Sabtu, 25 Juni 2016

POSISI PRESIDEN NEBEN BUKAN UNTERGEORDNET




Oleh WARSITO, SH., M.Kn.
Dosen Fakultas Hukum, Universitas Satyagama, Jakarta,
Kandidat Doktor Ilmu Pemerintahan Universitas Satyagama, Jakarta,
Tim Perumus Tata Naskah DPD-RI Tahun 2007
Juara I Lomba Pidato MPR/DPR Tahun 2003

Sidang Tahunan MPR yang diselenggarakan dari tahun 2000 s/d 2003 dengan kerja keras dan gedubrak-gedubrug, hasilnya sama sekali tidak terlihat dirasakan oleh  rakyat, negara-bangsa. Peliputan media masa cetak maupun elektronik baik dari dalam maupun luar negeri berjubel dan antusias meliput jalannya Sidang Tahunan MPR agar tidak ketinggalan momen penting. Sayangnya, hasil Sidang Tahunan dalam bentuk TAP MPR selama ini hanya menjadi tumpukan-tumpukan kertas belaka. Sidang Tahunan dari tahun ke tahun yang paling diuber-uber oleh wartawan, anggota Majelis  dan pegawai MPR adalah kemunculan sosok presiden dan wakil presiden memasuki ruang Sidang Paripurna Majelis. Bukan main riuh-rendahnya wartawan ketika sang pesiden muncul berebut jeprat-jepret gambar orang nomor satu di Republik ini, begitu juga tak kalah  ketinggalan pegawai MPR yang ditugaskan di posnya masing-masing ikut-ikutan lari berhamburan mendekat-dekat sang Presiden, biar terlihat di  televisi dianggap orang hebat di kampungnya. 
 
