Oleh WARSITO, SH., M.Kn.
Dosen Fakultas Hukum Universitas Jayabaya, Jakarta
Dosen Fakultas Hukum Universitas Satyagama, Jakarta
Alumni Magister Kenotariatan UI
Juara I Test Analis Undang-Undang DPR RI Tahun 2016
Juara I Lomba Pidato MPR-DPR Tahun 2003
Kutinggalkan PNS MPR yang sudah kurintis dengan susah payah sejak tahun 1997 dari mulai bergaji pokok bulanan hanya sekitar 197ribuan sampai dengan tahun 2008 saya putuskan berhenti menjadi PNS sudah menerima puluhan juta rupiah. Disaat Sekretariat Jenderal MPR mengalami kesejahteraan meningkat pegawai menerima uang sidang, uang paket dan lain-lain serta aneka ragam tunjangan yang menggiurkan, justru saya malah berhenti menjadi PNS Setjen MPR. Karuan saja ketika saya pamitan kepada teman-teman rasanya tidak percaya jika saya berhenti PNS.
Sejak rerformasi 1998 pasca runtuhnya Pak Harto dari Jabatan Presiden RI pergantian pemerintahan orde baru ke orde reformasi, MPR rutin mengadakan sidang-sidang tahunan selain sidang istimewa MPR untuk menurunkan Presiden, dengan adanya kegiatan rutin itu dengan sendirinya pegawai MPR bertambah sejahtera. Untuk menambah kantong tebal pegawainya agar makmur, sosialisasi 4 Pilar pun gencar diadakan baik di masyarakat maupun di Perguruan Tinggi seluruh Indonesia. 4 Pilar yang gencar diselenggarakan oleh MPR yaitu: Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhinneka Tungga Ika.
Diterima PNS MPR Potong 5 Kambing
Semula saya diterima menjadi PNS MPR senangnya bukan main meski hanya bergolongan rendahan IIA karena start saya waktu masuk PNS hanya berijasah SMA, berbeda dengan teman-teman yang masuk dengan start Sarjana maka langsung mendapatkan golongan IIIA. Awal menjadi PNS MPR senang dan bahagia serta bersyukur kepada Allah SWT, rasa syukur itu saya wujudkan memotong 5 kambing di Kampung saya di Dukuh Bukung, Kayen, Pati, Jawa-Tengah. Sebagai manusia yang berevolusi lama kelamaan saya merasakan hidup tidak hanya sekedar cukup ekonomi tapi butuh aktualisasi diri pengakuan dihadapan teman-teman lainnya, sebab di lingkungan PNS itu harus diakui dengan jujur bagi yang bergolongan rendah hanya akan dipandang sebelah mata saja, berbeda dengan orang-orang yang berjabatan dan golongan tinggi, perbuatannya benar atau salah dia tetap dianggap benar. Di PNS itu ukurannya ijasah dan pangkat golongan, dengan masuk punya ijasah tinggi maka golongannya akan tinggi pula bukan pinter atau bodoh ukurannya, tapi golongan atau kepangkatannya, bukan pula rajin atau malas yang dilihatnya untuk menentukan promosi tapi golongan dan pangkat dan tentu saja bisa mengambil hati atasan agar cepat dipromosikan. Maka ketika saya masih aktif di Sekretariat Jenderal MPR ada plesetan RMS (RAJIN MALES SAMI MAWON), alias rajin malas sama saja.
Saya sudah perhitungkan sampai pensiun pun saya tidak bakalan promosi jabatan jika saya tidak kuliah lagi untuk menaikkan karir saya. Sedangkan teman-teman saya yang sudah menyelesaikan sarjana dan sudah mendapat penyesuaian ijasah sampai sekarang sejak saya tulis artikel ini Februari 2021 masih belum juga mendapatkan promosi jabatan.
SEDIH KETIKA DIBACAKAN PETUGAS UPACARA TIDAK BERGELAR
Saya sering ditugasi jika ada upacara-upacara bendera untuk membacakan naskah Pembukaan UUD 1945, Pancasila dan memandu dirigent Indonesia Raya. Ketika nama-nama petugas upaca tersebut dibacakan hati saya sedih dan malu karena petugas yang lainnya sudah bergelar semua sedangkan saya belum. Maka itu saya kuliah untuk menuntut ilmu agar juga mendapatkan karir yang baik di PNS, sebab, jika saya teruskan PNS di MPR, hanya berijasah SMA saja sampai kapanpun saya tidak akan mendapatkan promosi selamanya saya akan tetap menjadi kacung terus. Oleh karena itu saya Kuliah mulai tahun 1998 di Fakultas Hukum Universitas Satyagama lulus tahun 2002 kemudian pada tahun 2004 saya melanjutkan kuliah di S2 UI Magister Hukum lulus tahun 2006. Selesai kuliah saya laporkan kepada bagian kepegawaian agar diproses untuk disesuaikan ijsasah saya, ternyata kepegawaian MPR tidak amanah tidak mau menyesuaikan ijasah saya, padahal aturannya jika PNS bergolongan ruang IId kebawah sudah memilki ijasah S1 dapat disesuaikan menjadi golongan IIIA. Untuk ukuran cukup menurut saya PNS MPR sudah sangat sejahtera, sebelum PNS-PNS lain ada tunjangan macam-macam Sekretariat Jenderal MPR sudah duluan ada uang tunjangan banyak. Tapi ternyata kesejahteraan dan kecukupan pegawai itu tidak selamanya bisa menentramkan hati saya menjadi PNS karena masih terasa ada yang kurang, dimana jika saya berijasah SMA dan hanya bergolongan IIa tidak bakalan dianggap, saya tetap akan menjadi suruhan dan Kacung terus-menerus, padahal ketika masuk pertama PNS saya mendorong troly atau gerobak untuk mengambil barang-barang inventaris kantor pun saya jalani dengan senang hati, saya jalankan dengan ikhlas karena memang tugas dan tanggungjawab saya sebagai staf PNS. Hanya saja ketika saya sudah menyelesaikan kuliah mestinya Sekretariat Jenderal segera menyesuaikan ijasah saya karena ini amanat undang-undang yang harus segera dijalankan. Tapi namanya manusia yang memiliki sifat iri dan dengki tidak ingin melihat orang lain maju dan bahagia yang ada justru menghambat karir orang.
Begitulah selayang pandang mengapa saya harus sampai berhenti menjadi PNS bukan karena saya tidak bersyukur tetapi bathin saya tidak tentram karena di PNS ukurannya bukan pintar atau gobloknya seseorang, bukan pula rajin atau malasnya sesorang, tetapi ijasah dan golongan yang menjadi ukurannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Jika Sobat Ingin Belajar Hukum Yang Baik dan Benar Rajinlah membaca Blog Hukum dan Ketatanegaraan ini dan Tinggalkanlah Komentar Yang Baik.