Rabu, 21 Februari 2024

MAHKAMAH AGUNG DALAM MENJALANKAN TUGAS KONSTITUSIONAL UJI MATERI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DIBAWAH UU MELANGGAR UU

 


 

       Mahkamah Agung (MA) adalah Lembaga negara yang dilembagakan secara konstitusional atas dasar ketentuan Pasal 24 UUD 1945. MA berkedudukan sebagai Lembaga negara yang sederajat dengan Lembaga-lembaga negara lain seperti Presiden, MPR, DPR, DPD, MK. KY dan KPU. Berdasarkan ketenuan Pasal  (1) UUD 1945 menegaskan bahwa kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Sementara Pasal 24 ayat (2) UUD 1945 menyatakan, Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. Pasal 24 ayat (3) Badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman diatur dalam undang-undang.

MA Berwenang Menguji Peraturan Perundang-Undangan dibawah UU yang Melanggar Undang-Undang

Jika Mahkamah Konstitusi menguji undang-undang terhadap UUD 1945, maka berdasarkan Pasal 24A ayat (1) Mahkamah Agung berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan Perundang-undangan di bawah Undang-Undang terhadap Undang-Undang, dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh Undang-Undang.

Syarat Menjadi Hakim Agung

Untuk menjadi hakim agung berdasarkan Pasal 24A Ayat (2) Hakim Agung harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, adil, profesional, dan berpengalaman di bidang hukum. Sedangkan mengenai pengusulannya berdasarkan Pasal 24A ayat (3) Calon Hakim Agung diusulkan Komisi Yudisial Kepada Dewan Perwakilan Rakyat untuk mendapatkan persetujuan dan selanjutnya ditetapkan sebagai hakim Agung oleh Presiden. Tata cara dan komposisi pemilihan ketua dan wakil ketua Mahkamah Agung berdasarkan Ayat (4) UUD 1945 menyatakan Ketua dan wakil ketua Mahkamah Agung dipilih dari dan oleh hakim agung. Selanjutnya mengenai susunan, kedudukan dan keanggotaan dan hukum acara diatur ayat (5) yang menyatakan bahwa Susunan, Kedudukan, Keanggotaan, dan hukum acara Mahkamah Agung serta badan peradilan dibawahnya diatur dengan undang-undang.

 

KEKUASAAN MAHKAMAH AGUNG

Pasal 28 UU. No. 14 Tahun 1985 Tentang MA

(1) Mahkamah Agung bertugas dan berwenang memeriksa dan memutus:

a. permohonan kasasi;

b. sengketa tentang kewenangan mengadili;

c. permohonan peninjauan kembali putusan Pengadilan

   yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

 

 

Berdasarkan Penjelasan UU. No. 14 Tahun 1985 Tentang MA

Salah satu unsur dalam tujuan pembangunan nasional yang diamanatkan Garis-garis Besar Haluan Negara adalah masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dalam wadah negara kesatuan Republik Indonesia yang merdeka, berdaulat, bersatu, dan berkedaulatan rakyat dalam suasana perikehidupan bangsa yang sejahtera, aman, tenteram, dan tertib. Suasana perikehidupan tersebut di atas merupakan bagian dari gambaran terhadap tata kehidupan bangsa Indonesia yang dicita-citakan perwujudannya melalui rangkaian upaya dan kegiatan pembangunan yang berlanjut dan berkesinambungan. Namun demikian pengalaman dalam kehidupan bernegara dan berbangsa sejak kemerdekaan menunjukkan, bahwa usaha untuk mewujudkan perikehidupan seperti itu sangat dipengaruhi oleh berbagai hal yang saling berkait satu dengan lainnya. Cita tentang keadilan, kebenaran, kepastian hukum, dan ketertiban sistem serta penyelenggaraan hukum merupakan hal yang mempengaruhi tumbuhnya suasana perikehidupan sebagaimana dimaksudkan di atas. Masalahnya adalah, bahwa hal tersebut secara bersamaan merupakan pula tujuan kegiatan pembangunan dibidang hukum dalam kerangka pelaksanaan pembangunan nasional.

