Mahkamah Agung (MA) adalah Lembaga negara yang dilembagakan secara konstitusional atas dasar ketentuan Pasal 24 UUD 1945. MA berkedudukan sebagai Lembaga negara yang sederajat dengan Lembaga-lembaga negara lain seperti Presiden, MPR, DPR, DPD, MK. KY dan KPU. Berdasarkan ketenuan Pasal (1) UUD 1945 menegaskan bahwa kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Sementara Pasal 24 ayat (2) UUD 1945 menyatakan, Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. Pasal 24 ayat (3) Badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman diatur dalam undang-undang.
MA Berwenang Menguji Peraturan Perundang-Undangan dibawah UU yang Melanggar Undang-Undang
Jika Mahkamah Konstitusi menguji undang-undang terhadap UUD 1945, maka berdasarkan Pasal 24A ayat (1) Mahkamah Agung berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan Perundang-undangan di bawah Undang-Undang terhadap Undang-Undang, dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh Undang-Undang.
Syarat Menjadi Hakim Agung
Untuk menjadi hakim agung berdasarkan Pasal 24A Ayat (2) Hakim Agung harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, adil, profesional, dan berpengalaman di bidang hukum. Sedangkan mengenai pengusulannya berdasarkan Pasal 24A ayat (3) Calon Hakim Agung diusulkan Komisi Yudisial Kepada Dewan Perwakilan Rakyat untuk mendapatkan persetujuan dan selanjutnya ditetapkan sebagai hakim Agung oleh Presiden. Tata cara dan komposisi pemilihan ketua dan wakil ketua Mahkamah Agung berdasarkan Ayat (4) UUD 1945 menyatakan Ketua dan wakil ketua Mahkamah Agung dipilih dari dan oleh hakim agung. Selanjutnya mengenai susunan, kedudukan dan keanggotaan dan hukum acara diatur ayat (5) yang menyatakan bahwa Susunan, Kedudukan, Keanggotaan, dan hukum acara Mahkamah Agung serta badan peradilan dibawahnya diatur dengan undang-undang.
KEKUASAAN MAHKAMAH AGUNG
Pasal 28 UU. No. 14 Tahun 1985 Tentang MA
(1) Mahkamah Agung bertugas dan berwenang memeriksa dan memutus:
a. permohonan kasasi;
b. sengketa tentang kewenangan mengadili;
c. permohonan peninjauan kembali putusan Pengadilan
yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Berdasarkan Penjelasan UU. No. 14 Tahun 1985 Tentang MA
Salah satu unsur dalam tujuan pembangunan nasional yang diamanatkan Garis-garis Besar Haluan Negara adalah masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dalam wadah negara kesatuan Republik Indonesia yang merdeka, berdaulat, bersatu, dan berkedaulatan rakyat dalam suasana perikehidupan bangsa yang sejahtera, aman, tenteram, dan tertib. Suasana perikehidupan tersebut di atas merupakan bagian dari gambaran terhadap tata kehidupan bangsa Indonesia yang dicita-citakan perwujudannya melalui rangkaian upaya dan kegiatan pembangunan yang berlanjut dan berkesinambungan. Namun demikian pengalaman dalam kehidupan bernegara dan berbangsa sejak kemerdekaan menunjukkan, bahwa usaha untuk mewujudkan perikehidupan seperti itu sangat dipengaruhi oleh berbagai hal yang saling berkait satu dengan lainnya. Cita tentang keadilan, kebenaran, kepastian hukum, dan ketertiban sistem serta penyelenggaraan hukum merupakan hal yang mempengaruhi tumbuhnya suasana perikehidupan sebagaimana dimaksudkan di atas. Masalahnya adalah, bahwa hal tersebut secara bersamaan merupakan pula tujuan kegiatan pembangunan dibidang hukum dalam kerangka pelaksanaan pembangunan nasional.
Dengan pemahaman seperti ini pula, maka salah satu pendekatan yang ingin dilakukan adalah kaitannya dengan penyelenggaraan kekuasaan kehakiman.
TAP MPR No. III/MPR/1978
Berdasarkan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor III/MPR/1978 tentang Kedudukan dan Hubungan Tata Kerja Lembaga Tertinggi
Negara dengan/atau Antar Lembaga-lembaga Tinggi Negara dihubungkan dengan Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman, Mahkamah Agung diberi kekuasaan dan kewenangan untuk:
a. memeriksa dan memutus:
1) permohonan kasasi;
2) sengketa tentang kewenangan mengadili;
3) permohonan peninjauan kembali putusan Pengadilan
yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
b. memberikan pertimbangan dalam bidang hukum baik
diminta maupun tidak, kepada Lembaga Tinggi
Negara;
c. memberikan nasehat hukum kepada Presiden selaku
Kepala Negara untuk pemberian atau penolakan grasi;
d. menguji secara materiil hanya terhadap peraturan
perundang-undangan di bawah undang-undang;
e.melaksanakan tugas dan kewenangan lain berdasarkan Undang-undang Untuk dapat menyelenggarakan kekuasaan dan kewenangan tersebut dengan sebaik-baiknya, Mahkamah Agung melaksanakan hal-hal sebagai berikut :
a. wewenang pengawasan meliputi:
1) jalannya peradilan;
2) pekerjaan Pengadilan dan tingkah laku para Hakim di
semua Lingkungan Peradilan;
3) pengawasan yang dilakukan terhadap Penasihat
Hukum dan Notaris sepanjang yang menyangkut
peradilan;
4) pemberian peringatan, tegoran, dan petunjuk yang
diperlukan.
