Minggu, 26 September 2021

MPR Kewenangannya Sudah Direduksi Secara Signifikan Dalam Sistem Ketatanegaraan

 

Salah satu, yang menjadikan kelumpuhan MPR pasca amandemen UUD 1945, adalah MPR tidak berwenang lagi mengangkat Presiden dan/atau Wakil Presiden. Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden sudah diserahkan oleh rakyat secara langsung melalui pemilihan umum (Pasal 6A ayat {1} UUD 1945). Hilangnya kewenangan MPR untuk memilih dan mengangkat Presiden, inilah yang menyebabkan salah satu kedudukan MPR bukan sebagai lembaga tertinggi negara lagi. Secara periodik, MPR pasca amandemen UUD 1945, praktis hanya menjalankan tugas rutinitas lima tahunan sekali, yaitu, melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden. Tugas seremonial kenegaraan ini membutuhkan waktu tidak kurang tidak lebih hanya satu setengah jam saja.

        Selain itu, pasca amandemen UUD 1945, MPR tidak berwenang lagi mengeluarkan produk dalam bentuk pengaturan (regelling). MPR hanya dapat mengeluarkan ketetapan yang bersifat penetapan (beschikking), yaitu: a. menetapkan Wapres menjadi Presiden; b. memilih Wapres apabila terjadi kekosongan jabatan Wapres; c. memilih Presiden dan Wapres apabila Presiden dan Wapres mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya secara bersama-sama.

MPR ketika melakukan perubahan UUD 1945 sejak 1999-2002, tidak melakukan dengan cermat, teliti dan hati-hati, sehingga terdapat pasal-pasal UUD 1945 yang tidak konkordan. Salah satunya, MPR tidak konsisten dengan lima kesepakatan dasar yang dicapai oleh fraksi-fraksi MPR melalui Panitia Ad Hoc I yang membidangi amandemen. Salah satu kesepakatan dasar itu adalah “Penjelasan UUD 1945 yang memuat hal-hal yang bersifat normatif dimasukkan kedalam pasal-pasal”.

MPR sebelum melakukan perubahan UUD 1945 terlebih dahulu mencabut Ketetapan MPR No. IV/MPR/1983 tentang Referendum, karena dianggap tidak senafas dengan ketentuan Pasal 37 UUD 1945 tentang mekanisme perubahan UUD 1945. Pasal 2 Ketetapan MPR tentang Referendum tersebut menyatakan bahwa: “Apabila Majelis Permusyawaratan Rakyat berkehendak untuk merubah Undang-Undang Dasar 1945, terlebih dahulu harus meminta pendapat rakyat melalui referendum. Referendum tersebut justru mempermudah mekanisme perubahan konstitusi itu sendiri, sekaligus sebagai bentuk penyerapan aspirasi masyarakat. Perubahan UUD 1945 yang diserahkan sepenuhnya kepada MPR, menjadikan MPR tidak cermat ketika merubah UUD 1945, tercermin dengan sikap menyetujui usulan perubahan UUD, kemudian sesaat secara sepihak menarik dukungannya kembali. Ketetapan MPR tentang referendum tersebut sayangnya telah dicabut berdasarkan Ketetapan MPR No. I/MPR/2003 tentang Peninjauan Terhadap Materi dan Status Hukum Ketetapan MPRS dan Ketetapan MPR RI Tahun 1960 Sampai Dengan Tahun 2002. Jika Tap MPR tentang Referendum belum dicabut, hampir dipastikan rakyat akan memilih membubarkan DPD.