       Dengan pemahaman seperti ini pula, maka salah satu pendekatan yang ingin dilakukan adalah kaitannya dengan penyelenggaraan kekuasaan kehakiman.

TAP MPR No. III/MPR/1978

Berdasarkan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor III/MPR/1978 tentang Kedudukan dan Hubungan Tata Kerja Lembaga Tertinggi

Negara dengan/atau Antar Lembaga-lembaga Tinggi Negara dihubungkan dengan Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman, Mahkamah Agung diberi kekuasaan dan kewenangan untuk:

a. memeriksa dan memutus:

1) permohonan kasasi;

2) sengketa tentang kewenangan mengadili;

3) permohonan peninjauan kembali putusan Pengadilan  

    yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

b. memberikan pertimbangan dalam bidang hukum baik

    diminta maupun tidak, kepada Lembaga Tinggi

    Negara;

c. memberikan nasehat hukum kepada Presiden selaku  

    Kepala Negara untuk pemberian atau penolakan grasi;

d. menguji secara materiil hanya terhadap peraturan

    perundang-undangan di bawah undang-undang;

e.melaksanakan tugas dan kewenangan lain    berdasarkan Undang-undang Untuk dapat menyelenggarakan kekuasaan dan kewenangan tersebut dengan sebaik-baiknya, Mahkamah Agung melaksanakan hal-hal sebagai berikut :

a. wewenang pengawasan meliputi:

1) jalannya peradilan;

2) pekerjaan Pengadilan dan tingkah laku para Hakim di

    semua Lingkungan Peradilan;

3) pengawasan yang dilakukan terhadap Penasihat

    Hukum dan Notaris sepanjang yang menyangkut

    peradilan;

4) pemberian peringatan, tegoran, dan petunjuk yang  

    diperlukan.

b. meminta keterangan dan pertimbangan dari :

1) Pengadilan di semua Lingkungan Peradilan;

2) Jaksa Agung;

3) Pejabat lain yang diserahi tugas penuntutan perkara

    pidana.

c. membuat peraturan sebagai pelengkap untuk mengisi

    kekurangan atau kekosongan hukum yang diperlukan

    bagi kelancaran jalannya peradilan.

d. mengatur sendiri administrasinya baik mengenai

    administrasi peradilan maupun administrasi umum.

 

       Dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman ditegaskan bahwa :

a.   Kekuasaan Kehakiman adalah kekuasaan negara

yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila, demi terselenggaranya negara hukum Republik Indonesia;

   b.penyelenggara Kekuasaan Kehakiman adalah

      Pengadilan di lingkungan:

     - Peradilan Umum;

      - Peradilan Agama;

      - Peradilan Militer;

      - Peradilan Tata Usaha Negara.

   c. Mahkamah Agung adalah Pengadilan Tertinggi dan

       melakukan pengawasan tertinggi atas perbuatan

       Pengadilan.

       Dengan memperhatikan kedudukan dan peranan Mahkamah Agung seperti tersebut diatas, perlu diberikan pengaturan yang mantap, jelas, dan tegas kepada lembaga ini.

Salah satu prinsip yang telah diletakkan dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970, adalah bahwa peradilan harus memenuhi harapan para pencari keadilan yang selalu menghendaki peradilan yang sederhana, cepat, tepat, adil, dan biaya ringan. Seiring dengan prinsip tersebut di atas serta sebagai upaya untuk mewujudkan sistem peradilan yang lebih efektif dan efisien dalam penyelenggaraan kekuasaan kehakiman di negara hukum Republik Indonesia, maka dalam Undang-undang ini ditegaskan bahwa Mahkamah Agung adalah Pengadilan Negara Tertinggi dari semua Lingkungan

Peradilan. Untuk memperoleh Hakim Agung yang merdeka, berani mengambil keputusan dan bebas dari pengaruh, baik dari dalam maupun dari luar, diperlukan persyaratan sebagaimana diuraikan dalam Undang-undang ini. Pada dasarnya pengangkatan Hakim Agung berdasarkan sistem karier dan tertutup.

