Rabu, 06 Januari 2021

KEADILAN RESTORATIF DAN DIVERSI KEPADA ANAK DIBAWAH UMUR DALAM KASUS PARODI LAGU KEBANGSAAN INDONESIA RAYA

 

 Oleh WARSITO, SH., M.Kn.

 Dosen Fakultas Hukum Universitas Jayabaya, Jakarta

Dosen Fakultas Hukum Universitas Satyagama, Jakarta

Alumni Magister Kenotariatan UI

Juara I Test Analis Undang-Undang DPR RI Tahun 2016  

Juara I Lomba Pidato MPR-DPR Tahun 2003

 

Ketika saya pernah menjadi PNS di Sekeretariat Jenderal MPR RI selama 11 tahun, sering ditugasi untuk memandu dirigent lagu Kebangsaan Indonesia Raya dalam upacara-upacara pengibaran Bendera. Tatkala mendengar khabar Lagu Kebangsaan Indonesia Raya diparodikan dengan nyanyian pelecehan tiba-tiba “darah saya menjadi mendidih”. Lagu Kebangsaan Indonesia Raya ini sebagai spirit untuk kemajuan dan kebanggaan bangsa Indonesia. Lagu karya WR. Soepratman tidak hanya dinyanyikan untuk acara-acara sakral yang sifatnya Kenegaraan, tetapi juga dinyanyikan oleh masyarakat kalangan bawah dari tingkat RT-RW-Kelurahan tatkala sedang memperingati HUT  Kemerdekaan RI.

Sebagai warga Negara Indonesia, ketika menyanyikan lagu Kebangsaan Indonesia Raya jika bisa menghayati dengan khidmat kettika pada sampai bait “Bangunlah Jiwanya, Bangunlah Badannya untuk Indonesia Raya”, niscaya bathinnya akan bergetar dan meleleh airmatanya sebagai tanda bukti bahwa kita bangga dan cinta kepada bangsa Indonesia sebagai tumpah darah kita.

Saya tidak mengira pelecehan ini dilakukan oleh anak yang masih dibawah umur, semula dugaan banyak orang Parodi Lagu Kebangsaan Indonesia Raya dilakukan oleh Warga Negara Malaysia, mengingat hubungan Indonesia-Malaysia sebagai negara serumpun selama ini sering terjadi suasana  panas-dingin, apalagi diketahui parodi pelecehan Lagu Kebangsaan Indonesia Raya ini berasal dari akun di Malaysia. Tetapi setelah diselidiki oleh Polis Diraja Malaysia ternyata Parodi pelecehan Lagu Kebangsaan Indonesia Raya tersebut dilakukan oleh WNI sendiri. Astagfirullahal ‘adziim!. Yang lebih bikin geleng-geleng kepala saya, diluar dugaan pelakunya masih anak dibawah umur.

 

APRESIASI KEPADA POLIS DIRAJA MALAYSIA

Hanya satu kata yang patut disampaikan kepada Polis Diraja Malaysia LUAR BIASA karena telah mengusut dengan sungguh-sungguh pelaku Parodi Lagu Kebangsaan Indonesia Raya, sebelum menemukan pelakunya di Sabah yang notabene WNI sendiri Polis Diraja Malaysia berjanji akan mengungkap kasus penghinaan Parodi Lagu Kebangsaan Indonesia Raya ini tanpa pandang bulu sekali pun warga negaranya sendiri akan ditindak dengan tegas. Begitu juga Kepolisian Republik Indonesia perlu diapresiasi telah sigap menangkap pelakunya di Cianjur hasil pengembangan dari penyelidikan Polis Diraja Malaysia di Sabah Malaysia tersebut.

Kasus ini dapat dijadikan hikmah agar kita dapat menjalin hubungan lebih erat lagi dalam pergaulan antar bangsa apalagi dengan negara serumpun tetangga kita di Malaysia. Didalam pergaulan hidup bangsa-bangsa di dunia, kita saling membutuhkan satu dengan yang lainnya, hubungan Indonesia-Malaysia yang selama ini panas-dingin perlu dirajut persaudaraan yang lebih akrab. Jangankan dengan Malaysia negara yang serumpun kita harus baik dan rukun, dengan bangsa-bangsa diseluruh dunia meski berbeda suku, ras, agama dan budaya kita wajib menjalin tali persaudaraan yang baik, walaupun kita berlain-lainan bangsa, karena sesungguhnya kita adalah satu yaitu, ciptaan Allah SWT makhluk yang berasal dari Adam.

