki ketua kelembagaan.
Bagaimana dengan posisi anggota DPD yang mempergunakan lambang burung garuda dilingkari padi dan kapas?. Sudah tepatkah?. Tidak!. Lambang itu tidak selaras dengan kelembagaan DPD. Mengapa?. Sebab DPD adalah lembaga negara wakil-wakil ikatan daerah yang berorientasi kedaerahan (regional base). Keberadaan DPD haruslah mencerminkan lambang yang berbeda dengan lembaga-lembaga negara lain, punya ciri khas dan warna tersendiri.
Dalam rangka mewujudkan pembangunan hukum, maka perlu diatur penggunaan lambang negara bersifat unifikasi (satu kesatuan) berlaku di lingkungan instansi pemerintah dan kelembagaan Negara. Dengan demikian, penggunaan lambang negara dapat lebih tertib dan selaras dengan kedudukannya.