Selasa, 09 Februari 2016

Benarkah DPR Itu Mirip Taman Kanak-Kanak?

Oleh WARSITO
-Dosen Fakultas Hukum Universitas Satyagama, Jakarta,                                                                -Kandidat Doktor Ilmu Pemerintahan Universitas Satyagama, Jakarta                                                   -Tim Perumus Tata Naskah DPD RI Tahun 2007                                                                                  -Juara I Lomba Pidato Tingkat MPR-DPR Tahun 2003


Menonton perilaku anggota DPR yang kerap membuat kebijakan yang bertentangan dengan aspirasi rakyat, padahal fungsi utama  dewan sesungguhnya adalah mengemban aspirasi rakyat, kita patut menilai bahwa DPR sudah bermuka tembok dan mati rasa. Ingatan kita masih segar  tatkala di ruang sidang paripurna MPR, Presiden RI ke-4 Abdurrahman Wahid yang akrab disapa Gus Dur  menyebut  anggota DPR mirip Taman Kanak-anak (TK). Sontak ucapan GusDur itu membuat DPR bermuka merah, dan gigi berkerut-kerut, hujan interupsi di persidangan tak terbendung lagi meminta penjelasan GusDur atas ucapannya itu. Anggota DPR menilai ucapan GusDUR sebagai bentuk pelecehan terhadap lembaga terhormat DPR (contemp of parliament).Bukan GusDur kalau tidak bisa menjelaskan maksud dari analogi DPR sebagai anak TK.
Seiring dengan perkembangan zaman, ternyata ucapan Gus Dur itu terbukti ada benarnya. Kebuktian itulah banyak kalangan yang menganggap GusDur memiliki linuwih (kelebihan), karomah, bahkan tidak sedikit yang mengatakan GusDur itu aulia atau Waliyullah. Kita akan membenarkan ucapan GusDur bahwa DPR itu mirip anak-anak TK, tatkala kita menyaksikan DPR sedang rapat melaksanakan tugas konstitusionalnya, tetapi ada anggota dewan malah ngorok dan mendengkur. Begitu pula orang akan  “mensaktikan” ucapan GusDur, ketika anggota DPR yang baru dilantik hujan interupsi berebutan microphone biar terlihat masuk layar kaca. Perilaku sebagian anggota DPR mirip seperti TK, terlihat ketika akan merubah UU. No. 27/2009 tentang Susunan Kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD yang akrab disebut UU MD3. DPR menggunting pasal 82 ayat (1) UU yang semula posisi Ketua DPR otomatis berasal dari pemenang pemilu, dirubah tidak otomatis sebagai pemenang pemilu (baca PDI-P). Koalisi yang tergabung merah putih seperti Golkar, Demokrat, PAN, PKS, PPP yang mengusung Capres Prabowo Subianto-Hatta Rajasa berdalih, dengan perubahan itu akan memperkuat fungsi pengawasan parlemen agar terjadi check and balance antara legislatif dan eksekutif. Kelihatannya argumentasi itu baik untuk penguatan sistem ketatanegaraan, karena salah satu fungsi DPR adalah pengawasan. Memang ada masalah besar jika pemenang partai otomatis menjadi ketua DPR, sebab, jika ketua DPR  berasal dari partainya presiden, sedangkan presiden melakukan pelanggaran UU atau konstitusi  atau kebijakannya telah merugikan rakyat banyak, tentu DPR pengawasannya tidak akan menjadi maksimal.

Momentum Tidak Tepat

Meski argumentasi yang disampaikan oleh koalisi merah putih kelihatannya lebih masuk akal, masalahnya, pengguntingan otomatis jabatan ketua DPR itu dilakukan bebarengan dengan momentum Pilpres. Kita bisa membaca dengan jelas arah koalisi merah putih, ada kekhawatiran yang berlebihan jika Joko Widodo  terpilih menjad presiden akan melakukan kebijakan yang progresif. Kita juga mafhum, ini adalah pertarungan Pilpres, dugaan koalisi merah putih menghalangi PDI-P otomatis menjadi ketua DPR, agar sewaktu-waktu Joko Widodo menjadi presiden terpilih melakukan pelanggaran konstitusi, mudah digiring menuju impeachment (pemakzulan). UU MD3 jika dipaksakan voting, tentu koalisi yang di dalamnya PDI-P, PKB dan  NasDem.

1 komentar:

Jika Sobat Ingin Belajar Hukum Yang Baik dan Benar Rajinlah membaca Blog Hukum dan Ketatanegaraan ini dan Tinggalkanlah Komentar Yang Baik.

HUKUM, KETATANEGARAAN DAN KONSTITUSI

Keputusan Berhenti Menjadi PNS Keputusan Besar Terdapat Suka dan Duka

Hari gini ada yang berhenti menjadi PNS?. Pastilah akan banyak orang yang mengatakan tidak wajar dan dianggap kita tidak mensyukuri ni’mat A...

Pak Jokowi, Kami Dosen Belum Menerima Tunjangan Covid-19