Namun demikian dalam hal-hal tertentu dapat pula dibuka kemungkinan untuk mengangkat Hakim Agung yang tidak didasarkan sistem karier. Untuk Hakim Agung

yang didasarkan sistem karier berlaku ketentuan Pasal 11 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3041). Selanjutnya untuk dapat lebih menjamin terciptanya suasana yang sebaik- baiknya bagi penyelenggaraan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila, maka perlu pula dibuat suatu undang- undang yang mengatur penindakan terhadap perbuatan, tingkah laku, sikap dan/atau ucapan yang dapat merendahkan dan merongrong kewibawaan, martabat, dan kehormatan badan peradilan yang dikenal sebagai "Contempt of Court".

Mengenai bagaimana Mahkamah Agung akan dapat melaksanakan tugas tersebut, Undang-undang ini juga memberikan kepadanya keleluasaan untuk menetapkan

sendiri pembidangan tugas dalam susunan organisasinya sehingga dapat secara tuntas menjangkau penyelesaian semua masalah yang berasal dari berbagai

lingkungan peradilan. Namun begitu mengingat tugas tersebut sangat luas dan berat, maka untuk memberi dukungan administrasi yang sebaik-baiknya, dalam Undang-undang ini ditetapkan adanya Sekretaris Jenderal yang dirangkap oleh Panitera Mahkamah Agung. Perangkapan jabatan ini didasarkan pada pemikiran bahwa dengan demikian penyelenggaraan pelayanan administrasi Mahkamah Agung secara keseluruhan dapat dilakukan dengan lebih efektif dan terpadu. Untuk itu, dalam pelaksanaan tugas sehari-hari Panitera Mahkamah Agung dibantu oleh Wakil Panitera Mahkamah Agung untuk tugas-tugas administrasi peradilan, dan Sekretaris Jenderal Mahkamah Agung

dibantu oleh Wakil Sekretaris Jenderal Mahkamah Agung untuk tugas-tugas penyelenggaraan administrasi umum, seperti pengurusan keuangan, kepegawaian, peralatan, pemeliharaan, dan lain-lain.

Dengan pemisahan ini, maka panitera dapat lebih memusatkan perhatian-nya kepada tugas-tugas yang bersifat teknis peradilan, sedangkan pemberian dukungan administrasi yang meliputi administrasi keuangan, kepegawaian peralatan, pemeliharaan, dan lain-lainnya diselenggarakan oleh Sekretariat Jenderal.

 

Peranan Partai Politik Koalisi dan Oposisi Dalam Pemerintahan Untuk Membangun Sistem Check and Balances

 


Ingatan kita masih segar tatkala Pasangan Capres-Cawapres Nomor urut 1 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar pada Pilpres 2024 menyihir publik dengan gimik/tagline perubahan. Banyak pendukung yang merasa jatuh cinta karena diksi atau pilihan kata yang menghipnotis masyarakat luas, di tengah-tengah harga-harga sembako yang kian meroket maka kata perubahan adalah impian bagi mereka yang mendambakan untuk bisa hidup lebih baik.  Tetapi dalam hati saya bertanya-tanya ketika membaca tagline/gimik perubahan, apanya yang mau dirubah?. Yang tepat adalah meneruskan kebijakan presiden-presiden terdahulu yang baik kemudian memperbaiki hal-hal yang dianggap tidak baik, idealnya seperti itu, karena dalam sejarah ketatanegaraan tidak ada presiden yang sempurna. Kepada presiden siapa pun tentunya menginginkan kebijkannya yang mengatasnamakan kepentingan rakyat, bangsa dan negara tidak ingin diganggu oleh Parlemen. Oleh karena itu siapa pun presidennya pasti ingin merangkul semua pihak agar tujuan utama pemerintah untuk mensejahterakan rakyat dapat tercapai.

Pengertian dan Peran Koalisi pemerintah sebagai aliansi pendukung pemerintah Dengan Oposisi Yang Berseberangan

Sayangnya koalisi ini setiap kebijakan pemerintah entah itu benar atau salah hampir selalu di amini oleh partai-partai koalisi. Maklum karena sudah dapat jatah bagian Menteri konon tidak etis untuk mengkritisi kebijakan pemerintah.  Sedangkan oposisi adalah partai-partai yang berseberangan dengan pemerintah untuk check and balances agar presiden berhati-hati dalam membuat kebijakan untuk masyarakat luas.

