Kamis, 26 Januari 2017

Negara (wan) Ditangkap KPK?

Oleh WARSITO, SH., M.Kn.
                                              Dosen Fakultas Hukum Universitas Satyagama                                                         Pengamat Konstitusi
 
                Berita heboh Akil Mochtar Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) ditangkap KPK Oktober 2013 lalu, tak menyurutkan bagi penegak hukum lainnya untuk tidak berkorupsi.  Alih-alih MK membenahi institusinya, justru Rabu kemarin sore institusi sebagai penjaga gawang konstitusi itu kembali dipermalukan untuk kali kedua dengan ulah hakim konstitusi Patrialis Akbar oleh komisi anti rasywah.
                Jika di jajaran eksekutif seperti kasus bupati Klaten yang tertangkap KPK dengan dugaan memperdagangkan promosi jabatan, publik menyikapinya masih biasa-biasa saja. Biasa-biasa karena selama ini publik mafhum untuk promosi jabatan di instansi dan kelembagaan negara sudah umum diketahui ada yang menggunakan cara-cara yang nista seperti menyuap atau melalui pendekatan nepotisme. Publik juga tak heran ketika dari kalangan legislatif baik level anggota DPR RI-DPRD yang tertangkap tangan KPK. Banyaknya hakim pengadilan negeri, pengadilan tinggi dan hakim MA yang ditangkap KPK, publik juga masih tidak begitu kaget karena dari hal-hal yang sepele saja seperti penebusan pelanggaran lalu lintas di pengadilan sudah dicegat calo.
                Tetapi pandangan publik kali ini berbeda dan geleng-geleng kepala tatkala Hakim MK yang ditangkap KPK, tentu akan menjadi berita heboh di seantero negeri ini, sebab hakim MK adalah penjaga gawang konstitusi yang satu-satunya pejabat yang dipersyaratkan harus memiliki jiwa negarawan. Negarawan adalah orang yang menanggalkan kepentingan pribadi, kelompok, golongan dan/atau partai politiknya dengan mengutamakan kepentingan masyarakat-negara-bangsa. Maka rekruitmen hakim MK perlu ditinjau ulang jangan asal comot orang yang kredibiltas dan kejujurannya masih diragukan.
Negarawan Tidak Terukur
                Selama ini pencalonan hakim MK yang dipersyaratkan orang yang negarawan tidak terukur, hakim MK yang berasal dari kader partai politik hampir mustahil bisa independen putusannya, apalagi berharap bisa negarawan. Jumlah 9 hakim MK yang komposisinya 3 diajukan oleh Presiden, 3 oleh DPR dan 3 oleh Mahkamah Agung sangat tidak tepat, sebab setelah menjadi hakim konstitusi akan tunduk kepada yang mengajukan. Akibatnya, jika sewaktu-waktu Presiden di impeachment oleh DPR dengan menggunakan hak menyatakan pendapat, dugaan DPR bahwa presiden telah melanggar UUD 1945 jika dilakukan voting di MK, maka posisi presiden masih bisa aman 6:3 atau minimal 5:4 untuk menggagalkan impeachment.
Tamparan Keras Bagi SBY
                Patrialis Akbar sebagai hakim konstitusi yang secara resmi mengucapkan sumpah jabatan pada 13 Agustus 2013 adalah diajukan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kala itu. Sebagai presiden yang mengajukan setidak-tidaknya SBY memiliki beban moral karena ternyata yang diajukan jauh dari negarawan, apalagi pengajuannnya pada saat itu banyak mendapat kritikan dan terjadi pro kontra. Bahkan, yang saya kutip dibawah ini dari (http://www.suratkabar.id/29488/politik/jadi-hakim-mk-atas-usulan-sby-patrialis-akbar-berakhir-sebagai-tahanan-kpk) menyatakan Koalisi Masyarakat Sipil Selamatkan Mahkamah Konstitusi menilai penunjukannya ini tidak transparan dan partisipatif.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jika Sobat Ingin Belajar Hukum Yang Baik dan Benar Rajinlah membaca Blog Hukum dan Ketatanegaraan ini dan Tinggalkanlah Komentar Yang Baik.

HUKUM, KETATANEGARAAN DAN KONSTITUSI

ALUN-ALUN PATI YANG BERSIH DAN INDAH YANG MEMILIKI TAGLINE KOTA BUMI MINA TANI

                                                         Alun-Alun, Pati, Jawa-Tengah   Pati Jawa-Tengah kini terus berbenah untuk mewujudka...

Pak Jokowi, Kami Dosen Belum Menerima Tunjangan Covid-19