Sebenarnya, Ketetapan MPR tentang referendum tersebut tidak perlu dicabut, karena fungsinya sebagai supporting atau ruh daripada ketentuan Pasal 37 UUD 1945 tentang mekanisme perubahan UUD. Referendum tersebut dimaksudkan untuk mengetahui seberapa besar keinginan rakyat peduli terhadap konstitusinya sendiri. Dengan demikian, fungsi rakyat benar-benar diposisikan sebagai pemegang kedaulatan sepenuhnya, seperti tercermin dalam pemilihan Presiden dan/ atau Wakil Presiden secara langsung oleh rakyat. Mengapa perubahan konstitusi itu tidak menyertakan partisipasi rakyat?. Referendum tentunya tidak akan menghalangi atau menghilangkan essensi dari makna konstitusi sebagai staatfundamentalnorm (norma dasar) suatu negara. Lex superior derogat legi inferiori, Peraturan perundang-undangan yang lebih rendah, tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

 

Cara Atau Mekanisme Prosedur Perubahan UUD 1945 Secara Konstitusional

Mekanisme Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sudah diatur secara jelas dan tegas didalam konstitusi. Berdasarkan Pasal 37 UUD 1945 ayat (1) Usul perubahan Pasal-Pasal UUD dapat diagendakan dalam sidang MPR apabila diajukan oleh sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah 711 anggota MPR (DPR 575, DPD 136). Jadi 1/3 nya 711 anggota MPR adalah 237, sebagai syarat usulan perubahan konstitusi untuk diagendakan dalam sidang MPR.

Ayat (2) untuk mengubah Pasal-Pasal UUD 1945, kourum sidang MPR dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3, dari jumlah anggota MPR (711x2/3)= 474 anggota MPR. Apabila,  kourum sebagaimana dimaksud telah terpenuhi, maka sidang majelis dapat diteruskan dan dapat mengambil keputusan untuk merubah/tidaknya UUD 1945. Sebaliknya, apabila kourum kehadiran tidak terpenuhi, maka sidang majelis tidak dapat diteruskan, dengan sendirinya, sidang majelis tidak dapat mengambil keputusan. Disini, pentingnya kourum kehadiran 2/3 dari jumlah anggota majelis, agar sidang majelis dengan agenda perubahan UUD 1945 tetap dapat diteruskan.
            Ayat (3) apabila kourum telah terpenuhi, maka, untuk dapat mengubah UUD 1945, dibutuhkan persetujuan sekurang-kurangnya lima puluh persen ditambah satu anggota, dari seluruh anggota MPR (711:2+1) dibutuhkan 356.5 anggota MPR untuk amandemen konstitusi.

            Apabila ternyata dalam sidang majelis 50%+1 anggota MPR menyetujui usulan materi amandemen UUD 1945 untuk membubarkan DPD, maka tamatlah riwayat DPD. Jika sebaliknya, sidang majelis mengagendakan penguatan DPD, maka DPD menjadi lembaga negara strong bicameralism, sejajar dan kuat dengan DPR turut pengambilan keputusan bidang legislasi. Tetapi permasalahannya,  memperkuat DPD, akan berdampak kepada Pasal 5 Ayat (1) UUD 1945  yang menyatakan:’Presiden memegang kekuasaan membentuk undang-undang dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat, ini artinya, apabila amandemen tersebut disetujui, maka, presiden dalam membentuk undang-undang bukan hanya memerlukan persetujuan dari DPR, tetapi,  juga wajib memerlukan persetujuan dari DPD. Pertemuan antara DPR dengan DPD untuk membentuk undang-undang, tidak sadar telah membentuk cluster bernama MPR sebagai joint session (sidang gabungan antara DPR dengan DPD). Hal lain,  penguatan DPD akan mengacaukan Pasal 3 UUD 1945 mengenai tugas dan kewenangan MPR, yang bukan sebagai pembentuk undang-undang. Sedangkan kewenangan MPR itu, antara lain, menetapkan dan merubah UUD 1945.

 

 

Sabtu, 25 September 2021

Cara Hidup Berkah, Tenang dan Damai Hindari Utang Agar Tidak Terlilit Riba'

 


 

Ada adagium di kalangan masyarakat, jika tidak ngutang tidak bisa punya barang. Kredit rumah, kendaraan bermotor sudah menjadi gaya hidup sehari-hari. Mereka pikir kapan punya rumah, kapan punya mobil kalau harus ngumpulin sampai duit menggunung nggak bakalan ngumpul-ngumpul, begitulah pomeo kehidupan sehari-hari dan penulis pun pernah merasakan panasnya ngutang, baik utang rumah, dan mobil meski akhirnya kebayar juga tapi memang namanya utang agak ngos-ngosan untuk membayar apalagi kalau telat dikit pasti sudah dihubungi oleh pihak leasing dengan alasan mengingatkan.