 

Posisi Koalisi dan Oposisi Dalam Perpolitikan di Indonesia Ada Masalah Besar

Di Indonesia posisi koalisi dan Oposisi sangat antik dimana posisi koalisi pendukung pemerintah hampir pasti membabi buta selalu mendukung kebijakan pemerintah, sedangkan posisi oposisi selalu berseberangan dengan pemerintah meski kebijakan pemerintah itu untuk kebaikan masyarakat, bangsa dan negara. Inilah masalah besar parlemen kita. Seharusnya posisi koalisi dan oposisi itu sama pentingnya didalam parlemen, ketika sudah menjadi anggota DPR maka pengabdian kita berakhir berubah menjadi pengabdian kepada Masyarakat, bangsa dan negara. Baik koalisi maupun oposisi memiliki peran yang sangat srategis untuk memastikan tujuan negara dapat dilaksanakan dengan baik, kepada partai koalisi pengusung presiden terpilih tentu bangga memiliki presiden yang benar-benar bekerja untuk rakyat, bangsa dan negara, tentu kebijakan yang baik oleh Presiden akan didukung penuh. Sebaliknya, peran oposisi juga sangat mulia untuk mengawasi jalannya pemerintahan jika tidak berpihak kepada rakyat maka presiden harus ditegur, namun sebaliknya jika presiden  sudah bekerja untuk kepentingan rakyat meski posisi oposisi maka harus mendukungnya pula. Itulah tugas sejatinya parlemen di negara manapun termasuk di Indonesia, namun di Indonesia tugas parlemen sangatlah anomali dalam menyikapi posisi koalisi dan oposisi, inilah yang saya katakan bahwa parlemen kita paling antik didunia. Maka benar apa yang pernah disampaikan oleh Capres Nomor 1 Anies Baswedan ketika debat Capres bahwa banyak partai-partai yang tidak tahan berlama-lama menjadi oposisi karena dengan menjadi oposisi di pemerintah bisnisnya akan terganggu.

 

Etika dan Kesantunan Politik Perlu Dijaga

Kita masih memiliki TAP MPR No: VI/MPR/2001 Tentang Etika Kehidupan Berbangsa yang harus dipatuhi oleh penyelenggara negara dan seluruh Masyarakat Indonesia. Dalam TAP MPR tersebut dijelaskan mengenai etika pemerintah, etika politik dan etika penyelenggara negara dimana dinyatakan penyelenggara negara yang diduga korupsi dan sudah menjadi pemberitaan heboh di masyarakat tidak perlu menunggu putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap baru mundur, jika sudah membuat gaduh dan kehebohan di masyarakat dan diduga melakukan korupsi harus sudah mundur. Begitu juga kesantunan dan etika politik haruslah dijaga, Partai Nasdem, PKS, PKB dan Partai Umat yang telah mengusung Anies Baswedan untuk berlaga di Pilpres 2024 seandainya Allah SWT belum bekehendak menjadi presiden, karena ketika mengusungnya dengan gimik Perubahan, maka janganlah mudah tergiur kena bujuk rayu masuk koalisi pemerintahan Prabowo Subianto  jika  atas kehendak Allah SWT terpilih menjadi presiden. Kesantunan politik harus dijaga jangan karena tergiur jabatan Menteri lalu bergabung dengan pemerintahan harus ingat nasib konstituen yang telah memilihnya dengan jargon membahana perubahan. Seandainya partai-partai pengusung pasangan Calon Presiden No. urut 1 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar terbujuk rayuan masuk koalisi pemerintahan maka jelas-jelas hal ini sangat melukai hati rakyat yang telah memilihnya dan dapat dianggap bahwa gimik perubahan untuk mengusung kontestasi Capres tahun 2024 sebagai bentuk penipuan besar kepada publik. Kita mewanti-wanti agar partai-partai yang kalah mengusung Capresnya nanti tetap istiqomah untuk tetap oposisi agar memastikan tujuan perubahan yang telah digaungkan selama kampanye Pilpres konsisten dapat dilaksanakan dengan baik.