Saya bersyukur, selama menjadi abdi negara sejak 1997 s/d 2008 kini namanya ASN (Aparatur Sipil Negara) saya dapat melihat secara langsung orang nomor satu di republik ini, mulai dari Presiden kedua, Soeharto; ketiga, Bacharuddin Jusuf Habibie (B.J. Habibie); ke empat, Abdurrahman Wahid; kelima, Megawati Soekarnoputri, dan ke enam, Susilo Bambang Yudhoyono. Di gedung yang konon megah ini hati saya justru tidak merasa indah, dalam hati terus bergelayut dan bertanya-tanya untuk apa sesungguhnya ST (Sidang Tahunan) ini dilaksanakan jika hasilnya tidak bermanfaat untuk rakyat. Dalam tulisan ini saya akan fokus membahas mengenai urgensi Sidang Tahunan MPR dari aspek legal formal yang dihelat di bulan Agustus kemarin.
Posisi Presiden
Presiden yang dipilih oleh rakyat secara langsung posisinya sekarang bukan untergeordnet (bawahan) Majelis, tetapi sudah neben (sejajar). Berbeda ketika UUD 1945 belum dilakukan perubahan, Presiden yang dipilih oleh MPR menjadikan kedudukan Presiden untergeordnet kepada Majelis. Sidang Tahunan MPR tidak memiliki produk yang bermanfaat sehingga hasilnya sia-sia belaka yang terjadi cuma menghambur-hamburkan duit rakyat. Kepada rakyat lah Presiden memberikan pertanggungjawaban dan laporan kinerjanya, bukan kepada MPR karena rakyat yang telah memilihnya.
Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), pada tanggal 14 Agustus kemarin  menghelat Sidang Tahunan kembali. Penyelenggaraan rencana Sidang Tahunan semula dijadwalkan dua hari, tetapi dalam rapat konsultasi antara Presiden Joko Widodo dan Pimpinan Lembaga Negara lainnya di Istana Bogor, pada hari Rabu 5/8/2015 (Kompas.com), diringkas menjadi satu hari. Menurut Ketua MPR, Sidang Tahunan diringkas, biar efisien dan tidak bertele-tele. Sebelumnya, Sidang Tahunan MPR kali pertama dilaksanakan pada  tahun 2000 s/d 2003. Sidang Tahunan MPR sempat  beberapa tahun mengalami kevakuman dari tahun 2004 s/d 2014, disebabkan setelah amandemen UUD 1945 kedudukan MPR berubah dari lembaga tertinggi Negara menjadi lembaga Negara sederajat dengan lembaga-lembaga Negara lain, agar dapat melakukan kegiatan fungsi saling mengonrol (cheks and balances).
Penting bagi MPR, memahami dasar hukum penyelenggaraan Sidang Tahunan MPR yang diatur melalui TAP MPR No III/MPR/2002 tentang Penetapan Pelaksanaan Sidang Tahunan MPR RI tahun 2003. Berdasarkan TAP MPR No I/MPR/2003 tentang Peninjauan Terhadap Materi dan Status Hukum Ketetapan MPRS dan MPR RI Tahun 1960-2002, Materi dan Status Hukum TAP MPR tentang Sidang Tahunan dikelompokkan TAP MPRS/MPR yang dinyatakan tidak perlu dilakukan tindakan hukum lebih lanjut, baik karena bersifat final (einmalig), telah dicabut, maupun telah selesai dilaksanakan. Sidang Tahunan MPR yang dihelat, selain tidak ada aturannya, juga tidak memiliki gereget. Tata Tertib MPR yang dijadikan panduan untuk menggelar Sidang Tahunan tidak memiliki kekuatan hukum. Sebab, Tata Tertib MPR hanya berlaku untuk internal Majelis tidak dikenal dalam hierarki Peraturan Perundang-Undangan. Bagaimana jika menggunakan dasar hukum UU No 17 tahun 2014 Tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD ( UU MD3)?, UU MD3 didalamnya tidak ada tugas MPR untuk meminta laporan pertanggungjawaban lembaga-lembaga negara. Pasal 5 UU MD3 menginformasikan tugas MPR diantaranya: memasyarakatkan Ketetapan MPR, sedangkan status Hukum TAP MPR tentang Sidang Tahunan sebagaimana sudah saya  jelaskan. Kedudukan  UU itu dibawah Ketetapan MPR (UU No 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan /UU P3),  demi hukum harus batal dengan sendirinya (null and void). Itu pun jika UU MD3 memberikan tugas kepada MPR untuk menyelenggarakan SidangTahunan.
Jangan Mengada-Ada
Kedudukan MPR sebagai lembaga Negara sederajat dengan lembaga-lembaga Negara: DPR, DPD, MK, KY, MA, dan BPK. Dalam batas penalaran logis, MPR yang berkedudukan sebagai lembaga Negara, tidak memiliki kewenangan untuk meminta pertanggungjawaban organ Negara yang kedudukannya sederajat  dengannya. Presiden dan Wakil Presiden yang dipilih oleh rakyat secara langsung (Pasal 6A UUD 1945) menjadikan posisi MPR bukan sebagai pemegang dan pelaksana sepenuhnya kedaulatan rakyat. Jadi, tidak ada keharusan Presiden untuk nunduk-nunduk mendatangi Sidang Tahunan MPR yang tak berdasar ini. Dari Tahun ke tahun penyelenggaraan Sidang Tahunan Presiden selalu hadir. Hal ini, Presiden juga perlu membangun kemitraan hubungan yang harmonis dengan Majelis (DPR dan DPD), meski Presiden tahu urgensi ST ini. Hubungan yang harmonis antara Pesiden dan Majelis penting dijalin dengan erat. Sebab, jika sewaktu-waktu Presiden di makzulkan (impeachment), yang secara hukum sudah diputus bersalah oleh Mahkamah Konstitusi melanggar UUD 1945, secara keputusan politik, Presiden masih bisa berlindung dibalik voting MPR berharap tidak diberhentikan.