 

Begitu diketahui pelaku Parodi Lagu Kebangsaan Indonesia Raya ini masih anak dibawah umur, " semula darah saya yang mendidih”, sedikit agak turun tensinya. Saya kasihan kepada adik yang masih dibawah umur ini, bagaimana cara belajarnya tentang Etika Moral dan wawasan kebangsaan sampai tega-teganya menghina lagu kebangsaan Indonesia Raya milik bangsa sendiri. Tadinya memang saya geram sekali karena lagu Kebangsaan kita dilecehkan tetapi karena pelakunya masih anak dibawah umur kita harus tunduk kepada UU Sistem Peradilan Pidana Anak yang tidak boleh ditangkap atau ditahan tetapi perlu didekati dengan keadilan Restoratif dan Diversi.

 

UU TENTANG LAGU KEBANGSAAN.

Pasal 64 UU No. 24 Tahun 2009 Tentang Bendera, Bahasa dan Lagu Kebangsaan Indonesia Raya diatur sanksinya dengan tegas, Setiap orang dilarang: a. mengubah Lagu Kebangsaan dengan nada, irama, kata-kata, dan gubahan lain dengan maksud untuk menghina atau merendahkan kehormatan Lagu Kebangsaan; b. memperdengarkan, menyanyikan, ataupun menyebarluaskan hasil ubahan Lagu Kebangsaan dengan maksud untuk tujuan komersial ;atau c. menggunakan Lagu Kebangsaan untuk iklan dengan maksud untuk tujuan komersial.

Dipertegas Pasal 70 Setiap orang yang mengubah Lagu Kebangsaan dengan nada,irama,kata-kata,dan gubahan lain dengan maksud untuk menghina atau merendahkan kehormatan Lagu Kebangsaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 huruf a, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5(lima) tahun atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (limaratus juta rupiah).

 

Penyebar Konten Parodi Pelecehan Lagu Kebangsaan Indonesia Raya Bisa Dipidana

Pasal 71 (1) Setiap orang yang dengan sengaja memperdengarkan, menyanyikan, ataupun menyebarluaskan hasil ubahan Lagu Kebangsaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 huruf b, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1(satu) tahun atau denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus jutarupiah). (2) Ketentuan ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku juga bagi setiap orang yang dengan sengaja menggunakan Lagu Kebangsaan untuk iklan komersial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 huruf c.

 

Keadilan Restoratif dan Diversi

Keadilan Restoratif dan Diversi

Keadilan Restoratif adalah penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban, dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula, dan bukan pembalasan.

 Diversi adalah pengalihan penyelesaian perkara Anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana. Proses Pengadilan adalah untuk merehabilitasi bukan untuk menghukum. Penangkapan, penahanan anak, dan pengadilan anak adalah upaya terakhir kalaupun dilakukan harus dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.

 

Pelaku Parodi pelecehan Lagu Kebangsaan Indonesia Raya masih anak dibawah umur berdasarkan UU No. 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, dalam ketentuan umum yang dimaksud Anak yang Berkonflik dengan Hukum yang selanjutnya disebut Anak adalah anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana.