b. meminta keterangan dan pertimbangan dari :
1) Pengadilan di semua Lingkungan Peradilan;
2) Jaksa Agung;
3) Pejabat lain yang diserahi tugas penuntutan perkara
pidana.
c. membuat peraturan sebagai pelengkap untuk mengisi
kekurangan atau kekosongan hukum yang diperlukan
bagi kelancaran jalannya peradilan.
d. mengatur sendiri administrasinya baik mengenai
administrasi peradilan maupun administrasi umum.
Dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman ditegaskan bahwa :
a. Kekuasaan Kehakiman adalah kekuasaan negara
yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila, demi terselenggaranya negara hukum Republik Indonesia;
b.penyelenggara Kekuasaan Kehakiman adalah
Pengadilan di lingkungan:
- Peradilan Umum;
- Peradilan Agama;
- Peradilan Militer;
- Peradilan Tata Usaha Negara.
c. Mahkamah Agung adalah Pengadilan Tertinggi dan
melakukan pengawasan tertinggi atas perbuatan
Pengadilan.
Dengan memperhatikan kedudukan dan peranan Mahkamah Agung seperti tersebut diatas, perlu diberikan pengaturan yang mantap, jelas, dan tegas kepada lembaga ini.
Salah satu prinsip yang telah diletakkan dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970, adalah bahwa peradilan harus memenuhi harapan para pencari keadilan yang selalu menghendaki peradilan yang sederhana, cepat, tepat, adil, dan biaya ringan. Seiring dengan prinsip tersebut di atas serta sebagai upaya untuk mewujudkan sistem peradilan yang lebih efektif dan efisien dalam penyelenggaraan kekuasaan kehakiman di negara hukum Republik Indonesia, maka dalam Undang-undang ini ditegaskan bahwa Mahkamah Agung adalah Pengadilan Negara Tertinggi dari semua Lingkungan
Peradilan. Untuk memperoleh Hakim Agung yang merdeka, berani mengambil keputusan dan bebas dari pengaruh, baik dari dalam maupun dari luar, diperlukan persyaratan sebagaimana diuraikan dalam Undang-undang ini. Pada dasarnya pengangkatan Hakim Agung berdasarkan sistem karier dan tertutup.
Namun demikian dalam hal-hal tertentu dapat pula dibuka kemungkinan untuk mengangkat Hakim Agung yang tidak didasarkan sistem karier. Untuk Hakim Agung
yang didasarkan sistem karier berlaku ketentuan Pasal 11 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3041). Selanjutnya untuk dapat lebih menjamin terciptanya suasana yang sebaik- baiknya bagi penyelenggaraan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila, maka perlu pula dibuat suatu undang- undang yang mengatur penindakan terhadap perbuatan, tingkah laku, sikap dan/atau ucapan yang dapat merendahkan dan merongrong kewibawaan, martabat, dan kehormatan badan peradilan yang dikenal sebagai "Contempt of Court".
Mengenai bagaimana Mahkamah Agung akan dapat melaksanakan tugas tersebut, Undang-undang ini juga memberikan kepadanya keleluasaan untuk menetapkan
sendiri pembidangan tugas dalam susunan organisasinya sehingga dapat secara tuntas menjangkau penyelesaian semua masalah yang berasal dari berbagai
lingkungan peradilan. Namun begitu mengingat tugas tersebut sangat luas dan berat, maka untuk memberi dukungan administrasi yang sebaik-baiknya, dalam Undang-undang ini ditetapkan adanya Sekretaris Jenderal yang dirangkap oleh Panitera Mahkamah Agung. Perangkapan jabatan ini didasarkan pada pemikiran bahwa dengan demikian penyelenggaraan pelayanan administrasi Mahkamah Agung secara keseluruhan dapat dilakukan dengan lebih efektif dan terpadu. Untuk itu, dalam pelaksanaan tugas sehari-hari Panitera Mahkamah Agung dibantu oleh Wakil Panitera Mahkamah Agung untuk tugas-tugas administrasi peradilan, dan Sekretaris Jenderal Mahkamah Agung
dibantu oleh Wakil Sekretaris Jenderal Mahkamah Agung untuk tugas-tugas penyelenggaraan administrasi umum, seperti pengurusan keuangan, kepegawaian, peralatan, pemeliharaan, dan lain-lain.
Dengan pemisahan ini, maka panitera dapat lebih memusatkan perhatian-nya kepada tugas-tugas yang bersifat teknis peradilan, sedangkan pemberian dukungan administrasi yang meliputi administrasi keuangan, kepegawaian peralatan, pemeliharaan, dan lain-lainnya diselenggarakan oleh Sekretariat Jenderal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Jika Sobat Ingin Belajar Hukum Yang Baik dan Benar Rajinlah membaca Blog Hukum dan Ketatanegaraan ini dan Tinggalkanlah Komentar Yang Baik.