Oleh WARSITO, SH., M.Kn.
Dosen Fakultas Hukum, Universitas
Satyagama, Jakarta,
Kandidat Doktor Ilmu Pemerintahan
Universitas Satyagama, Jakarta,
Tim Perumus Tata Naskah DPD-RI Tahun
2007
Juara I Lomba Pidato MPR/DPR Tahun 2003
Sidang Tahunan MPR
yang diselenggarakan dari tahun 2000 s/d 2003 dengan kerja keras dan
gedubrak-gedubrug, hasilnya sama sekali tidak terlihat dirasakan oleh
rakyat, negara-bangsa. Peliputan media masa cetak maupun elektronik baik dari
dalam maupun luar negeri berjubel dan antusias meliput jalannya Sidang
Tahunan MPR agar tidak ketinggalan momen penting. Sayangnya, hasil Sidang
Tahunan dalam bentuk TAP MPR selama ini hanya menjadi tumpukan-tumpukan kertas
belaka. Sidang Tahunan dari tahun ke tahun yang paling diuber-uber oleh
wartawan, anggota Majelis dan pegawai MPR adalah kemunculan sosok
presiden dan wakil presiden memasuki ruang Sidang Paripurna Majelis. Bukan main
riuh-rendahnya wartawan ketika sang pesiden muncul berebut jeprat-jepret gambar
orang nomor satu di Republik ini, begitu juga tak kalah ketinggalan
pegawai MPR yang ditugaskan di posnya masing-masing ikut-ikutan lari
berhamburan mendekat-dekat sang Presiden, biar terlihat di televisi dianggap
orang hebat di kampungnya.
Saya bersyukur,
selama menjadi abdi negara sejak 1997 s/d 2008 kini namanya ASN (Aparatur Sipil
Negara) saya dapat melihat secara langsung orang nomor satu di republik ini,
mulai dari Presiden kedua, Soeharto; ketiga, Bacharuddin Jusuf Habibie (B.J.
Habibie); ke empat, Abdurrahman Wahid; kelima, Megawati Soekarnoputri, dan ke
enam, Susilo Bambang Yudhoyono. Di gedung yang konon megah ini hati saya justru
tidak merasa indah, dalam hati terus bergelayut dan bertanya-tanya untuk apa
sesungguhnya ST (Sidang Tahunan) ini dilaksanakan jika hasilnya tidak
bermanfaat untuk rakyat. Dalam tulisan ini saya akan fokus membahas mengenai
urgensi Sidang Tahunan MPR dari aspek legal formal yang dihelat di bulan
Agustus kemarin.
Posisi Presiden
Presiden yang dipilih
oleh rakyat secara langsung posisinya sekarang bukan untergeordnet
(bawahan) Majelis, tetapi sudah neben (sejajar). Berbeda ketika UUD 1945
belum dilakukan perubahan, Presiden yang dipilih oleh MPR menjadikan kedudukan
Presiden untergeordnet kepada Majelis. Sidang Tahunan MPR tidak memiliki
produk yang bermanfaat sehingga hasilnya sia-sia belaka yang terjadi cuma
menghambur-hamburkan duit rakyat. Kepada rakyat lah Presiden memberikan
pertanggungjawaban dan laporan kinerjanya, bukan kepada MPR karena rakyat yang
telah memilihnya.
Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR), pada tanggal 14 Agustus kemarin menghelat
Sidang Tahunan kembali. Penyelenggaraan rencana Sidang Tahunan semula
dijadwalkan dua hari, tetapi dalam rapat konsultasi antara Presiden Joko Widodo
dan Pimpinan Lembaga Negara lainnya di Istana Bogor, pada hari Rabu 5/8/2015 (Kompas.com),
diringkas menjadi satu hari. Menurut Ketua MPR, Sidang Tahunan diringkas, biar
efisien dan tidak bertele-tele. Sebelumnya, Sidang Tahunan MPR kali pertama
dilaksanakan pada tahun 2000 s/d 2003. Sidang Tahunan MPR sempat
beberapa tahun mengalami kevakuman dari tahun 2004 s/d 2014, disebabkan
setelah amandemen UUD 1945 kedudukan MPR berubah dari lembaga tertinggi Negara
menjadi lembaga Negara sederajat dengan lembaga-lembaga Negara lain, agar dapat
melakukan kegiatan fungsi saling mengonrol (cheks and balances).
