Sering kita mendengar ketika ada keluarga yang meninggal, keluarga ahli waris memberitahukan kepada pelayat, apabila semasa hidup pewaris punya sangkutpaut urusan hutang-piutang dengan kerabat, handai taulan, dan tetangga mohon kiranya untuk menghubungi ahli waris akan diselesaikan. Benarkah demikian? Bagaimana jika hutang-hutang pewaris melebihi harta yang ditinggalkan bahkan minus?. Sedangkan ahli waris hidup berkekurangan, apakah ahli waris wajib untuk melunasi hutangnya?. Tidak!!. Tanggung jawab ahli waris terhadap hutang atau kewajiban pewaris hanya terbatas pada jumlah atau nilai harta peninggalannya. (Pasal 175 Kompilasi Hukum Islam). Misalnya Pewaris (yang meninggal) punya hutang 150juta sedangkan harta yang ditinggalkan cuma 100juta, sebelumnya sudah dikurangi biaya rumah sakit dan biaya pemakaman terlebih dahulu. Maka yang wajib ahli waris bayar hutangnya sebesar harta yang ditinggalkan tsb sebanyak 100juta. Hutang sisa 50juta tidak menjadi keharusan ahli waris untuk dibayar. Namun, jika pewaris memiliki anak yang shaleh dan shalehah dan mampu untuk melunasi hutang-hutang pewaris seyogyanya hutang pewaris tetap dilunasi, karena hutang ini dihadapan Allah SWT kelak tetap hutang yang harus dipertanggungjawabakan, meski urusan dunia (urusan hukum) tadi sudah dianggap selesai, namun urusan akhirat belum selesai. Kecuali hutang yang memang sudah ada hak tanggungan (jaminan), maka jaminan itu bisa dieksekusi untuk dijual guna pengambilan pelunasan hutangnya. Disini debitur (Pewaris) sudah dianggap lunas baik secara hukum positip (hukum negara) maupun hukum islam.
POSISI DEBITUR Ketika Hutang di Bank
Jika kita hutang di Bank, oleh kreditur pada akad pembacaan akta menyatakan
kepada debitur jika bapak/ibu nanti sudah tidak ada umur, maka hutang di bank
ini sudah dianggap lunas. Dalam konteks hukum positip maupun hukum islam maka urusan hutang-piutang ini
sudah selesai pun demikian urusan akhirat karena asas kesepakatan sudah
dilunaskan oleh kreditur maka selesai pula soal hutang piutang di bank ini,
karena pewaris sudah ditanggung asuransinya. Tetapi jika disana-sini masih ada keraguan lebih baik ahli
waris membayar hutang pewaris tersebut supaya pewaris lebih lancar dalam
menghadapi pengadilan ilahi. Saran saya kepada anak-anak yang mampu untuk membayar sebagai bukti anak yang berbakti kepada kedua orang tua maka seyogyanya hutang-hutang orang tua ini dapat dilunasi.
Ahli waris hanya berkewajiban membayar hutang sebatas harta yang ditinggalkan Pewaris.
Baik ketentuan Kompilasi Hukum Islam maupun Pasal 1032 KUHPerdata: 1. Bahwa ahli waris itu tidak wajib membayar hutang-hutang dan beban-beban harta peninggalan itu lebih daripada jumlah harga barang-barang yang termasuk warisan itu, dan bahkan ia dapat membebaskan dari pembayaran itu, dengan menyerahkan semua barang-barang yang termasuk harta peninggalan itu kepada penguasaan para kreditur dan penerima hibah wasiat. 2. Bahwa barang-barang ahli waris sendiri tidak dicampur dengan barang-barang harta peninggalan itu, dan bahwa dia tetap berhak menagih piutang-piutangnya.
Jika ahli waris menerima warisan secara murni, maka ia bertanggungjawab atas utang pewaris, namun, jika ia menerima dengan hak istimewa (beneficiair), maka ia hanya harus menanggung utang pewaris, sejumlah aktiva yang diterima. J. Satrio (hal. 316).
Diperkuat dengan Martens (yang dibenarkan oleh Klassen-Eggens) mengakui bahwa mereka (ahli waris beneficiair) adalah debitur warisan, tetapi tidak untuk seluruh utang-utang warisan.
Semoga bermanfaat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Jika Sobat Ingin Belajar Hukum Yang Baik dan Benar Rajinlah membaca Blog Hukum dan Ketatanegaraan ini dan Tinggalkanlah Komentar Yang Baik.