Kamis, 10 Desember 2020

PERBEDAAN PERJANJIAN DIBAWAH TANGAN DENGAN AKTA OTENTIK

 

Oleh Warsito, SH., M.Kn.

Dosen Fakultas Hukum Universitas Jayabaya, Jakarta

Dosen Fakultas Hukum Universitas Satyagama, Jakarta

Alumni Magister Kenotariatan UI

Juara I Test Analis Undang-Undang DPR RI Tahun 2016 

Juara I Lomba Pidato MPR-DPR Tahun 2003

 

 

Dalam pergaulan hidup sehari-hari kita sering mendengar, melihat, menyaksikan dan bahkan mengalami sendiri membuat  perjanjian dibawah tangan maupun perjanjian yang dibuat dengan akta otentik dihadapan pejabat umum. Apakah sesungguhnya yang dimaksud dengan perjanjian dibawah tangan itu?. Perjanjian dibawah tangan adalah perjanjian yang dibuat oleh para pihak tanpa melalui perantara pejabat umum. Ciri yang lain dari perjanjian dibawah dapat diketahui redaksi atau susunan kata-katanya yang dibuat oleh para pihak secara bebas yang terpenting maksud dan tujuan perjanjian tersebut isinya dapat tersampaikan dengan baik. Meski perjanjian dibawah tangan tersebut ditandatangani dibubuhi diatas materai, tidaklah menandakan perjanjian itu kuat, lemah atau kuatnya pembuktian bukan didasarkan karena adanya materai. Materai hanyalah berfungsi untuk membayar pajak kepada negara bukan merupakan lemah atau kuatnya pembuktian. Perjanjian dibawah tangan ini dapat berubah sempurna layaknya seperti akta otentik jika isi dan kebenarannya diakui oleh para pihak (Pasal 1875 KUHPerdata). Namun perjanjian dibawah tangan yang berubah sempurna layaknya seperti akta otentik tersebut sifatnya tetap sebagai akta dibawah tangan sampai kapan pun sifatnya tidak dapat berubah menjadi akta otentik. Syarat-syarat sahnya perjanjian berdasarkan pasal 1320 KUHPerdata sebagai berikut: a.sepakat mereka yang mengikatkan dirinya; b. kecakapan untuk berbuat suatu perikatan; c. suatu hal tertentu; dan d. oleh sebab yang halal. Semua perjanjian baik dibawah tangan maupun otentik ketika sudah ditandatangani mengikat sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya (Pasal 1338 KUHPerdata).

 

Akta Otentik

Akta otentik adalah akta yang dibuat oleh atau dihadapan pejabat umum, bentuknya ditentukan oleh undang-undang dan dibuat diwilayah kewenangan pejabat tersebut (Pasal 1868 KUHPerdata). Akta otentik adalah akta yang sempurna sampai ke ahli waris Pasal 1870 KUHPerdata menentukan bahwa akta otentik memberikan diantara para pihak beserta para ahli warisnya atau mereka yang mendapat hak dari orang-orang itu suatui bukti yang sempurna tentang apa yang dimuat didalamnya. Akta otentik memiliki 3 (tiga) aspek pembuktian, yang pertama, aspek formil bentuknya ditentukan oleh undang-undang dan dibuat oleh pejabat yang berwenang; aspek materiil, orang tidak dapat memungkiri sifatnya akta yang dibuat otentik kecuali dapat membuktikan sebaliknya; aspek lahiriah, akta otentik akan dapat membuktikan kebenaran dirinya sendiri jika sewaktu-waktu terjadi sengketa di pengadilan.

Jika terjadi sengketa di Pengadilan, akta di bawah tangan hakim akan bersifat aktif, sebaliknya  jika akta otentik yang berkonflik di pengadilan maka hakim bersifat pasif, karena hakim sudah sepatutnya percaya dengan akta otentik yang telah dibuat oleh pejabat umum yang telah diberikan kewenangan oleh undang-undang.

Rabu, 09 Desember 2020

AGAR PENYELENGGARA NEGARA TAKUT KORUPSI PELANTIKAN SUMPAH/JANJI JABATAN DAPAT DILAKUKAN DI AREA PEKUBURAN

 


Oleh Warsito, SH., M.Kn.

