Selasa, 10 Maret 2009

PERANAN DPR-RI DALAM AIPA



Oleh: Warsito, S.H., M.Kn.
-Dosen Universitas Satyagama Jakarta
-Mantan Tim Perumus Tata Naskah DPD-RI
-PNS DPD-RI digolongkan II/c Berhenti Atas Peermintaan Seendiri



BAB I
PENDAHULUAN


Latar Belakang

AIPO (ASEAN Inter-Parliamentary Organization) secara resmi didirikan pada tanggal 2 September 1977, merupakan wadah pemersatu bagi parlemen-parlemen Asia Tenggara. Embrio terbentuknya AIPO diawali beberapa pertemuan kegiatan kunjungan bilateral antar anggota parlemen lima negara-negara anggota ASEAN untuk menumbuhkan rasa kebersamaan dan kesepahaman untuk saling membantu dan mendorong terwujudnya kerjasama yang lebih erat untuk memecahkan permasalahan-permasalahan yang sedang dihadapi negara-negara ASEAN. Pertemuan pertama diberi nama First ASEAN Parliamentary Meeting (APM). Pertemuan APM ke-2 diselenggarakan di Kuala Lumpur-Malaysia, mengadopsi statutes of the ASEAN Parliamentary Cooperation yang draftnya dirumuskan oleh Indonesia, menghasilkan draft statuta bernama: “Statutes of the ASEAN Parliamentary Cooperation” dan Deklarasi bersama (joint declaration), antara lain: meningkatkan kerja sama yang lebih erat antara parlemen negara-negara anggota ASEAN, yang bertugas mencari jalan untuk menyelesaikan permasalahan guna mencapai tujuan bersama. Tindaklanjut pertemuan APM pertama diselenggarakan di Tugu-Bogor pada tanggal 12-15 Mei 1975, kemudian terbentuk Working Committee, salah satu tujuannya adalah meletakkan dasar untuk membentuk sebuah forum/wadah bagi parlemen negara-negara anggota ASEAN, guna memberi kontribusi nyata bagi kesejahteraan dan perdamaian kawasan Asia Tenggara khususnya, dan dunia pada umumnya. ASEAN Charter yang dikembangkan ASEAN telah berubah dari bentuk asosiasi, menjadi suatu organisasi yang berkepribadian hukum (legal personality), sebagai landasan yuridis untuk mencapai tujuan dan sasaran bersama yang diinginkan. APM yang ke-3 dilaksanakan di Manila-Philipina, menyetujui the Statutes of AIPO secara resmi menandai berdirinya AIPO, sekaligus perubahan APM menjadi AIPO. Sidang Umum AIPO diadakan secara periodik setiap tahun sekali, ketua parlemen negara penyelenggara merangkap sebagai presiden AIPA.

