Oleh WARSITO, SH., M.Kn. Dosen: Fakultas Hukum Universitas Satyagama, Jakarta Kandidat Doktoral Ilmu Pemerintahan Universitas Satyagama, Jakarta
Tahun 2014
adalah tahun gaduh perpolitikan nasional. Ketika mendengar ocehan mantan Ketua
Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum, agar presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)
sebaiknya bersedia menjadi Cawapres, bathin saya tertawa cekikikan. Banyak orang
mafhum akan mudah membaca arah usulan ini (baca: "setengah meledek") dari orang yang pernah sakit
hati dilengserkan dari jabatan Ketua Umum Partai Demokrat. Tidak ada gunanya menyikapi usulan ini karena tidak berdasar sekali baik secara etika kenegaraan maupun konstitusional. Belum ada sejarah di
Republik ini seorang Presiden yang mau turun
pangkat menjadi wapres. Sehaus-hausnya orang gila jabatan, mana ada orang setelah
menjabat presiden mau turun tahta
menjadi wakil presiden (Wapres), tentu
gengsi dan malu untuk menerimanya, meski konstitusi tidak secara tegas melarang
presiden yang sudah menjabat dua kali masa jabatan untuk mencalonkan menjadi
wakil presiden.
Usulan
mantan Ketua Umum Partai Demokrat itu bukanlah gagasan yang
baik untuk membangun proses demokratisasi di Indonesia, SBY sebaiknya, tidak perlu merespon ocehan
Anas tersebut, jika SBY terpancing emosi untuk mengomentari, maka sesungguhnya SBY
sudah terperangkap dalam jebakan maut manuvernya
Anas. Presiden dan wakil presiden Republik Indonesia pasca amandemen UUD 1945 dibatasi
maksimal dua kali masa jabatan sebagaimana ditentukan pasal 7 UUD 1945 yang
menyatakan: “Presiden dan wakil presiden
memegang jabatan selama lima tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan
yang sama hanya untuk satu kali masa
jabatan”. Presiden yang pernah menjabat selama dua kali masa jabatan secara
normatif, tidak dimungkinkan untuk menjadi Cawapres, meski ia belum pernah
menjabat sebagai wakil presiden. Publik
mengharap SBY tidak sebaiknya memberikan tanggapan atas ocehan Anas itu, ternyata akhirnya SBY terpancing juga mengomentari
dirinya di Cawapreskan, padahal, baik dari sisi etika dan konstitusional tidak elok dibicarakan.
SBY
memberikan komentar, jika saja konstitusi tidak membatasi dirinya memangku
jabatan maksimal dua kali masa jabatan, ia pun tidak akan mencalonkan lagi,
apalagi menjadi Cawapres, karena
menurutnya semakin lama memimpin akan semakin menyalahgunakan kekuasaannya.
Benarkah ucapan SBY tersebut?. Panggung sejarah sudah membuktikan, jika
kekuasaan itu tidak dibatasi akan menimbulkan otoriterisme dan totaliterisme,
berkaca dari pengalaman sejarah itulah, maka konstitusi Indonesia harus
membatasi masa jabatan presiden dan wakil presiden. Sejarah Indonesia juga telah
mencatat, tidak ada presiden satu pun di Indonesia yang sepenuhnya memiliki
jiwa kenegarawanan bersedia tidak mencalonkan kembali sebagai presiden, jika
saja konstitusi tidak membatasinya. Presiden RI pertama, Soekarno dengan TAP
MPR NO: III/MPRS/1963 Tentang Pengangkatan Pemimpin Besar Revolusi Indonesia
Bung Karno Menjadi Presiden Republik Indonesia Seumur Hidup. Sedangkan presiden
RI kedua pak Harto, meski tidak pernah menyatakan secara terang-terangan ingin menjadi presiden seumur hidup, tetapi
dengan doktrin orde baru yang akan melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara
murni dan konsekuen, ini artinya, orde baru ingin mempertahankan masa jabatan
presiden di konstitusi yang multitafsir dengan kalimat “dapat dipilih kembali”.
Marilah kita menyimak dengan saksama rumusan pasal 7 UUD 1945 sebelum
amandemen: “Presiden dan wakil presiden
memegang jabatan selama lima tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali”,
akibat ketentuan yang bersayap ini, Soeharto dapat terpilih kembali menjadi Presiden Republik Indonesia oleh
Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) selama tujuh kali berturut-turut. Reformasi
yang telah diperjuangkan dengan tetesan darah oleh mahasiswa pada tahun 1998, dan
klimaksnya dipaksanya Soeharto berhenti dari jabatan presiden pada hari Kamis, tanggal
21 Mei 1998 pukul 09.05 WIB, merupakan perjuangan monumental dan heroik, yang ditulis
dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia dengan tinta emas untuk menuju
masyarakat yang demokratis. Tuntutan reformasi pada waktu itu, yakni antara
lain, reformasi konstitusi untuk membatasi jabatan presiden dan wakil presiden maksimal
dua kali masa jabatan.
