Oleh Warsito, SH M.Kn.
- Dosen Universitas Satyagama Jakarta
- Alumnus Magister Kenotariatan UI
Gerakan reformasi membahana yang dipelopori oleh kaum mahasiswa yang didukung elemen masyarakat pada tahun 1998 kini tinggal nama saja. Tujuan semula memaksa Soeharto berhenti dari jabatan presiden, tidak lain agar kondisi secara umum kehidupan masyarakat, berbangsa dan negara akan semakin lebih baik.Namun teori reformasi itu tidak sejalan dengan kenyataan,justru reformasi yang didambakan, kini jauh panggang dari api.
Gelombang unjuk rasa besar-besaran, yang dimotori oleh kalangan mahasiswa, pemuda, dan berbagai komponen bangsa,klimaksnya secara heroik berhasil memaksa Soeharto berhenti dari jabatan presiden pada hari Kamis, tanggal 21 Mei 1998. Peristiwa heroik berhentinya Soeharto dari jabatan presiden terjadi ditengah krisis ekonomi dan moneter yang sangat memberatkan kehidupan masyarakat Indonesia menjadi awal pergerakan reformasi di tanah air. Tuntutan reformasi antara lain yakni: a. amendemen UUD 1945; b. penghapusan dwi fungsi ABRI; c. penegakan supremasi hukum, penghormatan hak asasi manusia (HAM), pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN); d. desentralisasi dan hubungan yang adil antara pusat dan daerah (otonomi daerah); e. mewujudkan kebebasan pers; dan f. mewujudkan kebebasan demokrasi.
Marilah memerhatikan dengan saksama, apakah sesungguhnya yang telah dihasilkan oleh reformasi ini?. Di bidang perekonomian,kebutuhan harga bahan pokok justru semakin meroket, sebagian besar rakyat sudah tidak berdaya lagi menjangkau harga-harga yang menggila ini. Bagaimana reformasi di Bidang Politik?. Reformasi di bidang politik konstitusi hanya menambah kesemrawutan sederet lembaga-lembaga negara dihadirkan,padahal sebenarnya keberadaannya itu tidak dibutuhkan.Contoh lembaga negara yang tidak dibutuhkan adalah, yakni, Dewan Perwakilan Daerah atau DPD yang hanya sekedar dijadikan accessoir (ikutan) dalam sistem ketatanegaraan belaka, sebab parlemen pokoknya adalah Dewan Perwakilan Rakyat atau DPR. Keberadaan DPD tidak lebih sekedar hanya memberikan pertimbangan dan pendapat kepada DPR tetapi tidak berimplikasi yuridis.Namanya sebuah pertimbangan kalau tidak dipakai pastilah dibuang ke tong sampah oleh DPR. Namun hasil reformasi konstitusi tidaklah semuanya jelek.Dari sisi manfaat,pasca amendemen konstitusi, ketatanegaraan kita menjadi lebih modern dan progressif, antara lain dapat menetapkan presiden dan wakil presiden dipilih oleh rakyat secara langsung melalui pemilihan umum.Sebelumnya presiden dan wakil presiden dipilih oleh MPR yang bukan mencerminkan kehendak mayoritas rakyat Indonesia. Selain itu, konstitusi kita berhasil membatasi kekuasaan kepala negara maksimal dua kali masa jabatan agar tidak terjadi penyalahgunaan kekuasaan (a buse of power). Celakanya lagi, reformasi di bidang politik itu tidak lebih baik dari pemerintahan orde baru sebelumnya. Indikatornya terlihat, ada kubu-kubuan KIH (Koalisi Indonesia Hebat) dan KMP (Koalisi Merah Putih) menjadi ajang keributan sesama DPR untuk berebut paket Pimpinan DPR juga Pimpinan MPR yang tidak ada hubungannya dengan kepentingan rakyat.
Penting bagi kita merefleksi makna reformasi yang dicetuskan pada tahun 1998 yang usianya kini hampir tujuhelas tahun,sejak Soeharto menyatakan berhenti dari jabatan presiden. Kontemplatif tersebut diperlukan, agar reformasi yang telah diperjuangkan dengan mahal oleh mahasiswa bersama komponen bangsa yang mengorbankan harta benda, tetesan darah bahkan nyawa, kembali memiliki arah yang jelas. Kini Soeharto telah pergi untuk selama-lamanya. Soeharto adalah presiden yang telah berjasa besar bagi bangsa dan negara kita Indonesia. Sebagai manusia biasa, tidak bisa dipungkiri, Soeharto tidak luput dari kesalahan-kesalahan yang diperbuatnya semasa memimpin negeri ini. Namun demikian, kekurangan-kekurangan Soeharto itu, tidak boleh dijadikan senjata untuk mendiskreditkan Soeharto. Kita perlu mikul duwur mendem jero kepada pemimpin kita. Falsafah jawa ini perlu kita pegang teguh, kita agungkan dan kita junjung tinggi, agar kita bisa menjadi bangsa yang berbudaya. Sebagai mahasiswa pada tahun 1998, penulis menyaksikan betapa hebat dan dahsyatnya gerakan reformasi yang begitu membahana di gedung MPR/DPR yang dipadati oleh lautan manusia.Salah satu tuntutan reformasi adalah meminta Soeharto berhenti dari jabatan presiden sesegera mungkin.Tetapi tidak dipikir apakah lengsernya Soeharto, keadaan negara akan semakin membaik ataukah justru sebaliknya. Atas desakan para mahasiswa dengan dibantu berbagai komponen bangsa, akhirnya pada hari Kamis tanggal 21 Mei 1998 tepat pukul 9.05 WIB, Soeharto menyatakan berhenti dari jabatan presiden. Mendengar pengunduran diri Soeharto dari jabatan presiden,seketika itu juga para mahasiswa melakukan sujud syukur,berpelukan dan menangis terharu,seraya mengumandangkan takbir, atas kemenangan perjuangan reformasi. Bahkan tidak sedikit dari mereka yang menceburkan diri ke kolam air mancur gedung MPR/DPR untuk meluapkan kegembiraannya. Reformasi Telah Mati
Pada 21 Mei 2015 mendatang, reformasi genap memasuki 17 tahun. Melihat keadaan reformasi yang tidak jelas seperti ini, saya sedih. Ternyata reformasi yang pernah menggetarkan dunia itu,tidak mendatangkan banyak kebaikan untuk rakyat. Reformasi macet,secara umum keadaan reformasi tidak lebih baik dari pemerintahan orde baru. Reformasi benar-benar telah mati. Yang lebih menyakitkan lagi, perilaku elite politik tidak mencerminkan perilaku kelembagaan negara yang memperjuangkan aspirasi rakyat.Tercermin banyaknya elite politik yang ditangkap KPK karena skandal kasus korupsi.Mereka tidak menyadari,bahwa keberadaannya di gedung MPR/DPR yang dilengkapi dengan berbagai fasilitas wah, pada hakekatnya mahasiswa lah yang mengantarkan mereka kesana sebelumnya para politikus rame-rame terserang flu berat tidak bersuara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Jika Sobat Ingin Belajar Hukum Yang Baik dan Benar Rajinlah membaca Blog Hukum dan Ketatanegaraan ini dan Tinggalkanlah Komentar Yang Baik.