BAB II
PEMBAHASAN

SIUM ke-27 diselenggarakan di Cebu City-Philipina menyepakati rekomendasi Ad Hoc Committee untuk melakukan transformasi AIPO menjadi institusi yang efektif dan terintegrasi dengan ASEAN. Amandemen statuta AIPO, termasuk di dalamnya adalah perubahan nama AIPO menjadi AIPA oleh sidang luar biasa executive committee yang diadakan di Kuala Lumpur. Deklarasi ASEAN dilaksanakan di Bangkok-Thailand Agustus 1967 salah satu tujuan deklarasi itu adalah mewujudkan visi ASEAN 2020, Bali Concord II tahun 2003. Visi mulia yang perlu mendapat dukungan dan difasilitasi untuk menuju terwujudnya komunitas ASEAN berdasarkan pada pilar: ASEAN Security Community (ASC), ASEAN Economic Community (AEC) dan ASEAN Socio-Cultural Community ((ASCC). Terwujudnya komunitas ASEAN (ASEAN Community) yang terintegratif perlu terus didorong dan difasilitasi melalui peran aktif para anggota parlemen dan organisasi kemasyarakatan lainnya, guna lebih mempererat hubungan parlemen-parlemen negara Asia Tenggara. AIPA perlu memiliki perundang-undangan bersama (common legislative initiative), untuk dikembangkan menjadi perundang-undangan nasional. Legislasi bersama itu, dapat memberi jalan keluar untuk memfasilitasi proses ratifikasi berbagai kesepakatan-kesepakatan yang telah dicapai bersama oleh ASEAN, sehingga ASEAN Community tersebut dapat diwujudkan. Peranan AIPA sangat besar untuk mewujudkan kesejahteraan dan kemakmuran di kawasan Asia Tenggara, sebagai buktinya adalah aktifnya para anggota parlemen membahas dan mencari solusi bagi masalah-masalah yang menyangkut kepentingan bersama. Tujuan dibentuknya AIPO adalah untuk meningkatkan kesadaran, solidaritas, kerjasama, dan hubungan yang lebih erat serta meningkatkan aspirasi regional bagi terwujudnya perdamaian, stabilitas pertahanan, dan kemajuan negara-negara anggota ASEAN. Pada saat berdirinya, AIPO beranggotakan lima parlemen negara-negara ASEAN, yakni: Indonesia, Malaysia, Philipines, Singapore dan Thailand. Kemudian pada tahun 1995 dan 1997 AIPO bertambah jumlahnya menjadi tujuh anggota, menyusul Vietnam dan Laos. Kemudian September 1999, Kamboja menyusul bergabung dengan AIPO. Sesuai prinsip anggaran dasarnya, keanggotaan AIPO itu terbuka bagi parlemen-parlemen negara anggota ASEAN. Khusus untuk Brunei Darussalam dan Myanmar, karena sistem pemerintahan kedua negara itu, belum memiliki parlemen, maka belum dapat bergabung dengan AIPO. Namun setiap ada kegiatan yang diselenggarakan oleh AIPO, kedua negara itu, tetap berperan aktif sebagai Peninjau Khusus (Special Observer). Selain anggota tetap, AIPO juga membina hubungan kerjasama dengan parlemen-parlemen negara lain diluar anggota ASEAN, yang berkedudukan sebagai parlemen mitra dialog (dialogue partner) terdiri dari: parlemen Australia, Amerika Serikat, Kanada, Cina, Jepang, Korea Selatan, Selandia Baru, Papua New Guinea, Federasi Rusia, dan Federasi Eropa, serta parlemen yang berstatus sebagai peninjau (observer).
Sidang Umum ke-28 AIPA akan diselenggarakan pada tanggal 19-24 Agustus 2007 di Kuala Lumpur-Malaysia, bertepatan dengan perayaan hari ulang tahun AIPO ke-30. Peringatan ini memiliki sentuhan yang mendalam bagi parlemen-parlemen negara Asia Tenggara, karena bertepatan dengan peresmian transformasi ASEAN Inter-Parliamentary Organization (AIPO) menjadi ASEAN Inter-Parliamentary Assembly (AIPA). Sampai dengan ulang tahunnya ke-30, AIPO beranggotakan 8 parlemen bernama: ASEAN member countries (Kamboja, Indonesia, Laos, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand dan Vietnam). Secara filosofis, dan historis berdirinya AIPO, terkait erat dengan pembentukan Association of Southeast Asian Nation (ASEAN), melalui deklarasi ASEAN yang ditandatangani pada tanggal 8 Agustus 1967 di Bangkok-Thailand. Indonesia, Filipina, Singapura dan Thailand adalah lima negara yang tercatat dalam sejarah sebagai the founding fathers terbentuknya ASEAN.
Pembentukan AIPO ini tidak terlepas dari peran aktif yang dijalankan oleh DPR-RI, sebagai salah satu negara penandatangan statuta berdirinya AIPO pada tahun 1977. Sampai saat ini, DPR-RI terus-menerus aktif memperjuangkan masalah-masalah yang sedang dihadapi Asia Tenggara. Sebagai bangsa Indonesia kami bangga, memiliki DPR-RI dapat memberikan kontribusi nyata dalam percaturan regional. DPR-RI adalah mewakili bangsa Indonesia dalam kedudukannya bertindak untuk dan atas nama seluruh rakyat Indonesia, melaksanakan amanat Pembukaan UUD 1945 yaitu: ‘ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial’.
