Penyelenggaraan Pilpres lima tahunan sekali sebagai pesta demokrasi jangan sampai cuma menjadi ajang rebutan kekuasaan siapa yang akan di-Capreskan dan siapa pula yang akan di Cawapreskan. Kampanye Pilpres dan pemilu legisatif memang sangat luar biasa ramainya hiruk pikuk pesta demokrasi itu saya anggap sebagai hiburan belaka jangan sampai kita terjadi konflik antar pendukung karena yang rugi adalah kita sendiri nantinya. Ingat dalam teori politik tidak ada kawan dan lawan yang abadi yang ada hanya kepentingan oleh karena itu dalam memberikan dukungan kita hendaknya biasa-biasa saja sehingga jika sampai yang kita dukung tidak terpilih maka kita tidak begitu kecewa hal ini harus kita tanamkan dalam diri kita supaya kita tidak berlebihan dalam memberikan dukungan. Kita ini adalah bangsa Indonesia dalam bingkai NKRI semua calon-calon presiden dan wakil presiden tentu tujuannya untuk berbuat yang lebih baik untuk negeri tercinta Indonesia dalam rangka memberikan kesejahteraan kepada rakyatnya. Mestinya ketika kita memilih Capres dan Cawapres benar-benar orang yang memiliki kompetensi yang baik sesuai dengan bidangnya yang akan berpikir untuk kesejahteraan masyarakat jangan sebaliknya koalisi partai-partai politik pendukung Capres dan Cawapres hanya untuk kepentingan sesaat untuk bagi-bagi kekuasaan saran saya jika hal demikian dilakukan maka rakyat akan sampai pada titik nadhir kejenuhan dalam menyambut pesta demokrasi. Siapa yang tidak ingin dan bangga ketika dipilih menjadi Menteri sebagai pembantu Presiden?. Pasti jawabannya adalah bangga dan bahagia, bahkan saking senang dan bangganya yang sudah diangkat jadi pejabat banyak yang syukuran atas nikmat Allah yang telah diberikan kepadanya, yang penting jabatan jangan sampai meminta-minta berilah jabatan kepada orang yang tidak meminta. Jika orang yang diberi jabatan itu tidak meminta insya allah akan amanah, sebaliknya jika jabatan adalah hasil meminta-minta maka berakhirnya akan tidak baik. Maka segala sesuatu luruskan niat jika niatnya baik, insya allah jadi baik, semuanya tergantung niatnya. Padahal sesungguhnya jabatan itu adalah amanah dan berat untuk melaksanakannya, ketika kita menjadi pejabat yang baik dan amanah maka pahalanya tiada lain adalah syurga. Begitu sebaliknya jika kita menjadi pejabat justru menyalahgunakan wewenang yang telah diberikan kepada kita dengan cara korupsi dan berbuat sewenang-wenang maka neraka jahanam tempatnya. Maka sesungguhnya ketika menjadi pejabat apa pun baik di tingkat eksekutif, legislatif maupun yudikatif adalah kesempatan untuk berbuat baik, kesempatan untuk memberikan keputusan-keputusan yang baik yang manfaatnya dapat dirasakan oleh masyarakat banyak, jangan sampai justru menjadi pejabat digunakan kesempatan untuk mengeruk uang rakyat alias korupsi inilah niat yang salah yang harus diluruskan. Untuk menjadi Menteri di Indonesia susah-susah gampang, susah karena jika kita tidak masuk partai politik atau individu yang memiliki kelebihan diatas rata-rata hampir mustahil bisa diangkat jadi Menteri. Dalam tulisan ini saya menyadari sepenuhnya presiden yang dipilih oleh rakyat secara langsung yang diusung oleh partai politik maka harus baik-baik kepada partai pengusung dengan cara beberapa kader partai yang dijadikan Menteri hal ini wajar sebagai politik balas budi tetapi acuannya tetap Menteri yang dipilih memiliki kecakapan dan kompeten di bidangnya. Yang tidak wajar adalah dalam memilih Menteri tsb pokoknya memilih sesuai dengan selera tidak penting apakah itu Menteri berkualitas atau tidak yang penting dekat kekuasaan hal ini tidak dibolehkan karena akan merusak sistem pemerintahan.
Jadi Menteri Jika Tidak Menjadi Kader Partai Politik Harus Orang Yang Punya Kompetensi Lebih
Jika kita tidak menjadi kader partai politik, untuk menjadi Menteri di Indonesia maka kita harus memiliki kompetensi yang lebih atau kecerdasan diatas rata-rata atau orang yang menjadi profesional di bidangnya itu baru akan dilirik oleh presiden. Kalau kita perseorangan tidak kader partai politik tidak memiliki kecerdasan diatas rata-rata jangan harap kita bisa menjadi Menteri di Indonesia. Jangan bermimpi soal ini karena kita bakalan sakit hati. Sebenarnya untuk menjadi pejabat apa pun termasuk menjadi Menteri di Indonesia itu sangat sederhana sekali carilah orang yang hidupnya sederhana, jujur dan cakap yang lain-lain soal kecerdasan itu sambil jalan bisa sambil belajar. Jangan sampai kita menjadi pejabat punya niat aji mumpung untuk menggali pundi-pundi rupiah dipastikan harta yang kita dapatkan tidak akan berkah karena harta yang kita makan tidak halal maka pasti tidak berkah. Maka berhati-hatilah ketika menjadi Menteri atau pejabat apa pun pergunakanlah waktumu, tenagamu, pikiranmu bahkan hartamu untuk pengabdian kepada masyarakat, bangsa dan negara diatas kepentingan pribadi, kelompok atau golongan.
Mari Kita Luruskan Niat Untuk Menjadi Pejabat Negara
Mari kita semua untuk meluruskan niat ketika diangkat menjadi pejabat negara jadilah pejabat negara yang baik yang berpikir untuk kepentingan masyarakat bangsa dan negara. Sebagai akademisi saya mengajar di berbagai PTS saya menyadari hampir mustahil saya bisa menjadi seorang Menteri jika saya tidak menjadi kader salah satu partai politik atau pimpinan partai politik atau memiliki kompetensi diatas rata-rata. Karena tahu diri itulah saya tidak pernah mengharap menjadi Menteri di negeri ini padahal untuk menjadi Menteri ini syaratnya sangat mudah dan simple yaitu, harus orang yang jujur, cakap dan kompeten di bidangngya. Sebenarnya teori presidensiil tidak sepenuhnya dapat dijalankan di sistem pemerintahan kita, Indonesia bukan menganut sistem presidensiil murni, bukan pula sistem parlementer, tetapi Indonesia menganut sistem presidensiil yang mengandung unsur-unsur parlementer. Hal ini terbukti meski Indonesia sistem presidensiil dalam praktek pemilihan Menteri banyak parpol-parpol yang menyodorkan kadernya kepada presiden untuk menduduki jabatan sebagai Menteri. Maka adik-adikku sekalian yang sekarang masih duduk di bangku kuliah cita-cita kita haruslah realistis jika kita ingin menjadi Presiden ya harus bergabung di Partai politik karena Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden itu diusung oleh Partai Politik. Tidak ada ruang calon independent dibuka dalam pemilihan presiden hal ini berarti Calon Presiden dan Wakil Presiden itu dimonopoli oleh partai-partai politik.