Pasal 3 Setiap Anak dalam proses peradilan pidana berhak: a. diperlakukan secara manusiawi dengan memperhatikan kebutuhan sesuai dengan umurnya; b. dipisahkan dari orang dewasa; c. memperoleh bantuan hukum dan bantuan lain secara efektif; d. melakukan kegiatan rekreasional; e. bebas dari penyiksaan, penghukuman atau perlakuan lain yang kejam, tidak manusiawi, serta merendahkan derajat dan martabatnya; f. tidak dijatuhi pidana mati atau pidana seumur hidup; g. tidak ditangkap, ditahan, atau dipenjara, kecuali sebagai upaya terakhir dan dalam waktu yang paling singkat; h. memperoleh keadilan di muka pengadilan Anak yang objektif, tidak memihak, dan dalam sidang yang tertutup untuk umum; i. tidak dipublikasikan identitasnya; j. memperoleh pendampingan orang tua/Wali dan orang yang dipercaya oleh Anak; k. memperoleh advokasi sosial; l. memperoleh kehidupan pribadi; m. memperoleh aksesibilitas, terutama bagi anak cacat; n. memperoleh pendidikan; o. memperoleh pelayananan kesehatan; dan p. memperoleh hak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 4 (1) Anak yang sedang menjalani masa pidana berhak: a.mendapat pengurangan masa pidana; b.memperoleh asimilasi; c.memperoleh cuti mengunjungi keluarga; d.memperoleh pembebasan bersyarat; e.memperoleh cuti menjelang bebas; f.memperoleh cuti bersyarat; dan g.memperoleh hak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

 

HAKIM SEBELUM MENJATUHKAN PUTUSAN

Pasal 60 (1) Sebelum menjatuhkan putusan, Hakim memberikan kesempatan kepada orang tua/Wali dan/atau pendamping untuk mengemukakan hal yang bermanfaat bagi Anak. (2) Dalam hal tertentu Anak Korban diberi kesempatan oleh Hakim untuk menyampaikan pendapat tentang perkara yang bersangkutan. (3) Hakim wajib mempertimbangkan laporan penelitian kemasyarakatan dari Pembimbing Kemasyarakatan sebelum menjatuhkan putusan perkara. (4) Dalam hal laporan penelitian kemasyarakatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dipertimbangkan dalam putusan Hakim, putusan batal demi hukum.

Meski ada keadilan restoratif supaya anak dibawah umur tidak mengulangi perbuatan tindak pidana lagi harus ada pembimbing atau lembaga kemasyarakatan untuk membina anak tersebut agar menjadi lebih baik etika moralnya kedepan.

 

Jumat, 01 Januari 2021

SAATNYA CALON PRESIDEN INDEPENDENT TAHUN 2024

 


Oleh WARSITO, SH., M.Kn.

 Dosen Fakultas Hukum Universitas Jayabaya, Jakarta

Dosen Fakultas Hukum Universitas Satyagama, Jakarta

Alumni Magister Kenotariatan UI

Juara I Test Analis Undang-Undang DPR RI Tahun 2016  

Juara I Lomba Pidato MPR-DPR Tahun 2003

 

Sejak Pilpres digelar secara langsung oleh rakyat dari tahun 2004 s/d 2019,  jujur ada rasa kejenuhan dan membosankan untuk memilih mencoblos satu diantaranya, soalnya dari periode ke periode calon presiden yang disuguhkan cuma itu-itu saja orangnya. Dari periode ke periode kami cuma dicekoki pilihan ganda yang harus saya pilih padahal kurang lengkap pilihannya. Ini semua akibat pencalonan presiden dan wakil presiden hanya bisa diusung oleh Partai Politik atau gabungan Partai Politik, pencalonan presiden sudah dimonopoli oleh partai politik. Kelemahan besar pasangan Capres-Cawapres yang hanya dapat diusung oleh partai politik atau gabungan partai politik tidak akan menghasilkan Capres-Cawapres yang berkualitas baik, justru anak-anak bangsa yang memiliki kecerdasan, jujur dan kapabel, tetapi tidak memiliki kendaraan partai politik tidak bisa ikut berlaga di kontestan Pilpres. Ini sangat tidak adil.