Pernyataan
SBY yang dimuat di (news.detik.com) pada
tanggal 25 April 2014, dengan judul: “ Ada
yang mengolok-olok saya meminta menjadi
Cawapres saja”, ternyata SBY sudah menyadari ocehan Anas itu yang hanya
diniatkan untuk melukai dan melecehkan saja. Pertanyaannya, untuk apa SBY
menjawab ocehan yang tidak bermutu ini?. Apakah presiden yang masa bhaktinya tinggal
menjelang detik-detik akhir kemarin kurang pekerjaan?. Masih membaca judul diatas kita dibuatnya geli, konon
ada pihak lain yang serius mendorong SBY menjadi cawapres, tujuannya dengan
pengalaman SBY yang luar biasa maka bisa membantu presiden RI berikutnya
memajukan bangsa. Jika ada usulan selain ocehan Anas, substansinya sebenarnya sama
saja, yaitu untuk menjerumuskan dan melecehkan SBY ke jurang nestapa sekaligus sebagai sindiran keras, publik menilai selama
ini SBY lamban dalam mengambil keputusan terkait kebijakan publik, maka SBY
disindir, lebih baik menjadi Cawapres saja yang tidak memutuskan kebijakan yang
bersifat strategis. SBY lagi-lagi terpancing dengan menanggapi usulan itu
dengan menyatakan sama sekali tidak
tertarik. Satu sisi, SBY mengaku sadar, bahwa pemimpin yang terlalu lama
memimpin biasanya menjadi tidak baik. Sisi lain, SBY tidak menyadari bahwa jika
SBY benar menjadi Cawapres, sesungguhnya SBY sudah “dilampumerahkan”
konstitusi. SBY ada benarnya menyatakan, bahwa pemimpin yang lebih dari 20
tahun berkuasa, cenderung diktator dan menyalahgunakan kewenangan.
Pertanyaannya, tuluskah ucapan SBY tidak
mencalonkan lagi jika konstitusi tidak membatasi masa jabatan presiden dan
wakil presiden maksimal dua kali masa jabatan ?. Wallahu ‘alam.
Untuk menjalankan
pemerintahan yang baik, dari aspek historis ada dua pendekatan, personal dan sistem. Pada masa Plato
pendekatan secara personal telah dipraktekkan. Menurut Plato, penyelenggaraan pemerintahan
yang berkuasa idealnya dipraktekkan dengan cara
paternalistik, maksudnya, para penguasa yang bijaksana dapat menempatkan
diri selaku ayah yang arif dan bijaksana
dalam setiap tindakannya terhadap anak-anaknya memberikan kasih dan ketegasan
demi kebahagiaan anak-anak itu sendiri. Aristoteles, berpendapat bahwa pemegang
kekuasaan haruslah orang yang takluk pada hukum, dan harus senantiasa diwarnai
oleh penghargaan dan penghormatan terhadap kebebasan, kedewasaan dan kesamaan
derajat. Namun masalahnya, tidak mudah mencari pemimpin dengan kualitas pribadi
yang sempurna. Oleh karena itu, dicarikan pendekatan sistem merupakan
alternatif yang paling memungkinkan. Plato sendiri, di usia tuanya merubah
gagasannya dari semula mengidealkan pemerintah itu dijalankan oleh raja-filosof
menjadi pemerintahan yang dikendalikan oleh hukum. Penyelenggaraan negara yang
baik, menurut Plato, ialah yang didasarkan pada pengaturan hukum yang baik.
Konstitusi Melarang SBY Menjadi Wapres
Konstitusi Melarang SBY Menjadi Wapres
Mengapa SBY dilarang menjadi Wapres?. Marilah kita menyimak dengan
saksama Pasal 8 UUD 1945: “Jika presiden
mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam
masa jabatannya, ia digantikan oleh wakil presiden sampai habis masa
jabatannya”.
Ini
artinya, seorang wakil presiden akan tampil menjadi presiden kembali, jika
presiden telah berhalangan tetap sebagaimana telah ditentukan oleh konstitusi
pasal 8 tersebut. Meski SBY belum pernah menjabat sebagai wakil presiden, dan
tiadanya larangan secara eksplisit di dalam UUD 1945 menjadi Wapres, namun
secara konstitusional, Presiden SBY yang telah menjabat selama dua kali masa
jabatan tidak diperkenankan menjadi wakil presiden. Dikhawatirkan, jika hal ini
dipaksakan, maka sewaktu-waktu akan terjadi benturan dan kekacauan konstitusi
jika seorang presiden benar-benar berhalangan
tetap.
Maaf pak
SBY, urusan rakyat dan negara-bangsa menumpuk, jangan mengomentari ocehan orang
yang tidak bermutu ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Jika Sobat Ingin Belajar Hukum Yang Baik dan Benar Rajinlah membaca Blog Hukum dan Ketatanegaraan ini dan Tinggalkanlah Komentar Yang Baik.