Oleh Warsito, SH.,
M.Kn.
Dosen:
Fakultas Hukum Universitas
Satyagama;
Fakultas Hukum Universitas Islam
Syekh Yusuf, Tangerang;
Fakultas Hukum Universitas Jakarta.
Keberadaan
gojek selama ini sedang populer di masyarakat dan sudah menjadi pemandangan
umum berseliweran dijalanan. Kehadiran Gojek disambut suka cita sekaligus duka. Suka cita karena pengemudi rata-rata sehari-hari dapat membawa pulang uang sebesar Rp. 300. 000,- (tigaratus ribu rupiah), jumlah uang yang tidak sedikit untuk ukuran orang yang bekerja di standard gaji UMR. Sementara bagi gojek konvensional merasa berduka bahkan menganggapnya sebagai "kiamat kecil" karena pendapatannya terkoreksi akibat beroperasinya aplikasi gojek dadakan ini. Eksistensi pengemudi
yang mengenakan jacket dan helm serba hijau ini memantik pro kontra perdebatan diruang publik.
Animo masyarakat untuk menjadi pengemudi
Gojek kian hari kian meningkat demi mengejar pundi-pundi rupiah yang dikabarkan
penghasilannya cukup menggiurkan. Driver
Gojek diminati dari mulai pengangguran, ibu rumah tangga yang cekak mengatur dapurnya, bahkan mahasiswa
pun ikut berbondong-bondong turut menyambi menjadi pengemudi Gojek alih-alih mencoba peruntungan untuk
tambahan biaya kuliah. Layanan Gojek menyediakan fasilitas aplikasi online selain dapat digunakan masyarakat untuk moda transportasi juga untuk keperluan pemesanan makanan sehari-hari yang ditalangi terlebih
dahulu managemen Gojek, setelah barang diantar ke tempat tujuan, barulah
nasabah mengganti sejumlah belanja yang telah dikeluarkan, ditambah
dengan biaya ongkos jasa pengiriman.
Masyarakat banyak yang jatuh hati dengan adanya aplikasi Gojek Online ini, selain berbiaya
murah, tepat waktu, dari sisi kenyamanan Gojek online lebih unggul dibandingkan Gojek konvensional, selain itu pengemudinya relatif lebih taat asas
rambu-rambu lalu lintas. Bagi yang kontra, keberadaan Gojek dicari alasan melanggar
UU. No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Gojek tidak memiliki perizinan sebagaimana diatur oleh peraturan perundang-undangan
yang berlaku. Hal lain, Gojek dipandang sebagai saingan dan dapat menggerus rezeki ojek
konvensional. Berbeda yang pro keberadaan Gojek, meski secara normatif gojek melanggar undang-undang, tetapi dilihat dari aspek kemanfaatan, gojek
jauh lebih membantu masyarakat luas, terutama kalangan menengah-bawah dapat menggeliatkan ekonomi kerakyatan.
Ribut-ribut soal Gojek online,
mengapa kita tidak pernah mempermasalahkan Gojek konvensional yang sudah lama
beroperasi?. Padahal ojek konvensional juga tidak memiliki ijin sebagai
angkutan jalan raya.
Apabila ditelisik lebih jauh
keberadaan Gojek memiliki manfaat sebagai berikut:
1. Dapat mengurangi pengangguran;
2. Menambah penghasilan bagi
yang freelance;
3. Membantu pemerintah mengurangi
kemiskinan;
4. Stabilitas nasional akan kondusif.
PEMBAHASAN
Namun keberadaan
Gojek itu dilematis bagi pemerintahan Joko Widodo. Presiden ketika dilantik oleh MPR mengucapkan
sumpah akan memegang teguh UUD 1945 dan menjalankan segala undang-undang dan
peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada nusa dan bangsa. Ini
artinya, Gojek yang belum memiliki izin transportasi, secara
normatif presiden dilarang mendukungnya. Apabila presiden membolehkan beroperasinya Gojek dapat
dikwalifisir Presiden melanggar sumpah jabatan, akibatnya dapat di
impeachment (dimakzulkan/diturunkan/disidang istimewakan). Sisi lain, jika presiden latah melarang beroperasinya
Gojek maka “tamatlah Jokowi di Pemilu 2019”. Inilah dilemanya Presiden Jokowi. Menteri Perhubungan,
Jonan secara spontan sempat melarang Gojek online, namun buru-buru diralatnya karena tahu dampak sosial yang akan ditimbulkan. Larangan Gojek online oleh menteri
perhubungan telah terjadi big mistake atau keseleo lidah menteri terkesan dalam membaca
undang-undang menggunakan kaca mata kuda, padahal keberadaan Gojek manfaatnya kentara dirasakan oleh
rakyat.
Belajar ilmu hukum tidak
hanya teks redaksional semata, hukum harus terintegrasi, holistik dan
komprehensif dengan realitas kehidupan yang ada di masyarakat. Ada 3 (tiga) aspek penegakan hukum: kepastian hukum, keadilan hukum,
dan kemanfaatan hukum. Hukum secara kontekstual harus mengikuti perkembangan
jaman, hukum harus dapat mengikuti gerak nadi masyarakat (aspek sosiologis), hukum harus pula mengikuti kecanggihan teknologi, agar hukum tidak kedodoran kalah cepat dan lekas usang dimakan zaman (verourded).
Seharusnya pemimpin kita berterima kasih
kepada anak-anak negeri ini yang telah berinovasi menciptakan kreativitas ekonomi
kerakyatan yang dapat menggairahkan daya beli masyarakat. Gojek dilihat dari
sisi untung ruginya, jauh lebih besar manfaatnya, ketimbang mudharatnya tidak ada pihak-pihak yang dirugikan justru banyak
keuntungan yang dirasakan oleh masyarakat, lalu kenapa kita harus meributkan
bahkan melarang keberadaan Gojek?. Bukankah pemerintah belum mampu sepenuhnya melaksanakan amanat konstitusi untuk mensejahterakan rakyatnya?.
Sudah tepat sikap Presiden Joko Widodo tetap membolehkan beroperasinya Gojek online meski secara normatif tidak patut dilakukan sebagai seorang presiden. Presiden Joko Widodo tentu paham jika ikut-ikutan melarang
beroperasinya Gojek taruhannya mahal bagi dirinya, sebab, ketika mencalonkan kembali Presiden di 2019 hampir pasti kepercayaan masyarakat akan tergerus untuk memilihnya kembali.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Jika Sobat Ingin Belajar Hukum Yang Baik dan Benar Rajinlah membaca Blog Hukum dan Ketatanegaraan ini dan Tinggalkanlah Komentar Yang Baik.