 

SAATNYA CALON PRESIDEN INDEPENDENT Sudah Saatnya ada Capres Independent agar rakyat tidak bosan disuguhi memilih Capres-Cawapres yang itu-itu saja, maka jalan satu-satunya MPR harus melakukan perubahan UUD 1945 untuk mewadahi pencalonan presiden secara independent guna memberikan kesempatan yang sama kepada putra/putri terbaik bangsa untuk ikut berlaga di Pilpres 2024. Atau setidak-tidaknya pemberlakuan Presidential threshold (ambang batas) di parlement sebagai syarat parpol mengajukan calon presiden dihapuskan, karena tidak ada hubungannya antara ambang batas dengan Presiden terpilih. Dengan dihilangkannya presidential threshold, maka kader-kader terbaik partai dapat dicalonkan menjadi Capres-cawapres. Jika presidential threshold ini diterapkan secara terus-menerus dapat mengamputasi calon-calon lain yang berkualitas baik, yang diuntungkan hanya partai-partai politik besar saja yang bisa mengajukan kadernya menjadi calon presiden, sementara partai-partai yang kecil tidak memiliki kesempatan yang sama.

Ingatlah!, ketika rakyat akan menentukan pilihan Capresnya, sudah pasti didasarkan kepada kriteria pribadi calon presiden bukan melihat partainya, meskipun pencalonan presiden yang bersangkutan sendiri diusung oleh partai politik terbesar atau gabungan partai politik tersebut.

 

Tidak Adil

MPR mumpung masih ada waktu untuk merubah UUD 1945 terkait calon presiden independent di tahun 2024, lakukanlah perubahan konstitusi secara holistik dan komprehensif yang berkeadilan untuk sejarah anak-anak bangsa. Didalam merubah UUD 1945 tidak hanya calon presiden independent yang perlu dimasukkan didalam konstitusi, GBHN sebagai haluan negara sebagai pembangunan yang terencana dan bertahap juga perlu dimasukkan kembali agar negara tidak kehilangan arah pembangunan bangsa. Dengan adanya calon presiden secara independent, konstitusi tidak hanya berlaku adil juga memberikan kesempatan yang sama didalam pemerintahan kepada segenap warga negara sesuai amanat konstitusi kita.

 

 

Senin, 28 Desember 2020

MARI BELAJAR HUKUM YANG BAIK DARI AMIEN RAIS

 

Oleh WARSITO, SH., M.Kn.

 Dosen Fakultas Hukum Universitas Jayabaya, Jakarta

Dosen Fakultas Hukum Universitas Satyagama, Jakarta

Alumni Magister Kenotariatan UI

Juara I Test Analis Undang-Undang DPR RI Tahun 2016  

Juara I Lomba Pidato MPR-DPR Tahun 2003

 

 

Amien Rais sebagai lokomotif reformasi tahun 1998, disebut juga bapak reformasi Indonesia klimaksnya “Soeharto memakzulkan dirinya sendiri sebagai Presiden Republik Indonesia”. Amien Rais  pernah dipuji oleh Mendiang Prof. Dr. Satjipto Rahardjo, meski latar belakang Amien Rais bukanlah sebagai seorang sarjana hukum, tetapi beliau mengajari kepada kita semua untuk belajar hukum yang baik. Mendiang Prof Emiritus Satjipto Rahardjo dalam menulis artikel-artikel tentang hukum senantiasa  dibaca enak, renyah dan menarik perhatian publik dalam memahami pengertian hukum secara komprehensif dan progresif.

 

Baca Juga: HUKUM BUKANLAH SEPERTI RINSO YANG BISA MENCUCI SENDIRI

BELAJAR HUKUM YANG BAIK DARI BAPAK REFORMASI

Belajar hukum yang baik itu pernah dicontohkan oleh seorang anak bangsa yang bernama Amien Rais, saya kutip artikel dari mendiang Prof. Satjipto Rahardjo berjudul: “Amien Rais Untuk Pembelajaran Hukum” (Kompas, 23 Mei 2007), mengingatkan kepada kita semua, bahwa, hukum itu bukanlah seperti rinso yang bisa mencuci sendiri melainkan perlu dimobilisasi dari seluruh komponen bangsa. Di tengah-tengah keributan tentang apa yang dinamakan dengan aliran dana dari Departemen Perikanan dan Kelautan kepada sejumlah pihak, Prof Amien Rais secara terbuka mengaku bahwa dirinya termasuk yang menerima aliran dana nonbudgeter tersebut (Kompas, 16 Mei 2007). Menurut Prof. Satjipto Rahardjo, disini, pengetahuan kita semua diperkaya, bahwa mobilisasi hukum ini tidak dilakukan oleh polisi atau jaksa, dapat saya tambahkan tidak dilakukan oleh hakim dan KPK melainkan dari adresat seorang anak bangsa yang bernama Amien Rais. Gerry Spence, advokat senior Amerika Serikat, memberikan wejangan masih dalam artikel Satjipto Rahardjo mengatakan, sebelum menjadi ahli hukum profesional, jadilah manusia yang berbudi pekerti luhur (evolved person) lebih dulu. Kalau tidak, para ahli hukum hanya akan lebih menjadi monster daripada malaikat penolong orang susah.

