Rabu, 25 September 2019

DAPATKAH JOKO WIDODO DITURUNKAN DARI PRESIDEN ?.



oleh Dr (c) WARSITO, SH., M.Kn.


            Untuk menurunkan Joko Widodo dari jabatan Presiden tidaklah mudah ada tahapan-tahapan panjang atau mekanisme yang harus dilalui sesuai pasal 7B UUD 1945. Didahului ada dugaan dari DPR bahwa Presiden telah melanggar UUD 1945 seperti melakukan pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya dan melakukan perbuatan asusila. Masalahnya sekarang, atau tidak pelanggaran konstitusi yang dilakukan oleh Joko Widodo?. Dugaan itu harus diajukan oleh DPR kepada Mahkamah Konstitusi (MK), hasil putusan Mahkamah Konstitusi dikembalikan kepada DPR untuk selanjutnya DPR mengundang MPR untuk melakukan sidang majelis membahas agenda putusan MK tersebut. Berikutnya, sidang MPR akan menyikap putusan Mahkamah Konstitusi apakah akan memberhentikan presiden atau tidak. Putusan impeachment harus dihadiri sekurang-kurang 3/4 jumlah anggota MPR jika jumlah anggota MPR sekarang ini 692 maka dibutuhkan jumlah kehadiran 519 Anggota MPR, sedangkan untuk pengambilan putusan sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota MPR yang hadir berarti dibutuhkan minimal 346 anggota MPR untuk memberhentikan presiden.
            Sekali lagi jika hendak impeachment Joko Widodo dari jabatan Presiden memangnya Jokowi salahnya apa?. Reformasi tahun 1998 itu tujuannya beda jauh dengan kondisi saat ini. Selama Joko Widodo tidak melanggar UUD 1945 pasal 7B tersebut dan keluarganya termasuk anak-anaknya juga tidak terseret main tender projek pemerintah hampir mustahil impeachment Presiden bisa dilakukan. Apalagi ada anak Joko Widodo yang rela dan lebih baik berjualan martabak untuk mengumpulkan uang receh tidak mau terseret-seret project pemerintah. Kalau mau bisa saja Joko Widodo menitipkan anak-anaknya untuk ikut tender project-project pemerintah, tapi selama ini Jokowi tidak melakukan. Jadi mau mencari pasal apa untuk menggulingkan Joko Widodo dari jabatan Presiden?.
            Mendengar kata reformasi yang terpikirkan oleh kita, masa depan bangsa akan menjadi lebih baik termasuk didalamnya kesempatan bekerja seluas-luasnya untuk rakyat akan diakomodir oleh pemerintah, reformasi diharapkan mencari nafkah mudah dan harga-harga kebutuhan sembako yang semakin murah dan mudah didapat. Ternyata, reformasi yang digaungkan oleh mahasiswa pada tahun 1998 itu kehilangan arah dan tujuan yang tidak jelas, karena reformasi ketika itu tujuan utamanya yang terpenting rezim di negeri ini bisa runtuh.
             Gerakan reformasi membahana yang dipelopori oleh kaum mahasiswa yang didukung elemen masyarakat pada tahun 1998 kini tinggal nama saja. Tujuan semula memaksa Soeharto berhenti dari jabatan presiden, tidak lain agar kondisi secara umum kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara akan semakin lebih baik.Namun, tujuan reformasi itu jauh panggang dari api. Reformasi kala itu untuk memberangus KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme), ternyata era reformasi korupsi justru semakin merajalela banyak anggota DPR dan menteri aktif kena OTT (Operasi Tangkap Tangan) KPK. Sesungguhnya makna reformasi justru harus direformasi kembali.
            Gelombang unjuk rasa besar-besaran, yang dimotori oleh kalangan mahasiswa, pemuda, dan berbagai komponen bangsa,klimaksnya berhasil memaksa Soeharto berhenti dari jabatan presiden pada tanggal 21 Mei 1998. Peristiwa heroik berhentinya Soeharto dari jabatan presiden terjadi ditengah krisis ekonomi dan moneter yang sangat memberatkan kehidupan masyarakat Indonesia menjadi awal pergerakan reformasi di tanah air.
        Tuntutan reformasi antara lain yakni: a. amendemen UUD 1945; b. penghapusan dwi fungsi ABRI; c. penegakan supremasi hukum, penghormatan hak asasi manusia (HAM), pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN); d. desentralisasi dan hubungan yang adil antara pusat dan daerah (otonomi daerah); e. mewujudkan kebebasan pers; dan f. mewujudkan kebebasan demokrasi.
            Bagaimana reformasi di Bidang Politik?.
          Reformasi di bidang politik menambah kesemrawutan sederet lembaga negara seperti DPD (Dewan Perwakilan Daerah) yang tidak memiliki makna (meaningless), yang hanya sekedar assessories  dalam sistem ketatanegaraan belaka, sebab parlemen pokoknya adalah Dewan Perwakilan Rakyat atau DPR yang berwenang untuk membentuk dan mengesahkan undang-undang. Keberadaan DPD sekedar memberikan pertimbangan dan pendapat kepada DPR tetapi tidak berimplikasi yuridis jika sebuah pertimbangan itu tidak ditindaklanjuti oleh DPR.
            Namun hasil reformasi konstitusi tidaklah semuanya jelek. Pasca amendemen konstitusi, ketatanegaraan kita menjadi lebih modern dan progressif, antara lain dapat menetapkan presiden dan wakil presiden dipilih oleh rakyat secara langsung melalui pemilihan umum. Sebelumnya, presiden dan wakil presiden dipilih oleh MPR yang belum tentu mencerminkan aspirasi rakyat. Selain itu, konstitusi kita berhasil membatasi kekuasaan kepala negara maksimal dua kali masa jabatan agar tidak terjadi penyalahgunaan kekuasaan (a buse of power).