Jika Tidak Ada Check And Balances Maka Tidak Sehat Dalam Pemerintahan

Jika oposisi didalam parlemen tidak ada maka justru tidak sehat jalannya pemerintahan, karena pemerintah akan cenderung otoriter karena tidak ada kekuasaan yang mengontrol lagi dan ini sangat berbahya dalam sistem ketatanegaraan kita karena tidak ada lembaga negara yang memiliki fungsi kontrol dan mengawasi (check and balances). Oleh karena itu jangan tergiur jabatan Menteri yang cuma sesaat tetapi akan mempertaruhkan reputasi partai politik 5 tahun mendatang. Tidak semua masyarakat memiliki memori jangka pendek ada masyarakat yang memiliki ingatan dan kecerdasan diatas rata-rata  tidak akan memilih lagi jika merasa ditipu oleh partai politik dengan gimik yang menggiurkan namun hanya kemasan belaka. Oleh karena itu, partai-partai politik yang kalah bertarung dalam Pilpres jangan sekali-kali tergoda untuk masuk kabinet dengan masuk kabinet partai-partai yang semula oposisi pasti tidak akan berani lagi menyuarakan aspirasi rakyat yang sesungguhnya. Kepada siapa lagi rakyat menyampaikan aspirasinya jika bukan kepada DPR sebagai perwakilan rakyat, tetapi peran DPR yang seharusnya check and balances justru diambil alih oleh mahasiswa untuk memperjuangkan aspirasi masyarakat dimana memang mahasiswa memiliki peran yang salah satunya sebagai kontrol sosial. 

 

Selasa, 20 Februari 2024

Pengawasan Profesional Hakim Oleh Komisi Yudisial Dalam Sistem Ketatanegaraan di Indonesia

 


 

Komisi Yudisial adalah Lembaga negara lahir dari amandemen konstitusi pada perubahan ketiga pada Tahun 2001. Agenda reformasi yang telah diperjuangkan oleh mahasiswa antara lain adalah amandemen UUD 1945 dimulai sejak 1999 s/d 2002. Kelahiran Lembaga negara hasil reformasi bukan hanya saja Komisi Yudisial, juga Mahkamah Konstitusi (MK) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Komisi Yudisial dilembagakan secara konstitusional atas dasar ketentuan Pasal 24B ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945: Komisi Yudisial bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim.

       Landasan Komisi Yudisal adalah Undang-Undang Nomor: 22 Tahun 2004 sebagaimana telah diubah dengan UU. No. 18 Tahun 2011 Tentang Komisi Yudisial, Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan kekuasaan kehakiman yang merdeka melalui pengusulan pengangkatan hakim agung dan wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku Hakim demi tegaknya hukum dan keadilan sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Badan Peradilan adalah penyelenggara peradilan di bawah Mahkamah Agung dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, dan lingkungan peradilan tata usaha negara, serta pengadilan khusus yang berada dalam lingkungan peradilan tersebut. Hakim dan hakim Ad Hoc  di Mahkamah Agung dan Badan Peradilan. Kode Etik dan/atau Pedoman Perilaku Hakim adalah panduan dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku Hakim dalam menjalankan tugas profesinya dan dalam hubungan kemasyarakatan di luar kedinasan. Majelis Kehormatan Hakim adalah perangkat yang dibentuk oleh Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial yang bertugas memeriksa dan memutus adanya dugaan pelanggaran Kode Etik dan/atau Pedoman Perilaku Hakim. Sedangkan Komposisi keanggotaan Komisi Yudisial berdasarkan Pasal 6 ayat (1) UU. No. 18 tahun 2011 Tentang Komisi Yudisial mempunyai 7 (tujuh) orang anggota. (2) Anggota Komisi Yudisial adalah pejabat negara. (3) Keanggotaan Komisi Yudisial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas: a. 2 (dua) orang mantan hakim; b. 2 (dua) orang praktisi hukum; c. 2 (dua) orang akademisi hukum; dan d. 1 (satu) orang anggota masyarakat.