Artikel yang saya tulis secara singkat di Blog Hukum ini membahas betapa langkanya orang jujur dan berintegritas di negeri ini, yang ada justru jika terindikasi melakukan perbuatan korupsi malah mungkir, padahal kalau mengakui sebenarnya lebih baik, tinggal introspeksi diri dan bertaubat kepada Allah SWT. Lagi pula jika jujur mengakui telah melakukan perbuatan korupsi tentu ada pertimbangan dari hakim untuk meringankan hukumannya, karena tidak menyulitkan proses penyelidikan dan penyidikan.

 

Hukum ditangan orang-orang yang memiliki budi pekerti mulia, maka hukum akan menjadi baik meski tidak sempurna isi undang-undang. Sebaliknya, hukum ditangan orang-orang yang memiliki perilaku yang buruk akan menjadi malapetaka meski aturan perundang-undangan sudah lengkap.

          Begitu indahnya artikel Prof. Tjip (sapaan Prof. Satjipto Rahardjo), bahwa Prof Amien Rais tanpa sadar telah mengajarkan kepada kita semua bahwa negara hukum itu akan menjadi bangunan yang berkualitas manakala manusia-manusia di dalamnya berbudi pekerti luhur. Biarlah, kalau memang menurut hukum saya harus dipenjara, saya biar dipenjara, begitu kata profesor kita.

Siapa lagi anak bangsa yang ketika terindikasi korupsi bisa mensuritauladani bapak Reformasi tersebut?.



 

Sabtu, 26 Desember 2020

HUKUM BUKANLAH SEPERTI RINSO YANG BISA MENCUCI SENDIRI

 

Oleh WARSITO, SH., M.Kn.

 Dosen Fakultas Hukum Universitas Jayabaya, Jakarta

Dosen Fakultas Hukum Universitas Satyagama, Jakarta

Alumni Magister Kenotariatan UI

Juara I Test Analis Undang-Undang DPR RI Tahun 2016  

Juara I Lomba Pidato MPR-DPR Tahun 2003

 

Supremasi hukum (penegakan hukum) di suatu negara ukurannya dapat dilihat dari seberapa besar teori Lawrance Friedman diterapkan, menurut ahli hukum tersebut ada tiga (3) Indikator aspek penegakan hukum di suatu negara: pertama, Structure law (struktur hukum), artinya, apakah para penyelenggara negara dari mulai eksekutif, legislatif dan yudikatif  sudah taat hukum sebelum memerintahkan rakyatnya untuk mematuhi HUKUM?. Kedua, subtancy law (substansi hukum), apakah isi undang-undang tersebut sudah memenuhi syarat pembentukan perundang-undangan yang baik yang didalamnya terdapat asas keadilan, persamaan didepan hukum, persatuan, dan keterbukaan?. Yang ketiga, culture law (budaya hukum) apakah masyarakatnya sudah mematuhi hukum?.  Jika para penyelenggara negara saja tidak mematuhi hukum yang berlaku yang nota bene membuat aturan sendiri, jangan diharap masyarakat akan taat dan tunduk kepada hukum.

 

HUKUM BUKANLAH SEPERTI RINSO YANG BISA MENCUCI SENDIRI

Meminjam istilah Prof. Dr. Satjipto Raharjo (almr) hukum itu bukanlah seperti rinso yang bisa mencuci sendiri tetapi perlu dimobilisasi atau digerakkan oleh manusia berupa etika moral, jika etika moralnya baik maka hukum itu akan dapat mencapai tujuan yang diharapkan.

