Rabu, 22 Juni 2016

KEHADIRAN GOJEK DAN DILEMA PEMERINTAHAN JOKOWI




Oleh Warsito, SH., M.Kn.
Dosen:
                 Fakultas Hukum Universitas Satyagama;
            Fakultas Hukum Universitas Islam Syekh Yusuf, Tangerang;
                 Fakultas Hukum Universitas Jakarta.
     

          Keberadaan gojek selama ini sedang populer di masyarakat dan sudah menjadi pemandangan umum berseliweran dijalanan. Kehadiran Gojek disambut suka cita sekaligus duka. Suka cita karena pengemudi rata-rata sehari-hari dapat membawa pulang uang sebesar Rp. 300. 000,- (tigaratus ribu rupiah), jumlah uang yang tidak sedikit untuk ukuran orang yang bekerja di standard gaji UMR. Sementara bagi gojek konvensional merasa berduka bahkan menganggapnya sebagai "kiamat kecil" karena pendapatannya terkoreksi akibat beroperasinya aplikasi gojek dadakan ini. Eksistensi pengemudi yang mengenakan jacket dan helm serba hijau ini memantik pro kontra perdebatan diruang publik. 

 Image result for gambar Gojek
Animo masyarakat untuk menjadi pengemudi Gojek kian hari kian meningkat demi mengejar pundi-pundi rupiah yang dikabarkan penghasilannya cukup menggiurkan. Driver Gojek diminati dari mulai pengangguran, ibu rumah tangga yang cekak mengatur dapurnya, bahkan mahasiswa pun ikut berbondong-bondong turut menyambi menjadi pengemudi Gojek alih-alih mencoba peruntungan untuk tambahan biaya kuliah. Layanan Gojek menyediakan fasilitas aplikasi online selain dapat digunakan masyarakat untuk moda transportasi juga untuk keperluan pemesanan makanan sehari-hari yang ditalangi terlebih dahulu managemen Gojek, setelah barang diantar ke tempat tujuan, barulah nasabah mengganti sejumlah belanja yang telah dikeluarkan, ditambah dengan biaya ongkos jasa pengiriman.  
Masyarakat banyak yang jatuh hati dengan adanya aplikasi Gojek Online ini, selain berbiaya murah, tepat waktu, dari sisi kenyamanan Gojek online lebih unggul dibandingkan Gojek konvensional, selain itu pengemudinya relatif lebih taat asas rambu-rambu lalu lintas. Bagi yang kontra, keberadaan Gojek dicari alasan melanggar UU. No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Gojek tidak memiliki perizinan sebagaimana diatur oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hal lain, Gojek dipandang sebagai saingan dan dapat menggerus rezeki ojek konvensional. Berbeda yang pro keberadaan Gojek, meski secara normatif gojek melanggar undang-undang, tetapi dilihat dari aspek kemanfaatan, gojek jauh lebih membantu masyarakat luas, terutama kalangan menengah-bawah dapat menggeliatkan ekonomi kerakyatan.
Ribut-ribut soal Gojek online, mengapa kita tidak pernah mempermasalahkan Gojek konvensional yang sudah lama beroperasi?. Padahal ojek konvensional juga tidak memiliki ijin sebagai angkutan jalan raya.
Apabila ditelisik lebih jauh keberadaan Gojek memiliki manfaat sebagai berikut:
1.     Dapat mengurangi pengangguran;
2.    Menambah penghasilan bagi yang freelance;
3.    Membantu pemerintah mengurangi kemiskinan;
4.    Stabilitas nasional akan kondusif.

PEMBAHASAN
          Namun keberadaan Gojek itu dilematis bagi pemerintahan Joko Widodo. Presiden ketika dilantik oleh MPR mengucapkan sumpah akan memegang teguh UUD 1945 dan menjalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada nusa dan bangsa. Ini artinya, Gojek yang belum memiliki izin transportasi, secara normatif presiden dilarang mendukungnya. Apabila presiden membolehkan beroperasinya Gojek dapat dikwalifisir Presiden melanggar sumpah jabatan, akibatnya dapat di impeachment (dimakzulkan/diturunkan/disidang istimewakan). Sisi lain, jika presiden latah melarang beroperasinya Gojek maka “tamatlah Jokowi di Pemilu 2019”. Inilah dilemanya Presiden Jokowi. Menteri Perhubungan, Jonan secara spontan sempat melarang Gojek online, namun buru-buru diralatnya karena tahu dampak sosial yang akan ditimbulkan. Larangan Gojek online oleh menteri perhubungan telah terjadi big mistake atau keseleo lidah menteri terkesan dalam membaca undang-undang menggunakan kaca mata kuda, padahal keberadaan Gojek manfaatnya kentara dirasakan oleh rakyat.
      Belajar ilmu hukum tidak hanya teks redaksional semata, hukum harus terintegrasi, holistik dan komprehensif dengan realitas kehidupan yang ada di masyarakat. Ada 3 (tiga) aspek penegakan hukum: kepastian hukum, keadilan hukum, dan kemanfaatan hukum. Hukum secara kontekstual harus mengikuti perkembangan jaman, hukum harus dapat mengikuti gerak nadi masyarakat (aspek sosiologis), hukum harus pula mengikuti kecanggihan teknologi, agar hukum tidak kedodoran kalah cepat dan lekas  usang dimakan zaman (verourded).
Seharusnya pemimpin kita berterima kasih kepada anak-anak negeri ini  yang telah berinovasi menciptakan kreativitas ekonomi kerakyatan yang dapat menggairahkan daya beli masyarakat. Gojek dilihat dari sisi untung ruginya, jauh lebih besar manfaatnya, ketimbang mudharatnya tidak ada pihak-pihak yang dirugikan justru banyak keuntungan yang dirasakan oleh masyarakat, lalu kenapa kita harus meributkan bahkan melarang keberadaan Gojek?. Bukankah pemerintah belum mampu sepenuhnya melaksanakan amanat konstitusi untuk mensejahterakan  rakyatnya?.
      Sudah tepat sikap Presiden Joko Widodo tetap membolehkan beroperasinya Gojek online meski secara normatif tidak patut dilakukan  sebagai seorang presiden. Presiden Joko Widodo tentu paham jika ikut-ikutan melarang beroperasinya Gojek taruhannya mahal bagi dirinya, sebab, ketika mencalonkan kembali Presiden di 2019 hampir pasti kepercayaan masyarakat akan tergerus untuk memilihnya  kembali.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jika Sobat Ingin Belajar Hukum Yang Baik dan Benar Rajinlah membaca Blog Hukum dan Ketatanegaraan ini dan Tinggalkanlah Komentar Yang Baik.

HUKUM, KETATANEGARAAN DAN KONSTITUSI

ALUN-ALUN PATI YANG BERSIH DAN INDAH YANG MEMILIKI TAGLINE KOTA BUMI MINA TANI

                                                         Alun-Alun, Pati, Jawa-Tengah   Pati Jawa-Tengah kini terus berbenah untuk mewujudka...

Pak Jokowi, Kami Dosen Belum Menerima Tunjangan Covid-19