Hanya Obral Ketetapan MPR
Dari pengalaman Sidang Tahunan MPR sebelumnya, MPR hanya menerbitkan beberapa TAP MPR yang sifatnya cuma berisi rekomendasi kepada lembaga-lembaga negara untuk dilaksanakan. Kecuali, hasil Sidang Tahunan MPR, untuk memutuskan perubahan UUD 1945, yang hasilnya sangat bermanfaat untuk menata ulang organ-organ kelembagaan Negara agar dapat melakukan kegiatan fungsi saling mengontrol (cheks and balances). Jika dilacak dan disimak dengan saksama, substansi TAP-TAP MPR yang berisi rekomendasi tersebut hanya bersifat  semantik belaka. Pasalnya, tidak ada keharusan untuk dilaksanakan, sehingga jika ada lembaga Negara membandal tidak mengindahkan rekomendasi TAP MPR, maka tidak ada konsekuensi dampak yuridis yang ditimbulkan. Ironinya, rekomendasi yang diamanatkan TAP MPR belum dilaksanakan, keberlakuannya sudah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi. Jadi, selama ini hasil  Sidang Tahunan MPR sekadar obral Ketetapan MPR, wajar, hasilnya mubadzir. Apakah MPR periode 2014-2019 ingin mengulangi kesalahan yang sama?. Padahal, Negara telah mengeluarkan dana milyaran rupiah untuk kemeriahan setiap Sidang Tahunan MPR. Persiapan dan pelaksanaan Sidang Tahunan dilakukan dengan prima utamanya, pasukan Sekretariat Jenderal MPR dikerahkan penuh agar jalannya Sidang Tahunan dapat berjalan lancar dan sukses. Sekretariat Jenderal MPR yang terdiri dari pegawai inti: PNS, tenaga perbantuan, terkadang meminta bantuan tetangga sebelah (Setjen DPR-RI) sebelum pelaksanaan sidang, sering “pindah rumah” menginap sementara di kantor dengan membawa pakaian: sarung, celana, baju dan sajadah, agar tidak terlambat ketika pelaksanaan Sidang Tahunan dimulai. Inilah fakta nyata, kesiapan Sekretariat Jenderal MPR menghadapi Sidang Tahunan yang belum terkuak oleh khalayak ramai. Tetapi, sayangnya, antara kerja keras dengan hasil Sidang Tahunan MPR tak berbanding lurus. Dari hasil kerja keras Pegawai Sekretariat Jenderal MPR, dan anggota Majelis yang terdiri anggota DPR dan DPD yang hadir di persidangan, wajar jika mendapatkan uang Sidang. Sidang Tahunan, juga dipandang  berkah bagi tenaga perbantuan, dari hasil kerja kerasnya mendapatkan honorarium. Sidang Tahunan sedikit berdampak positip membantu kementerian tenaga kerja dan transmigrasi karena sementara dapat mengatasi masalah pengangguran. Untuk pegawai MPR, ada tambahan khusus, selain mendapatkan uang paket, uang sidang, uang cuci jas, dan beberapa vitamin penguat tubuh agar prima dalam menyiapkan pelaksanaan Sidang Tahunan MPR. Penyelenggaraan Sidang Tahunan, jangan diada-adakan hanya untuk memperbanyak kegiatan MPR, apalagi bertujuan untuk mencairkan dana buat bancakan ramai-ramai mendapatkan pundi-pundi rupiah. MPR jangan bingung, mentang-mentang pasca amandemen UUD 1945 tugas konstitusionalnya hanya lima tahunan sekali melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden, lalu mencari-cari kerjaan. Sidang Tahunan harus dimaknai: “apakah, hasilnya ada kepentingan untuk kesejahteraan rakyat atau tidak”?
Kesimpulannya, Presiden sudah neben/sejajar dengan majelis, jadi, Sidang Tahunan MPR tidak diperlukan lagi untuk meminta laporan atau pertanggungjawaban kepada Presiden. Apa pun namanya, yang dilaporkan Presiden kepada Majelis tidak relevan lagi. Dalam batas penalaran logis, sebutan MPR itu  baru ada, ketika  sidang joint session dilaksanakan (sidang gabungan bertemunya anggota DPR dan anggota DPD (membentuk cluster MPR) yang pimpinan MPR nya dijabat oleh DPR dan DPD, ketika melantik Presiden dan Wakil Presiden. Lembaga MPR tidak layak dipermanenkan. Dipermanenkannya lembaga MPR, ujung dari semua itu, sekalipun orang awam akan bisa membaca, MPR itu memiliki kepentingan. Sebab, jika MPR tidak dipermanenkan, dampaknya,  selain Pimpinan MPR dihapuskan, juga ketiadaan Sekretariat Jenderal MPR yang memboroskan duit Negara untuk  gaji dan tunjangan Sekjen, wakil sekjen, Deputi, kepala biro, kepala bagian dan pegawai Sekretariat Jenderal. Berikutnya, jika MPR tidak dipermanenkan, kita tidak dibisingkan lagi istilah rebutan paket Pimpinan MPR.                           
    Jadi untuk apa Sidang Tahunan MPR digelar?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jika Sobat Ingin Belajar Hukum Yang Baik dan Benar Rajinlah membaca Blog Hukum dan Ketatanegaraan ini dan Tinggalkanlah Komentar Yang Baik.

HUKUM, KETATANEGARAAN DAN KONSTITUSI

Kesan dan Pesan Pengalaman Pertama Kali Berkunjung ke Guci, Slawi, Tegal

  Pada hari Sabtu, tanggal 23 Juni 2024 hari yang cerah saya dan istri menghadiri acara resepsi pernikahan teman istri saya satu bagian di Y...

Pak Jokowi, Kami Dosen Belum Menerima Tunjangan Covid-19