Wewenang Komisi Yudisial

       Berdasarkan Pasal 13 UU No. 18 Tahun 2011 Tentang Komisi Yudisal, Komisi Yudisial mempunyai wewenang: a. mengusulkan pengangkatan hakim agung dan hakim ad hoc di Mahkamah Agung kepada DPR untuk mendapatkan persetujuan; b. menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim; c. menetapkan Kode Etik dan/atau Pedoman Perilaku Hakim bersama-sama dengan Mahkamah Agung; dan d. menjaga dan menegakkan pelaksanaan Kode Etik dan/atau Pedoman Perilaku Hakim.

WEWENANG DAN TUGAS Komisi Yudisial Pasal 13 UU. No. 22 Tahun 2004

Komisi Yudisial mempunyai wewenang: a. mengusulkan pengangkatan Hakim Agung kepada DPR; dan b. menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat serta menjaga perilaku hakim. Pasal 14 (1) Dalam melaksanakan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf a, Komisi Yudisial mempunyai tugas: a. melakukan pendaftaran calon Hakim Agung; b. melakukan seleksi terhadap calon Hakim Agung; c. menetapkan calon Hakim Agung; dan d. mengajukan calon Hakim Agung ke DPR. (2) Dalam hal berakhir masa jabatan Hakim Agung, Mahkamah Agung menyampaikan kepada Komisi Yudisial daftar nama Hakim Agung yang bersangkutan, dalam jangka waktu paling lambat 6 (enam) bulan sebelum berakhirnya jabatan tersebut. (3) Pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan, sejak Komisi Yudisial menerima pemberitahuan dari Mahkamah Agung mengenai lowongan Hakim Agung. Dalam melaksanakan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf b Komisi Yudisial mempunyai tugas melakukan pengawasan terhadap perilaku hakim dalam rangka menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat serta menjaga perilaku hakim.

       Dalam penjelasan umum UU. No. 22 Tahun 2004 Tentang Komisi Yudisal mengatakan bahwa Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah menegaskan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang Undang Dasar. Ditegaskan pula bahwa negara Indonesia adalah negara hukum. Sejalan dengan prinsip ketatanegaraan di atas, salah satu substansi penting perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah adanya Komisi Yudisial. Komisi Yudisial tersebut merupakan lembaga negara yang bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim. Pasal 24B Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 memberikan landasan hukum yang kuat bagi reformasi bidang hukum yakni dengan memberikan kewenangan kepada Komisi Yudisial untuk mewujudkan checks and balances. Walaupun Komisi Yudisial bukan pelaku kekuasaan kehakiman namun fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman. Undang-Undang ini merupakan pelaksanaan dari Pasal 24B ayat (4) Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menentukan bahwa susunan, kedudukan, dan keanggotaan Komisi Yudisial diatur dengan undang-undang. Dalam Undang-Undang ini diatur secara rinci mengenai wewenang dan tugas Komisi Yudisial. Komisi Yudisial mempunyai tugas mengusulkan pengangkatan Hakim Agung dan wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim, yakni Hakim Agung dan hakim pada badan peradilan di semua lingkungan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung serta Hakim Mahkamah Konstitusi sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Berkaitan dengan wewenang tersebut, dalam Undang Undang ini juga diatur mengenai pengangkatan dan pemberhentian Anggota Komisi Yudisial. Syarat-syarat untuk diangkat menjadi Anggota Komisi Yudisial harus mempunyai pengetahuan dan pengalaman di bidang hukum serta memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela. Anggota Komisi Yudisial ini diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Selain hal-hal yang ditentukan di atas, dalam Undang-Undang ini diatur pula mengenai larangan merangkap jabatan bagi Anggota Komisi Yudisial. Di samping itu diatur pula mengenai panitia seleksi untuk mempersiapkan calon Anggota Komisi Yudisial, beserta syarat dan tata caranya.

 

HUKUM, KETATANEGARAAN DAN KONSTITUSI

Pemilu dan Keterlibatan Masyarakat dalam Hukum Ketatanegaraan Indonesia

  Pemilu dan Keterlibatan Masyarakat dalam Hukum Ketatanegaraan Indonesia Pemilihan Umum (Pemilu) adalah salah satu elemen penting dalam sis...

Pak Jokowi, Kami Dosen Belum Menerima Tunjangan Covid-19