Dosen Fakultas Hukum Universitas Jayabaya, Jakarta

Dosen Fakultas Hukum Universitas Satyagama, Jakarta

 

Judul Blog Hukum diatas sangat menyeramkan sekali menyarankan agar para penyelenggara negara, baik dari eksekutif, legislatif maupun yudikatif sebelum memangku jabatannya, sebaiknya diambil sumpah/janjinya bertempat di area dekat pekuburan. Hal ini dimaksudkan agar para penyelenggara negara tersebut termemori, ada rasa takut bahwa setiap makhluk yang bernyawa itu pasti akan mengalami kematian, dengan mengingat akan hal itu, ketika menjalankan tugas jabatannya senantiasa akan berbuat baik, dan  amanah. Jika penyelenggara negara itu adalah anggota legislatif, yang bertugas  untuk menghimpun, menyerap dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat benar-benar dapat mengemban amanah dengan baik. Anggota dewan harus menyadari bahwa rakyat-lah yang mengantarkan mereka duduk di Senayan dengan ruangan dingin ber-AC sepoi-poi basa, mendapatkan gaji dan tunjangan yang cukup besar dan fasilitas lainnya yang mewah, dibekali Aspri dan beberapa tenaga ahli. Dengan menjadi anggota DPR berakhirlah sudah pengabdian kepada partai politik berubah menjadi pengabdian kepada masyarakat-bangsa dan negara. Anggota DPR hendaklah negarawan, negarawan artinya adalah orang yang mengutamakan  untuk kepentingan masyarakat-bangsa dan negara diatas kepentingan pribadi, kelompok, golongan atau partai politik. Jika para penyelenggara negara itu berasal dari kalangan eksekutif, seperti menteri-menteri, gubernur, walikota dan bupati, dengan pelantikannya di area pekuburan, insya allah ketika menjabat, mereka akan berpikir ulang untuk melakukan perbuatan korupsi, karena di sekelilingnya ada rakyat yang mengalami kesulitan ekonomi, apalagi di saat wabah pandemi Covid-19 seperti sekarang ini. Eksekutif yang baik akan senantiasa berpikir dan berbuat untuk mensejahterakan rakyat sesuai amanat pembukaan UUD 1945 untuk memajukan kesejahteraan umum. Lain halnya para penyelenggara negara dari kalangan  yudikatif, mengingat pelantikannya di area dekat pekuburan, pada saat akan menjatuhkan putusan pengadilan, dapat menegakkan kebenaran dan keadilan untuk orang banyak. Hakim yang memiliki kemuliaan dihadapan Allah SWT, akan menjalankan perintah undang-undang dengan baik dan hanya takut kepada Allah SWT, putusannya  akan memperhatikan berbagai aspek, kepastian hukum, keadilan, dan kemanfaatan hukum. Hakim yang baik putusannya tidak akan “masuk angin” yang salah dibenarkan dan yang benar disalahkan. Ingat!, putusan hakim akan dipertanggungjawabkan kepada Allah SWT, dengan putusan yang memuat irah-irah demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

 

Sampai Kapan pun Korupsi Tetap Akan Ada.

Meski para penyelenggara negara sudah dilakukan pelantikan penyumpahan didekat area pekuburan, tidak ada jaminan korupsi bakal sirna di Republik ini, paling tidak dapat berdampak mengurangi tindakan korupsi secara signifikan. Sekali pun koruptor ada yang dihukum mati, hampir mustahil korupsi bisa lenyap sepenuhnya di negeri ini. Namun, dapat dipastikan, jika hukuman mati diberlakukan dan pelantikan para penyelenggara negara dilakukan di dekat area pekuburan, niscaya tingkat korupsi di negeri ini hampir pasti turun secara signifikan, karena efek jera hukuman mati sangat dahsyat sekali termemori pula pelantikan yang dilakukan di area pekuburan yang menjadikan mereka semua tidak akan melakukan tindakan tidak terpuji lagi. Mengingatkan mereka semua bahwa hidup didunia ini sementara ketika meninggal akan ditanyakan perihal hartanya didapat darimana dan untuk apa harta tersebut dipergunakan.

HUKUM, KETATANEGARAAN DAN KONSTITUSI

ALUN-ALUN PATI YANG BERSIH DAN INDAH YANG MEMILIKI TAGLINE KOTA BUMI MINA TANI

                                                         Alun-Alun, Pati, Jawa-Tengah   Pati Jawa-Tengah kini terus berbenah untuk mewujudka...

Pak Jokowi, Kami Dosen Belum Menerima Tunjangan Covid-19