 

Pengalaman Sering Hutang Hidup Tidak Berkah

Harus saya akui dengan jujur bahwa ketika saya sering ngutang memang hidup ini tidak tenang dan tidak berkah karena dikejar-kejar oleh utang meski memang pada kenyataannya kebayar juga tapi menjadikan hidup ini tidak sehat dan bisa menjadikan kita terserang tensi tinggi. Soal utang ini pola pikir, sudah saya rubah mulai tulisan ini saya buat saya berkeinginan untuk tidak mau hutang lagi karena disamping berat untuk membayar juga ada unsur ribanya yang dilarang oleh Allah SWT. Pada tahun 2006 saya punya kartu kredit mandiri sudah saya tutup, begitu juga cicilan kendaraan sudah lunas semua terkadang saya merenung coba kalau saya tidak ngutang saya sudah punya duit banyak, untuk membayar bunga saja sudah banyak belum kendaraan yang saya beli hasil kredit dari tahun ke tahun harganya pasti menyusut. Makanya sekarang saya berpikir kalau tidak punya duit mending tidak usah beli barang dengan cara kredit cara hidup ini sangat tidak sehat. Hidup gali lubang tutup lubang itu sangat tidak enak sekali hidup dikejar-kejar hutang tidak damai dan tidak nyaman. Maka sobat sekalian pola pikir hutang ini harus dirubah kecuali kita dalam kondisi darurat. Lebih baik kita hidup sederhana tetapi tidak memiliki hutang ketimbang kita kelihatannya wah punya kartu kredit berjejer tetapi dikejar-kejar hutang buat apa. Hidup harus disesuaikan dengan kemampuan yang ada jangan besar pasak daripada tiang itu sangat tidak baik. Jangan menuruti keinginan tapi kebutuhan kita sebab manusia itu tidak ada puasnya dalam memperoleh keinginan. Meski kita berjalan kaki tidak bermobil tetapi tidak berhutang sesungguhnya lebih mulia ketimbang orang yang bermobil mewah tetapi dikejar-kejar hutang. Itulah hakekatnya kehidupan jangan dilihat tampilannya tetapi lihatlah hakekat hidupnya. Saya bisa menulis begini karena jam terbang dalam kehidupan ini sudah makan asam garam jadi tahu mana yang baik dan tahu mana yang buruk harus ditinggalkan saya mendidik anak pun saya ajari untuk bisa hidup sederhana agar kelak orang tuanya sudah tidak ada mereka bisa hidup mandiri dan tidak terlantar. Jadi kita juga harus berpikir untuk anak-anak agar orang tua bisa menjadi contoh dalam praktek kehidupan ini. Namun meski kita harus hidup sederhana kita tidak boleh kikir alias pelit kepada orang yang membutuhkan. Kita harus bisa membantu sesama yang membutuhkan sesuai kemampuan kita, kita membantu orang lain percayalah kita juga pasti ditolong oleh Allah SWT dengan jalan yang tidak disangka-sangka darimana arah datangnya. Disini harus dibedakan antara hidup sederhana dengan pelit, hidup sederhana tidak harus pelit justru kita harus membantu orang lain, karena kita pernah merasakan bagaimana getirnya jika kita hidup dalam kekurangan.

Begitulah selayang pandang cara agar hidup ini berkah jangan kita memperbanyak hutang, tetapi hiduplah sederhana niscaya kehidupan kita damai dan sentausa karena hidup kita tidak terlilit oleh riba, jika kita menjauhi riba insya allah hidup kita akan damai dan Allah SWT akan ridho. Aamiin.

