Senin, 09 Februari 2009

Ketika sudah menjadi anggota MPR Pengabdianmu Kepada Partai Politik Itu Berakhir


Oleh Warsito, S.H., M.Kn.
-Dosen Universitas Satyagama Jakarta
-Juara I Lomba Pidato tingkat Pegawai MPR-DPR 2003
-Master Kenotariatan UI
-Konsultan Hukum
-Pegiat Konstitusi dan Pengamat DPD



         Sejak saya menyatakan berhenti dari PNS DPD setahun yang lalu, waktu saya agak leluasa untuk kembali menulis, dimana hoby utama saya adalah memang menulis, guna memberikan pemikiran dan pemahaman mengenai sistem ketatanegaraan Indonesia menjadi lebih baik lagi.
UUD 1945 pasca amendemen, dipastikan tidak ada satupun mahluk di dunia ini yang hafal konstitusi. Jika pembukaan UUD 1945 masih banyak yang hafal, hafalan tersebut tidak berlaku untuk pasal-pasal konstitusi. Hal ini disebabkan, disamping amendemen UUD 1945 hampir menambahkan 300% ayat, hal lain ketidakbanyakhafalan pelajar dan mahasiswa diakibatkan oleh kandungan konstitusi yang sudah tercerabut akarnya dari nilai-nilai estetika, sehingga kebanyakan orang ogah untuk membacanya apalagi menghafalnya. Pusing kepala, demikian “kata pelajar dan para mahasiswa”.
       Berapa jumlah ayat UUD 1945 sebelum dilakukan perubahan?. Jawabnya 71 ayat. Setelah dilakukan perubahan menjadi 199 ayat, dengan demikian penambahannya 128 ayat. Undang-Undang Dasar 1945 telah dilakukan perubahan oleh MPR selama empat kali dalam sidangnya sejak 1999-2002. Salah satu amendemen UUD 1945 tersebut adalah, melahirkan lembaga negara Dewan Perwakilan Daerah atau DPD sekaligus menjadi permasalahan di dalam konstitusi karena keberadaannya tidak diberi kewenangan.
   Dewan Perwakilan Daerah kini mulai sadar, kelembagaannya hanya dijadikan accessories/mengekor di dalam sistem ketatanegaraan. DPD tidak dapat membuat produk yang bersifat mengatur (regelling) karena tidak diberikan kewenangan yang memadai layaknya lembaga-lembaga Negara lain. Singkat ceritera DPD tidak turut serta dalam pengambilan keputusan di bidang legislasi.
       Marilah memerhatikan dengan saksama tugas DPD (baca: bukan kewenangan) di dalam pasal 22D UUD 1945 yang hanya ikut membahas RUU yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam, dan sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah, dan hanya bersifat memberikan pertimbangan kepada DPR atas rancangan undang-undang APBN dan RUU yang berkaitan dengan pajak, pendidikan dan agama.
Tugas DPD tersebut jika kita mengkaji secara mendalam, sama sekali tidak ada gunanya, karena aspirasi rakyat bermuara ditangan DPR. Mengapa tidak menyampaikan aspirasi langsung ke DPR saja?. Keberadaan DPD saat ini hanya bersifat komplementer (pelengkap) dalam sistem ketatanegaraan. DPD yang dilahirkan dari amendemen kini protes meminta amendemen untuk penguatan kelembagaannya. 

Mekanisme Perubahan UUD 1945
        Berdasarkan pasal 37 UUD 1945 ayat (1) Usul perubahan pasal-pasal UUD dapat diagendakan dalam sidang MPR apabila diajukan oleh sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah anggota MPR (DPR 550, DPD 128) jumlah anggota MPR 678. Jadi 1/3 nya MPR adalah 226 syarat untuk menggelar sidang MPR.
       Ayat (2) untuk mengubah pasal-pasal UUD 1945 kourum sidang MPR dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota MPR (678x2/3)= 452 kourum kehadiran. Apabila kourum sebagaimana dimaksud telah terpenuhi, maka sidang majelis dapat diteruskan dan dapat mengambil keputusan untuk merubah/tidaknya UUD 1945. Sebaliknya apabila kourum kehadiran tidak terpenuhi, maka sidang majelis tidak dapat diteruskan, dengan sendirinya sidang majelis tidak dapat mengambil keputusan.
      Ayat (3) apabila kourum telah terpenuhi, maka, untuk dapat mengubah UUD 1945, dibutuhkan persetujuan sekurang-kurangnya lima puluh persen ditambah satu anggota dari seluruh anggota MPR (678:2+1) 340 anggota MPR.
Apabila ternyata dalam sidang majelis nanti 50%+1 anggota MPR menyetujui usulan materi amendemen UUD 1945 untuk membubarkan DPD, maka tamatlah riwayat DPD. Jika sebaliknya, sidang majelis mengagendakan penguatan DPD, maka DPD menjadi lembaga negara strong bicameralisme sejajar dengan DPR turut pengambilan keputusan dalam bidang legislasi. Tetapi permasalahannya memperkuat DPD akan berdampak kepada pasal 5 UUD 1945 ayat (1) yang menyatakan:’Presiden memegang kekuasaan membentuk undang-undang dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat, ini artinya apabila amendemen tersebut disetujui maka, presiden dalam membentuk undang-undang bukan hanya memerlukan persetujuan dari DPR saja, tetapi juga wajib memerlukan persetujuan dari DPD. Pertemuan antara DPR dengan DPD untuk membentuk undang-undang tidak secara sadar telah membentuk cluster MPR sebagai joint session (sidang gabungan antara DPR dengan DPD). Hal lain penguatan DPD akan mengacaukan Pasal 3 UUD 1945 mengenai tugas dan kewenangan MPR yang bukan bertugas sebagai pembentuk undang-undang.