Peranan AIPA diharapkan menjadi alat kontrol terhadap perkembangan situasi di kawasan Asia Tenggara. Memasuki abad ke- 21 ini, situasi global telah berubah cepat menjadi masyarakat yang demokratis dan transparan, dituntut peranan AIPA untuk lebih meningkatkan kepekaannya terhadap perubahan-perubahan sosial dewasa ini. AIPA agar terus mendorong terwujudnya isi deklarasi ASEAN, sehingga masyarakat negara-negara anggota ASEAN mampu menjadi masyarakat yang percaya pada diri sendiri, memiliki wawasan kedepan, serta aktif melakukan kerjasama baik secara bilateral, multilateral, maupun internasional. Hubungan antara AIPO dengan ASEAN telah dibangun dan diefektifkan melalui interaksi langsung, dialog, pertemuan dan konsultasi. Wujudnya, setiap kali penyelenggaraan sidang, AIPO selalu mengundang pimpinan ASEAN selaku ketua ASEAN Standing Committee, untuk menyampaikan langkah-langkah maju yang telah dicapai oleh ASEAN. Begitu juga, presiden AIPO senantiasa menghadiri setiap pertemuan KTT ASEAN, untuk melaporkan kemajuan-kemajuan yang telah dicapai AIPO. Concept paper yang diajukan oleh parlemen Indonesia, diterima sebagai usul untuk mewujudkan satu peta jalan (roadmap) transformasi AIPO menjadi institusi yang efektif dan terintegratif sebagai cerminan kehendak rakyat. Sidang merekomendasikan untuk melaksanakan survei comparatif tentang legislasi yang berkaitan dengan isu-isu khusus dan mengindentifikasikan permasalahannya, kemudian membuat legislasi yang merupakan concern bersama isu trans- nasional. AIPO berpandangan bahwa setiap manusia, tanpa membedakan suku bangsa, warna kulit, jenis kelamin, agama, kebangsaan, etnik golongan, status sosial dan keluarga, memiliki hak untuk hidup, martabat dan menikmati hasil pembangunan. Perhimpunan parlemen negara-negara anggota ASEAN dibentuk mempunyai maksud dan tujuan yang jelas sebagaimana tercantum dalam anggaran dasar amandemen the statutes of AIPO antara lain: memajukan solidaritas, kesepahaman, kerjasama dan hubungan yang lebih erat diantara Parlemen negara-negara ASEAN, negara peninjau khusus AIPA, negara peninjau dan organisasi keparlemenan lainnya.
Transformasi AIPO menjadi AIPA berawal dari usulan parlemen Philipina mengajukan konsep tentang kemungkinan mendirikan parlemen ASEAN pada SIUM ke-3 AIPO di Jakarta. Keberhasilan perubahan AIPO menjadi AIPA tidak terlepas dari peran aktif yang dijalankan oleh delegasi Indonesia, untuk memperjuangkan perubahan eksistensi sebuah organisasi. Berawal dari keinginan Indonesia untuk menjadi tuan rumah penyelenggaraan AIPO Adhoc Committee tentang transformasi AIPO menjadi sebuah institusi yang lebih efektif dan terintegratif. Delegasi Indonesia membentuk tim kecil dan mengadakan kunjungan ke beberapa negara anggota AIPO, dalam rangka merumuskan konsep roadmap transformasi AIPO. Gagasan Indonesia itu, pada akhirnya diterima sebagai konsep dasar bagi transformasi AIPO menjadi AIPA.
Peranan Sekretaris Jenderal AIPA sangat strategis untuk mensosialisasikan AIPA kepada masyarakat di kawasan ASEAN khususnya, dunia pada umumnya. Sekretariat tetap AIPO berkedudukan di Jakarta ditetapkan pada tanggal 17 Februari 1990 berdasarkan amandemen statuta AIPO. Dengan sendirinya Sekretariat AIPO itu juga berubah menjadi Sekretariat AIPA. Sekretariat AIPA dipimpin oleh seorang Sekretaris Jenderal berdomisili di tempat Sekretariat tetap AIPA berada. Sekretariat tetap AIPA di Jakarta, dapat dimaknai sebagai bentuk apresiasi dan kepercayaan parlemen-parlemen Asia Tenggara kepada kinerja Setjen DPR-RI pada umumnya, dan Bagian AIPO pada khususnya. Setjen DPR-RI tidak hanya dituntut untuk mampu melayani secara teknis administratif, kualitas, produktivitas dan kinerja yang ditujukan terbatas hanya untuk pelaksanaan fungsi dan tugas DPR-RI secara internal , tetapi lebih daripada itu, Setjen DPR-RI juga diuji kemampuannya secara berkesinambungan untuk mampu melayani kegiatan parlemen-parlemen yang bersifat regional. Indonesia pernah dipercaya menjadi Sekretaris Jenderal secara permanent yaitu M.J.B.P Maramis, yang ditetapkan pada SIUM ke-11 AIPO di Singapura. Dalam perkembangannya Sekjen AIPO itu adalah Sekjen parlemen negara tuan rumah penyelenggara SIUM dengan masa jabatan 1(satu) tahun bersamaan dengan masa jabatan presiden AIPO. Dengan kepercayaan itu, Setjen DPR-RI senantiasa dapat menjaga kehormatan, martabat, citra serta kewibawaannya. Keputusan Sekretariat tetap AIPO di Jakarta itu, hendaknya dijadikan spirit oleh Bagian AIPO Setjen DPR-RI, sebagai dorongan untuk terus-menerus meningkatkan kinerjanya dengan sebaik-baiknya, yang pada akhirnya akan dapat mengharumkan nama baik bangsa dan negara dimata parlemen-parlemen negara ASEAN.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan

Sebagai warga negara Indonesia, kami bangga memiliki DPR-RI yang mampu berperan aktif memperjuangkan masalah-masalah yang berkaitan dengan ekonomi, sosial, budaya, dan penegakan hak asasi manusia di kawasan Asia Tenggara ini. Harapan kami sebagai anak bangsa kepada organisasi antar parlemen-parlemen negara Asia tenggara, agar tidak disebut sekedar forum seremonial, maka, ‘berbunyilah nyaring’ kepada dunia internasional turut memecahkan permasalahan dan isu-isu aktual yang sedang dihadapi dunia. Misalnya, bagaimana sikap AIPA menyelesaikan kasus Irak yang adil dan bermartabat. Sikap tegas AIPA juga ditunggu untuk memecahkan kasus nuklir Iran yang ditujukan untuk kepentingan damai. Saatnya AIPA tampil kedepan, karena negara-negara yang ‘mengaku besar’, saat ini sudah tidak dapat diharapkan keadilannya. Dengan sikap tegas politik yang digaungkan oleh parlemen-parlemen Asia Tenggara itu, setidaknya dunia mendengar, bahwa AIPA itu bukan hanya berjuang untuk kepentingan ketertiban kawasan ASEAN, tetapi lebih daripada itu, AIPA mampu berperan untuk kepentingan masyarakat dunia pada umumnya. Meskipun ‘gertakan’ AIPA itu nanti pada akhirnya hanya spirit perjuangan moral untuk menegakkan kebenaran dan keadilan. Dengan sikap tegas itu, dipastikan AIPA akan mendapatkan tempat dihati masyarakatnya, paling tidak dunia akan mengakui eksistensi AIPA tersebut, yang telah berbuat sesuatu untuk menyelamatkan kepentingan masyarakat dunia dari kehancuran. Apabila ‘pesan perdamaian’ itu telah disampaikan oleh AIPA kepada dunia, yang termasuk didalamnya adalah DPR-RI, maka barulah kami, benar-benar bertambah bangga menjadi bangsa Indonesia. Selamat untuk Bapak Mr. AIPO Indonesia, Hon. M. Kharis Suhud, yang telah memperkenalkan AIPO membumi di kawasan ASEAN khususnya, dan dunia pada umumnya.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa, senantiasa memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada perkumpulan parlemen-parlemen Asia Tenggara ini, untuk memperjuangkan kawasan Asia Tenggara yang lebih baik lagi. Harapan kami transformasi AIPO menjadi AIPA ini, lebih mempererat tali persaudaraan dan memberikan sentuhan yang mendalam (keep and touch) antar parlemen negara-negara anggota ASEAN.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jika Sobat Ingin Belajar Hukum Yang Baik dan Benar Rajinlah membaca Blog Hukum dan Ketatanegaraan ini dan Tinggalkanlah Komentar Yang Baik.

HUKUM, KETATANEGARAAN DAN KONSTITUSI

ALUN-ALUN PATI YANG BERSIH DAN INDAH YANG MEMILIKI TAGLINE KOTA BUMI MINA TANI

                                                         Alun-Alun, Pati, Jawa-Tengah   Pati Jawa-Tengah kini terus berbenah untuk mewujudka...

Pak Jokowi, Kami Dosen Belum Menerima Tunjangan Covid-19