          
           Penting bagi kita merefleksi makna reformasi yang dicetuskan pada tahun 1998 yang usianya kini hampir 21 tahun sejak Soeharto dipaksa berhenti dari jabatan presiden. Kontemplatif tersebut diperlukan, agar reformasi yang telah diperjuangkan dengan mahal oleh mahasiswa bersama komponen bangsa yang mengorbankan harta benda, tetesan darah bahkan nyawa, kembali memiliki arah yang jelas.
          Kini Soeharto telah pergi untuk selama-lamanya. Soeharto adalah presiden yang telah berjasa besar bagi bangsa dan negara kita Indonesia. Sebagai manusia biasa, tidak bisa dipungkiri, Soeharto tidak luput dari kesalahan-kesalahan yang diperbuatnya semasa memimpin negeri ini. Namun demikian, kekurangan-kekurangan Soeharto itu, tidak boleh dijadikan senjata untuk mendiskreditkan. Kita perlu mikul duwur mendem jero kepada pemimpin kita. Falsafah jawa ini perlu kita pegang teguh, kita agungkan dan kita junjung tinggi, agar kita bisa menjadi bangsa yang berbudaya dan berkeadaban tinggi. Sebagai mahasiswa pada tahun 1998, penulis menyaksikan betapa hebat dan dahsyatnya gerakan reformasi yang begitu membahana di gedung MPR/DPR yang dipadati oleh lautan manusia.Salah satu tuntutan reformasi adalah meminta Soeharto berhenti dari jabatan presiden sesegera mungkin.Tetapi tidak dipikir apakah lengsernya Soeharto, keadaan negara akan semakin membaik ataukah justru sebaliknya. Atas desakan para mahasiswa dengan dibantu berbagai komponen bangsa, akhirnya pada hari Kamis tanggal 21 Mei 1998 tepat pukul 9.05 WIB, Soeharto menyatakan berhenti dari jabatan presiden. Mendengar pengunduran diri Soeharto dari jabatan presiden, seketika itu juga para mahasiswa melakukan sujud syukur, berpelukan dan menangis terharu, seraya mengumandangkan takbir, atas kemenangan perjuangan reformasi. Bahkan tidak sedikit dari mereka yang menceburkan diri ke kolam air mancur gedung MPR/DPR untuk meluapkan kegembiraannya.

Reformasi Telah Mati
        Melihat keadaan reformasi yang tidak jelas seperti ini, saya sedih. Ternyata reformasi yang pernah menggetarkan dunia itu, tidak mendatangkan banyak kebaikan untuk rakyat. Reformasi macet, secara umum keadaan reformasi tidak lebih baik dari pemerintahan orde baru. Yang lebih menyakitkan lagi, perilaku elite politik tidak mencerminkan perilaku kelembagaan negara yang memperjuangkan aspirasi rakyat. Tercermin banyaknya elite politik yang ditangkap KPK karena skandal kasus korupsi. Mereka tidak menyadari,bahwa keberadaannya di gedung MPR/DPR yang dilengkapi dengan berbagai fasilitas wah, pada hakekatnya mahasiswa yang mengantarkan mereka. Bukankah elite politik sebelumnya ‘terserang flu berat’ diam seribu bahasa terhadap penguasa?.Mahasiswa dan seluruh komponen bangsa yang telah memperjuangkan reformasi, tidak menuntut elite politik memberikan balas jasa kepadanya. Permintaan pejuang reformasi kepada elite-elite politik hanya satu untuk memperjuangkan upaya peningkatan kesejahteraan rakyat.
       Kini demonstrasi yang menentang revisi UU KPK, RKHUP, Agraria karena DPR terlalu cepat memutuskan ini dipertanyakan ada kepentingan apa sesungguhnya dibalik pengesahan UU super kilat tersebut. Wajar mahasiswa marah besar merasa ada pelemahan KPK yang selama ini menjadi tumpuan dan harapan masyarakat Indonesia dalam bidang penegakan hukum di bidang pemberantasan korupsi.
            Namun, jika demonstrasi tersebut berkembang liar meminta Presiden Joko Widodo turun dari jabatannya (imepeachment) menurut penulis hampir mustahil Joko Widodo dapat diturunkan dari jabatannya Presiden sepanjang tidak melanggar ketentuan Pasal 7B UUD 1945 Presiden melakukan pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya dan melakukan perbuatan asusila.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jika Sobat Ingin Belajar Hukum Yang Baik dan Benar Rajinlah membaca Blog Hukum dan Ketatanegaraan ini dan Tinggalkanlah Komentar Yang Baik.

HUKUM, KETATANEGARAAN DAN KONSTITUSI

ALUN-ALUN PATI YANG BERSIH DAN INDAH YANG MEMILIKI TAGLINE KOTA BUMI MINA TANI

                                                         Alun-Alun, Pati, Jawa-Tengah   Pati Jawa-Tengah kini terus berbenah untuk mewujudka...

Pak Jokowi, Kami Dosen Belum Menerima Tunjangan Covid-19