MPR Tidak Boleh Menutup Mata
       Usulan Perubahan UUD 1945 yang kini digagas oleh Dewan Perwakilan Daerah semula telah mendapat dukungan 238 anggota MPR yang telah diserahkan kepada pimpinan MPR pada tanggal 8 Mei 2007 untuk ditindaklanjuti. Usulan dukungan amendemen tersebut fluktuatif, ada upaya-upaya penggembosan,sehingga dukungan amendemen tersebut menjadi berkurang, namun demikian masih dalam batas ambang memenuhi persyaratan minimal 1/3 dari jumlah anggota MPR. Seharusnya MPR sudah dapat menentukan agenda sidang Majelis, karena syarat 1/3 usulan amendemen tersebut sudah terpenuhi, bukan malah menunggu sampai tanggal 7 Agustus 2007 untuk menentukan jadi/tidaknya sidang majelis digelar. Sikap MPR harus tegas melarang penarikan dukungan kembali, karena tidak sesuai dengan asas konsensualitas/kesepakatan dalam isi perjanjian. Sifat perjanjian apabila telah ditandatangani, maka seketika itu juga perjanjian tersebut mengikat sebagai peraturan yang wajib ditaati, dihormati, dan dilaksanakan dengan penuh rasa tanggungjawab dan tidak boleh ditarik kembali oleh salah satu pihak. Sebaliknya dukungan amendemen tersebut, masih tetap dapat diberikan sebelum pelaksanaan sidang majelis digelar.
Keputusan rapat Gabungan Pimpinan MPR pada tanggal 22 Mei 2007, yang menentukan batas waktu pemberian dan penarikan dukungan sampai 7 Agustus 2007 pukul 24.00 WIB adalah keputusan yang “nyleneh”. Seharusnya Pimpinan MPR sudah bisa langsung mengagendakan sidang majelis karena syarat 1/3 usulan perubahan UUD telah terpenuhi. Hal ini juga agar DPD dapat berkonsentrasi untuk tahap berikutnya mencapai kourum 2/3 kehadiran jumlah anggota MPR. Dan tahap berikutnya yang akan menentukan nasib DPD, yaitu lima puluh persen ditambah satu anggota Majelis putusan untuk merubah UUD 1945.
Setiap anggota MPR itu bukan mewakili atau bertindak untuk dan atas nama fraksinya atau partainya. Tetapi kedudukan anggota Majelis di dalam membuat perjanjian persetujuan usulan perubahan UUD lebih bersifat perjanjian personalia anggota Majelis yang dijamin oleh undang-undang maupun Undang-Undang Dasar 1945 (baca: pasal 37 UUD 1945 dengan saksama).
Ketika kita sudah menjadi anggota MPR, DPR dan DPD, maka berakhirlah pengabdian kita kepada partai, kelompok, fraksi dan golongan berubah menjadi pengabdian kepada masyarakat, bangsa dan Negara. Selamat merubah Undang-Undang Dasar 1945, utamakanlah pengabdianmu kepada kepentingan masyarakat, bangsa dan negara diatas kepentingan pribadi, kelompok maupun partai politik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jika Sobat Ingin Belajar Hukum Yang Baik dan Benar Rajinlah membaca Blog Hukum dan Ketatanegaraan ini dan Tinggalkanlah Komentar Yang Baik.

HUKUM, KETATANEGARAAN DAN KONSTITUSI

ALUN-ALUN PATI YANG BERSIH DAN INDAH YANG MEMILIKI TAGLINE KOTA BUMI MINA TANI

                                                         Alun-Alun, Pati, Jawa-Tengah   Pati Jawa-Tengah kini terus berbenah untuk mewujudka...

Pak Jokowi, Kami Dosen Belum Menerima Tunjangan Covid-19