Minggu, 24 Januari 2016

Santet, “Antara Ada Memang Ada”




Oleh                                                                                                                                                                Dr. (c)  WARSITO, SH., M.Kn.                                                                                                   Kandidat Doktor Ilmu Pemerintahan Universitas Satyagama, Jakarta,                           Dosen Fakultas Hukum Universitas Satyagama, Jakarta,


            Kejahatan ilmu sihir/ilmu hitam (santet) pernah heboh diperbincangkan dan diusulkan melalui Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), tetapi, nasib RUU tersebut perlahan namun pasti  menghilang bak ditelan bumi. Nampaknya, perumus undang-undang kebingungan bukti materiil yang akan dibawa ke persidangan untuk membuktikan seseorang melakukan santet atau tidak, dikhawatirkan akan terjadi fitnah dan penghakiman massa.
            RUU KUHP Pasal 293 menyatakan sebagai berikut:
(1) Setiap orang yang menyatakan dirinya mempunyai kekuatan gaib, memberitahukan, memberikan harapan, menawarkan atau memberikan bantuan jasa kepada orang lain bahwa karena perbuatannya dapat menimbulkan penderitaan mental atau fisik seseorang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak Kategori IV;
(2) Jika pembuat tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 melakukan perbuatan tersebut untuk mencari keuntungan atau menjadikan sebagai mata pencaharian atau kebiasaan, maka pidananya ditambah dengan sepertiga."
 Keberadaan santet, selama ini masih banyak yang menganggapnya sebagai sebuah mistis. Banyak orang yang semula menggunakan pendekatan ilmiah semata, tidak mempercayai adanya santet, tetapi, setelah terkena dan merasakan sakitnya sendiri, baru percaya bahwa santet itu memang ada. Santet, teluh, tenung, guna-guna sudah sejak lama dikenal masyarakat, umumnya masyarakat pedesaan yang masih kental nuansa mistis, karena: iri hati, dengki, sakit hati, atau bisa juga karena ditolak cintanya.
            RUU KUHP yang akan memberlakukan santet terjadi pro kontra mengenai bukti materiilnya di persidangan. Hal ini menandakan, perumus undang-undang belum paham hekekat santet itu sendiri. Santet adalah kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) yang penanganannya harus dengan tindakan luar biasa pula. Santet tidak bisa dilakukan dengan pengadilan konvensional, harus menggunakan pengadilan khusus. Pengadilan Khusus, karena hakim dan saksi-sakinya harus didatangkan dari orang-orang yang ahli bidang ini. Tidak sembarangan, hanya orang-orang yang punya derajat kewalian atau aulia yang bisa membuktikan kena tidaknya santet. Jika orang yang mengirim ilmu hitam (santet) tersebut mungkir di persidangan, sedangkan saksi-saksi yang mempunyai tingkat kewalian mengatakan benar bahwa dia yang menyantet, tetapi tetap saja tidak  mengakui, maka orang yang memiliki tingkat kewalian tersebut tentu geram, mengajukan pertanyaan sekali lagi, guna memberikan kesempatan untuk berbicara jujur. Jika masih tetap tidak mengakui bahwa dia yang menyantet, puncaknya, waliyullah akan geram sambil berujar: “Jika benar kamu bukan yang menyantet, maka insya allah umurmu panjang, tetapi jika kamu yang menyantet tetapi mungkir, maka pendeklah umurmu. Kisah itu pernah terjadi orang yang mungkir tapi bukan di persidangan, dirumah waliyullah, karena tidak mengakui menyantet, terbukti selang tiga hari orang tersebut benar-benar meninggal dunia. Wallahu ‘alam.
            Pemerintah yang bertujuan untuk melindungi setiap anak negeri ini, sudah seharusnya segera mengesahkan RUU KUHP menjadi Undang-Undang untuk melindungi warganya dari kejahatan ilmu hitam. Pro kontra selama ini hanya terjebak soal saksi dan hakim, dikhawatirkan akan terjadi fitnah. Tetapi jangan khawatir, di negeri ini ada orang-orang saleh yang memiliki derajat kewalian, hanya saja tidak mau menampakkan diri dipermukaan. Umumnya, waliyullah sembunyi dalam hingar bingar dunia yang penuh sandiwara. Tetapi, jika dibutuhkan untuk kesaksian perbuatan santet, demi untuk menyelamatkan umat manusia, tentu mereka akan siap sedia. Masalahnya sekarang tergantung kepada kita, mau atau tidak untuk membuat aturan tentang santet.
            Di Arab Saudi  saja yang bukan Negara Islam terbesar bisa memiliki Undang-Undang tentang sihir (santet). Apa kita tidak malu, mengapa kita sebagai Negara Islam terbesar di dunia tidak bisa menerapkan undang-undang santet? Itu sama saja, bahwa kita masih tidak yakin adanya santet, terlebih tidak yakin adanya keghoiban. Padahal, bagi umat Islam yang disembah sehari-hari adalah rajanya ghoib, yaitu, Allah SWT.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jika Sobat Ingin Belajar Hukum Yang Baik dan Benar Rajinlah membaca Blog Hukum dan Ketatanegaraan ini dan Tinggalkanlah Komentar Yang Baik.

HUKUM, KETATANEGARAAN DAN KONSTITUSI

ALUN-ALUN PATI YANG BERSIH DAN INDAH YANG MEMILIKI TAGLINE KOTA BUMI MINA TANI

                                                         Alun-Alun, Pati, Jawa-Tengah   Pati Jawa-Tengah kini terus berbenah untuk mewujudka...

Pak Jokowi, Kami Dosen Belum Menerima Tunjangan Covid-19