 

Rabu, 22 September 2021

Cara Pasti Agar Bisa Lulus Wawancara Untuk Menembus Dunia Kerja

 


 

Pagi pencari kerja baik swasta maupun menjadi PNS harus memperhatikan betul ketika akan mendapat panggilan untuk wawancara. Pasalnya, jika kita salah menjawab wawancara atau kita kurang memiliki sikap moral ketika wawancara dilakukan maka akan fatal akibatnya kita tidak akan diluluskan wawancara. Kita harus faham betul bahwa pewawancara itu terkadang suka-sukanya dia bertanya, namanya penguji apa saja bisa ditanyakan tentu terkait dengan bidang pekerjaan kita nanti. Bagi kita yang diwawancarai hal pertama yang harus diperhatikan, tunjukkan rasa sikap sopan dan hormat kepada pewawancara jangan justru kita arogan karena sepintar apa pun jika kita tidak memiliki etika dengan mudah alasan mereka untuk tidak meluluskan. Yang kedua, kuasai materi terkadang ada pewawancara yang masih menanyakan materi maka itu kita harus mempersiapkan diri dengan sebaik-baiknya untuk mempersiapkan materi tsb supaya kita bisa menjawab apa yang ditanyakan. Yang Ketiga, ciptakan suasana tenang jangan kita tegang dan panik buat suasana cair sebab jika kita tegang nanti tidak akan bisa menjawab pertanyaan dengan baik. Bersikaplah yang baik dalam menjawab pertanyaan, terkadang pewawancara sendiri nggak tahu atau bisa salah ketika bertanya maka diamkan saja jangan kita malah berdebat karena posisi kita berada dibawah.

 

Apa Saja Yang Ditanyakan Dalam Wawancara?.

Hal umum yang ditanyakan dalam wawancara biasanya seputar gaji kalau dulu saya tahun 1997  masuk PNS Sekretariat Jenderal MPR ditanya mengapa saudara mau jadi PNS kan gajinya kecil?. Pada waktu itu saya jawab ingin menjadi abdi negara, meski gaji kecil nggak apa-apa saya bangga menjadi PNS yang penting gajinya berkah dan dapat uang pensiun selama hidup itu jawaban saya secara diplomatis. Sebab memang benar gaji PNS pada waktu itu amat sangat kecil, meski begitu tidak mungkin dalam wawancara saya menjawab tidak mau jadi PNS karena gajinya kecil. Berikutnya, yang harus diperhatikan oleh orang yang diwawancarai kalau nilai-nilai ujian kita sebelumnya termasuk tertulis memang sangat bagus dan tinggal penentuan wawancara maka kita jangan lupa untuk berdo’a kepada Allah SWT agar anda salah satu yang akan diterima nanti. Sebab kita juga harus realistis yang namanya nepotisme di negeri ini sampai kapan pun tidak mungkin bisa dihilangkan bisa saja terkadang ada yang melakukan tugas wawancara tsb memiliki saudara atau kerabat yang sedang diuji tentu mereka juga ingin meluluskan saudaranya tsb dengan catatan tidak bodoh-bodoh amat. Oleh karena itu kita harus menjadi orang yang luar biasa diantara mereka jika kita tidak memiliki koneksi atau hubungan kekerabatan maka kita harus mengoptimalkan kemampuan diatas rata-rata agar kitalah sebagai pemenangnya. Terkadang dalam wawancara tsb terjadi jebakan yang menanyakan bagaimana nanti jika ternyata atasan saudara usianya lebih muda dari saudara apakah saudara akan tetap mengikutinya ataukah akan brontak. Begitulah pertanyaan yang memancing ketika itu saya jawab secara diplomatis saya akan mengikuti aturan yang berlaku di birokrasi atau di suatu perusahaan meski atasan lebih muda dari saya akan tetap hormat dan menghargai atasan saya. Begitulah jawaban saya secara diplomatis meski bathin akan berontak anak muda kok  akan menyuruh-nyuruh kita.

 

HUKUM, KETATANEGARAAN DAN KONSTITUSI

Proses Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dan Berbagai Permasalahannya

  Proses Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dan Berbagai Permasalahannya Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia...

Pak Jokowi, Kami Dosen Belum Menerima Tunjangan Covid-19