Jumat, 08 Desember 2023

Jaga Persatuan dan Kesatuan Nasional Menuju Pemilu Serentak 2024 Dengan Mengusung Tagline: “Untuk Apa Kita Ribut?.

 


 

                               Gedung MPR/DPR RI

 

          Pernahkah kita melihat dan membaca sindiran sosial dengan gambar Presiden RI ke-2 pak Harto dengan tulisan “piye le enak jamanku to”?. Benarkah era reformasi ini enak jamannya pak Harto?. Agar tidak gagal paham maka teruslah membaca artikel ini sampai tuntas agar dapat pemahaman yang utuh dan komprehensif. Mengutip pendapat dari ISJ WARE bahwa  Ilmu politik adalah perjuangan untuk memperoleh kekuasaan atau teknik menjalankan kekuasaan-kekuasaan atau masalah-masalah pelaksanaan dan kontrol kekuasaan atau pembentukan     dan   penggunaan        kekuasaan. 

          Dalam Sejarah perkembangan ketatanegaraan Indonesia untuk pertama kalinya akan diselenggarakan pemilihan umum secara serentak pada hari Rabu, 14 Februari 2024 untuk  memilih Presiden dan Wakil Presiden dan anggota legislatif DPR RI, DPRD dan DPD. Dapat kita bayangkan betapa kompleksnya pemilihan umum yang dilaksanakan secara serentak ini baik tahap perencanaanya, pelaksanaannya, pasca hasil pemungutan suara yang akan bermuara gugatan ke Mahkamah Konstitusi. Jika kita tidak dapat mengelola dengan baik dan bijak perbedaan pilihan partai politik ini akan menimbulkan gesekan dan konflik horizontal diantara anak-anak bangsa. Ingatan kita masih segar ketika Pemilu Presiden tahun 2014 ada ejekan cebong dan kadrun, perbedaan ini tidak hanya di dalam keluarga, Masyarakat, akademisi bahkan perbedaan warna partai politik dibawa-bawa dicampur adukkan ketika di masjid, membuat kubu-kubuan dan kelompok-kelompokan di Masjid, bahkan ada yang saling mengejek jika tidak memilih calon presiden sesuai seleranya di cap kafir. Ingatan kita masih segar tatkala Era Orde Baru peserta partai politik hanya 3 organisasi Partai Politik yakni Golkar, Partai Persatuan Pembangunan dan Partai Demokrasi Indonesia. Dalam Perkembangannya PDI di era Pemerintahan Orde Baru yang menjadi oposisi pemerintah berhasil menjadi partai wong cilik dengan diberi label PDI Perjuangan. Di era orde baru meski kontestan partai politik di ikuti 3 partai politik tetapi hampir dipastikan Golkar selalu memenangkan karena pada waktu itu Golkar didukung ABG (ABRI, Birokrasi dan Golkar) yang menunggal jadi satu. Saya masih ingat betul pemilu tahun 1997 ketika saya menjadi CPNS di Sekretariat Jenderal MPR pencoblosan diadakan di MPR dekat TVRI sebelum saya memilih di brifing terlebih saya masih pra jabatan diarahkan untuk mencoblos Golkar, saya masih ingat pada waktu itu kalau nggak ikut pemerintah (nggak coblos Golkar) ditakut-takuti nanti orang tuamu bisa menyesal maksudnya bisa saja dipecat. Ingatan saya masih segar pada pemilu 1997 nyoblos di MPR hampir 99% memilih Golkar ada 1 (satu) suara yang dianggap aneh memilih PDI dengar-dengar orang itu mau ditelusuri dan dikasih sanksi siapa yang mencoblos PDIP itu. Itu jaman dahulu sebelum reformasi dikumandangkan oleh Mahasiswa, peserta Partai Politik tahun 2024 nanti berjumlah 24 partai terdiri dari 18 Partai Nasional dan 6 Lokal.