Penting bagi MPR,
memahami dasar hukum penyelenggaraan Sidang Tahunan MPR yang diatur melalui TAP
MPR No III/MPR/2002 tentang Penetapan Pelaksanaan Sidang Tahunan MPR RI tahun
2003. Berdasarkan TAP MPR No I/MPR/2003 tentang Peninjauan Terhadap Materi dan
Status Hukum Ketetapan MPRS dan MPR RI Tahun 1960-2002, Materi dan Status Hukum
TAP MPR tentang Sidang Tahunan dikelompokkan TAP MPRS/MPR yang dinyatakan tidak
perlu dilakukan tindakan hukum lebih lanjut, baik karena bersifat final (einmalig),
telah dicabut, maupun telah selesai dilaksanakan. Sidang Tahunan MPR yang
dihelat, selain tidak ada aturannya, juga tidak memiliki gereget. Tata Tertib
MPR yang dijadikan panduan untuk menggelar Sidang Tahunan tidak memiliki
kekuatan hukum. Sebab, Tata Tertib MPR hanya berlaku untuk internal Majelis
tidak dikenal dalam hierarki Peraturan Perundang-Undangan. Bagaimana jika
menggunakan dasar hukum UU No 17 tahun 2014 Tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD ( UU
MD3)?, UU MD3 didalamnya tidak ada tugas MPR untuk meminta laporan
pertanggungjawaban lembaga-lembaga negara. Pasal 5 UU MD3 menginformasikan
tugas MPR diantaranya: memasyarakatkan Ketetapan MPR, sedangkan status Hukum
TAP MPR tentang Sidang Tahunan sebagaimana sudah saya jelaskan. Kedudukan
UU itu dibawah Ketetapan MPR (UU No 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-Undangan /UU P3), demi hukum harus batal dengan
sendirinya (null and void). Itu pun jika UU MD3 memberikan tugas kepada
MPR untuk menyelenggarakan SidangTahunan.
Jangan Mengada-Ada
Kedudukan MPR sebagai
lembaga Negara sederajat dengan lembaga-lembaga Negara: DPR, DPD, MK, KY, MA,
dan BPK. Dalam batas penalaran logis, MPR yang berkedudukan sebagai lembaga
Negara, tidak memiliki kewenangan untuk meminta pertanggungjawaban organ Negara
yang kedudukannya sederajat dengannya. Presiden dan Wakil Presiden yang
dipilih oleh rakyat secara langsung (Pasal 6A UUD 1945) menjadikan posisi MPR bukan
sebagai pemegang dan pelaksana sepenuhnya kedaulatan rakyat. Jadi, tidak ada
keharusan Presiden untuk nunduk-nunduk mendatangi Sidang Tahunan MPR yang tak
berdasar ini. Dari Tahun ke tahun penyelenggaraan Sidang Tahunan Presiden
selalu hadir. Hal ini, Presiden juga perlu membangun kemitraan hubungan yang
harmonis dengan Majelis (DPR dan DPD), meski Presiden tahu urgensi ST ini.
Hubungan yang harmonis antara Pesiden dan Majelis penting dijalin dengan erat.
Sebab, jika sewaktu-waktu Presiden di makzulkan (impeachment), yang
secara hukum sudah diputus bersalah oleh Mahkamah Konstitusi melanggar UUD
1945, secara keputusan politik, Presiden masih bisa berlindung dibalik voting
MPR berharap tidak diberhentikan.
Hanya Obral Ketetapan
MPR
Dari pengalaman
Sidang Tahunan MPR sebelumnya, MPR hanya menerbitkan beberapa TAP MPR yang
sifatnya cuma berisi rekomendasi kepada lembaga-lembaga negara untuk
dilaksanakan. Kecuali, hasil Sidang Tahunan MPR, untuk memutuskan perubahan UUD
1945, yang hasilnya sangat bermanfaat untuk menata ulang organ-organ
kelembagaan Negara agar dapat melakukan kegiatan fungsi saling mengontrol (cheks
and balances). Jika dilacak dan disimak dengan saksama, substansi TAP-TAP
MPR yang berisi rekomendasi tersebut hanya bersifat semantik belaka.