Sejalan dengan Spencer ahli hukum dari Amerika Serikat pernah mengatakan bahwa sebelum kita menjadi ahli hukum yang baik, maka terlebih dahulu jadilah pribadi-pribadi yang memiliki budi pekeri yang luhur. Apa yang disampaikan oleh Spencer ini tepat sekali dalam situasi negara-bangsa sekarang sedang banyak menyisakan berbagai macam persoalan Kebangsaan yang harus diselesaikan dengan mengedepankan dialog secara humanis. Kita semua perlu merenung sejenak ucapan Spencer tersebut sekalipun undang-undang itu lengkap jika etika moralnya terdegradasi, maka sudah dipastikan hukum itu tidak ada artinya apa-apa. Sebaliknya, sekalipun UU tidak lengkap pengaturannya, jika anak-anak bangsa memiliki budi pekerti yang luhur, maka hukum akan dapat berjalan sebagaimana mestinya sesuai tujuan pembentukan hukum untuk menegakkan kebenaran dan keadilan.

 

Semua Harus Taat Hukum

Para penegak hukum seperti KPK, Hakim, Kepolisian, Kejaksaan dan Advokat, semua harus taat hukum menjadi garda terdepan untuk menjalankan hukum dengan baik, benar dan adil, sebab rakyat pasti akan melihat contoh penegakan hukum terlebih dahulu dari atasnya. KPK sebagai lembaga yang ditugaskan untuk memberantas korupsi di negeri ini sudah seharusnya bekerja sesuai yang diperintahkan oleh UU dalam melakukan penindakan korupsi tidak boleh tebang pilih, harus ada  perlakuan yang sama dihadapan hukum.Siapa pun yang terbukti terlibat korupsi, KPK harus berani untuk memprosenya tanpa memandang siapa dia, itu baru kita berhukum dengan cara yang baik dan benar sesuai  kontruksi UUD 1945 bahwa negara Indonesia adalah negara hukum.

 

DUNIA GEGER ANAK PAK LURAH

Satu demi satu berita ramai persoalan tentang hukum belum terselesaikan, kini berganti lagi dihebohkan berita dahsyat dari Majalah Tempo dengan menurunkan sebuah artikel yang berpotensi menaikkan suhu politik. Artikel berjudul “Otak-Atik Paket Bansos dan Jatah untuk Pejabat Negara”  itu diduga menyinggung peranan putra Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka, dalam proyek bantuan sosial Covid-19 yang telah “memakan” korban politisi PDI Perjuangan Juliari Batubara. Untuk pengadaan goodie bag diserahkan ke Sritex atas rekomendasi dari Gibran. Itu jatah anak Pak Lurah, kata sumber Tempo di Kemensos, kata Andi Arief menceritakan kembali isi laporan itu. https://politik.rmol.id/read/2020/12/20/466714/pengadaan-goodie-bag-bansos-disebut-atas-rekomendasi-anak-pak-lurah-andi-arief-benarkah-itu-gibran.

 

BANTAHAN GIBRAN

Gibran pun tak tinggal diam. Ia membantah keterlibatannya dalam penunjukan PT Sritex sebagai vendor penyedia tas kain untuk menyalurkan Bansos. “Tidak pernah seperti itu, itu berita yang tidak benar,” kata Gibran yang ditemui seusai memberikan bantuan gizi di Banyuagung, Kadipiro, Solo, Senin (21/12/2020). (https://nasional.kompas.com/read/2020/12/23/05270081/bantahan-gibran-soal-kabar-terlibat-penunjukan-vendor-tas-kain-bansos?page=all)