Pasalnya, tidak ada keharusan untuk dilaksanakan, sehingga jika ada lembaga
Negara membandal tidak mengindahkan rekomendasi TAP MPR, maka tidak ada
konsekuensi dampak yuridis yang ditimbulkan. Ironinya, rekomendasi yang
diamanatkan TAP MPR belum dilaksanakan, keberlakuannya sudah dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku lagi. Jadi, selama ini hasil Sidang Tahunan MPR
sekadar obral Ketetapan MPR, wajar, hasilnya mubadzir. Apakah MPR periode
2014-2019 ingin mengulangi kesalahan yang sama?. Padahal, Negara telah mengeluarkan
dana milyaran rupiah untuk kemeriahan setiap Sidang Tahunan MPR. Persiapan dan
pelaksanaan Sidang Tahunan dilakukan dengan prima utamanya, pasukan Sekretariat
Jenderal MPR dikerahkan penuh agar jalannya Sidang Tahunan dapat berjalan
lancar dan sukses. Sekretariat Jenderal MPR yang terdiri dari pegawai inti:
PNS, tenaga perbantuan, terkadang meminta bantuan tetangga sebelah (Setjen
DPR-RI) sebelum pelaksanaan sidang, sering “pindah rumah” menginap sementara di
kantor dengan membawa pakaian: sarung, celana, baju dan sajadah, agar tidak
terlambat ketika pelaksanaan Sidang Tahunan dimulai. Inilah fakta nyata,
kesiapan Sekretariat Jenderal MPR menghadapi Sidang Tahunan yang belum terkuak
oleh khalayak ramai. Tetapi, sayangnya, antara kerja keras dengan hasil Sidang
Tahunan MPR tak berbanding lurus. Dari hasil kerja keras Pegawai Sekretariat
Jenderal MPR, dan anggota Majelis yang terdiri anggota DPR dan DPD yang hadir
di persidangan, wajar jika mendapatkan uang Sidang. Sidang Tahunan, juga
dipandang berkah bagi tenaga perbantuan, dari hasil kerja kerasnya
mendapatkan honorarium. Sidang Tahunan sedikit berdampak positip membantu
kementerian tenaga kerja dan transmigrasi karena sementara dapat mengatasi
masalah pengangguran. Untuk pegawai MPR, ada tambahan khusus, selain
mendapatkan uang paket, uang sidang, uang cuci jas, dan beberapa vitamin
penguat tubuh agar prima dalam menyiapkan pelaksanaan Sidang Tahunan MPR.
Penyelenggaraan Sidang Tahunan, jangan diada-adakan hanya untuk memperbanyak
kegiatan MPR, apalagi bertujuan untuk mencairkan dana buat bancakan ramai-ramai
mendapatkan pundi-pundi rupiah. MPR jangan bingung, mentang-mentang pasca
amandemen UUD 1945 tugas konstitusionalnya hanya lima tahunan sekali melantik
Presiden dan/atau Wakil Presiden, lalu mencari-cari kerjaan. Sidang Tahunan
harus dimaknai: “apakah, hasilnya ada kepentingan untuk kesejahteraan rakyat
atau tidak”?
Kesimpulannya,
Presiden sudah neben/sejajar dengan majelis, jadi, Sidang Tahunan MPR
tidak diperlukan lagi untuk meminta laporan atau pertanggungjawaban kepada
Presiden. Apa pun namanya, yang dilaporkan Presiden kepada Majelis tidak
relevan lagi. Dalam batas penalaran logis, sebutan MPR itu baru ada,
ketika sidang joint session dilaksanakan (sidang gabungan
bertemunya anggota DPR dan anggota DPD (membentuk cluster MPR) yang pimpinan
MPR nya dijabat oleh DPR dan DPD, ketika melantik Presiden dan Wakil Presiden.
Lembaga MPR tidak layak dipermanenkan. Dipermanenkannya lembaga MPR, ujung dari
semua itu, sekalipun orang awam akan bisa membaca, MPR itu memiliki
kepentingan. Sebab, jika MPR tidak dipermanenkan, dampaknya, selain
Pimpinan MPR dihapuskan, juga ketiadaan Sekretariat Jenderal MPR yang
memboroskan duit Negara untuk gaji dan tunjangan Sekjen, wakil sekjen,
Deputi, kepala biro, kepala bagian dan pegawai Sekretariat Jenderal.
Berikutnya, jika MPR tidak dipermanenkan, kita tidak dibisingkan lagi istilah
rebutan paket Pimpinan MPR.
Jadi
untuk apa Sidang Tahunan MPR digelar?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Jika Sobat Ingin Belajar Hukum Yang Baik dan Benar Rajinlah membaca Blog Hukum dan Ketatanegaraan ini dan Tinggalkanlah Komentar Yang Baik.