Indonesia Negara Hukum

Masalah “anak pak Lurah”, Negara Indonesia  ini adalah negara hukum Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 didepan hukum segala warga negara bersamaan kedudukannya wajib menjunjung tinggi hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya (equality before of the law). Sebagai orang yang belajar hukum dan orang yang beragama, menurut saya persoalan anak pak lurah ini harus ditangani dan dibuktikan secara hukum oleh aparat penegak hukum apakah terlibat atau tidak anak pak lurah tersebut  mengenai skandal korupsi Bansos. Hukum harus bekerja sesuai dengan fungsinya untuk mencari kebenaran dan keadilan agar masyarakat percaya bahwa negara Indonesia ini benar-benar negara hukum. Jika “anak pak lurah” memang terbukti bersalah, harus diproses sesuai hukum yang berlaku tak peduli anak siapa dia, dihadapan hukum kita semua sama. Namun, jika ternyata anak pak lurah tidak terbukti terlibat Bansos, namanya harus direhabilitasi, dan Majalah Tempo harus segera meminta maaf, oleh karena itu kita jangan menghakimi ikut-ikutan menyalahkan, sebelum ada putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, disamping fitnah dan dosa besar secara etika wawasan kebangsaan juga tidak baik. Oleh karena itu, sebelum ada proses hukum saya tidak mau berprasangka negatif terlebih dahulu, Gibran telah memberikan hak bantahannya begitu juga pihak Sritek telah menyampaikan keterangannya, bahwa order tas Bansos itu tidak ada rekomendasi dari siapa pun. Sekarang tinggal menunggu kerja KPK untuk membuktikan aliran dana Bansos itu mengalir kemana saja. Dan KPK sebagai lembaga independent jangan gentar untuk mengusut semua yang terlibat kasus Bansos, yang benar katakan benar yang salah katakan salah. Begitulah dalam hukum positip dan ajaran agama yang saya ketahui, bahwa kita tidak boleh su‘udzon (berprasangka buruk) terlebih dahulu.

 

Perintah Untuk Berbuat Adil dan Berbuat Kebajikan

"Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran, dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran. (QS. An-Nahl:90).

 

Di lain ayat tentang perintah menegakkan Kebenaran dan Berlaku Adil Allah SWT berfirman:

"Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan." (QS. Al-Maidah: 8)

Agama Islam mengajarkan  untuk menegakkan keadilan, Rasulullah SAW sendiri pernah mengatakan sekalipun Fatimah Binti Muhammad anaknya sendiri yang mencuri akan dipotong tangannya.

Majalah tempo, yang meliput jurnalistik dalam menyiarkan berita tentu tidak sembarangan, bebas tetapi bebas yang bertanggungjawab bekerjanya pers dilindungi oleh undang-undang No. 40 tahun 1999 tentang Pers yang bersifat lex spesialis dan memegang teguh kode etik jurnalistik. Fungsi Pers antara lain sebagai Kontrol sosial tidak boleh mencampuradukkan antara opini dengan fakta. Pers diharapkan benar-benar bisa menjalankan fungsinya, liputan jurnalistik Majalah Tempo bisa saja salah bisa juga benar adanya, tugas KPK-lah untuk menjawabnya. Sekarang tinggal KPK yang diuji ketajiannya untuk membuktikan benar atau tidaknya anak  pak Lurah yang diduga terlibat BANSOS tersebut,  caranya dengan memanggil pihak-pihak yang disebutkan oleh majalah tempo untuk dilakukan penyelidikan, jika ternyata “anak pak lurah” terlibat Bansos, maka wajib hukumnya untuk diproses sesuai hukum yang berlaku. Tetapi jika ternyata tidak ditemukan anak pak lurah terlibat BANSOS, maka nama baiknya harus segera direhabilitasi dan Majalah Tempo wajib hukumnya meminta maaf. Untuk sementara, jika belum ada penyelidikan dan penyidikan oleh KPK dan belum memiliki putusan hakim yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap, lebih baik kita semua jangan menghakimi orang bersalah terlebih dulu, masih ada praduga tak bersalah (Presumtion of Innocense) kita semua perlu menunggu kerja KPK untuk menentukannya.

 

HUKUM, KETATANEGARAAN DAN KONSTITUSI

Proses Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dan Berbagai Permasalahannya

  Proses Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dan Berbagai Permasalahannya Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia...

Pak Jokowi, Kami Dosen Belum Menerima Tunjangan Covid-19