          Obrolan hangat di warung-warung kopi, Masyarakat, akademisi group-group WA diramaikan dengan adanya pertarungan politik menuju 2024 nanti. Jika kita sebagai anak-anak bangsa tidak dapat mengelola politik dengan baik dan bijak maka dapat terjadi benturan sosial di Masyarakat. Anggap saja secara periodik 5 tahun sekali pemilihan umum ini buat hiburan Masyarakat di tengah-tengah gempuran harga-harga sembako yang kian meroket, daripada kita pusing tujuh keliling mikirin kebutuhan hidup yang terus berjalan dan harga-harga membumbung tinggi lebih baik kontestati partai politik menuju Pemilihan Umum 2024 kita jadikan hiburan untuk merelaksasi diri agar tidak stress jangan ribut sesama anak bangsa toh tujuan politik secara umum adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Mengapa sarana pemilihan umum 5 tahunan sekali lebih baik kita jadikan hiburan?, Banyak kita jumpai di jalanan hal-hal yang lucu-lucu misalnya ada partai politik yang mengatakan kalau Partainya nanti menang BPJS akan gratis tentu saja saya membathin: “Gratis gundulmu lha wong yang bayar saja pelayanan BPJS belum maksimal” apalagi gratis inikan jelas kita akan di PHP nanti. Masih kita jumpai hal-hal yang lucu-lucu ada beberapa caleg yang tadinya tidak berkerudung menjelang pemilihan umum tiba-tiba memakai kerudung dadakan hal ini jelas tujuannya untuk menggaet pemilih muslim. Di tahun 2023 ini caleg-caleg benar berusaha untuk merebut hati rakyat dengan berbagai cara ada yang memberikan souvenir ada yang alasan sosialisasi Perda dengan membagi-bagi amplop kepada Masyarakat dan segala macamnya tujuannya agar nantinya nyoblos caleg tsb. Sehebat apa pun kita sepintar apa pun kita dalam bidang akademisi ingin jadi Caleg jika tidak memiliki modal sosial dan finansial maka hampir mustahil dapat terpilih saya lihat dan saya saksikan caleg-caleg yang tidak memiliki modal tidak berani turun ke Masyarakat dan ngumpet dirumah inilah perbedaan calon legislatif kita dengan diluar negeri sebagai perbandingan misalanya di Amerika Serikat disana Senat dan House Representatives (DPR) adu gagasan visi misi bahkan kalau calon legislatifnya berkualitas tidak segan-segan pemilihnya justru yang patungan membiayainya.

 

Pemilihan Umum dijadikan ajang “Pesta Demokrasi Rakyat”.

          Pemilihan umum legislatif saat ini benar-benar dijadikan ajang pesta demokrasi rakyat, bagaimana tidak? Calon-calon legislatif banyak yang turun ke Masyarakat dengan membawa oleh-oleh berupa sembako dan ada yang memberikan amplop tetapi jangan sampai ada adagium bagaikan kita mendorong mobil yang sedang mogok setelah berjalan mereka cuma bilang da da da da kita semua ditinggalkanya.

 

Di Indonesia Politik Membingungkan

          Kalau kita cermati perpolitikan di Indonesia sangat membingungkan ada yang mengusung partai nasionalis dan agamis tetapi tidak jelas yang mana yang agamis dan mana yang nasionalis praktek politik di Indonesia sangat pragmatis nyaris tidak memiliki idealisme. Partai yang semula memiliki idealisme bersebarangan (oposisi) dengan pemerintah setelah diberikan jatah jabatan Menteri tiba-tiba menjadi partai koalisi pendukung pemerintah. Nyaris partai-partai terlihat hanya berebut calon presiden dan wakil presiden dan Menteri Menteri ketika sudah berada di genggamannya maka akan menjadi partai koalisi.  Saat ini koalisi di DPR yang mendukung pemerintah sudah overlaod sehingga tidak baik untuk membangun sistem ketatanegaraan kita agar memiliki kegiatan fungsi saling mengontrol dan saling mengimbangi (check and Balances). Mengapa presiden butuh koalisi yang kuat di DPR?. Tentu tujuannya agar kebijakan presiden tidak diganggu oleh DPR sebab DPR memiliki fungsi legislasi, anggaran dan pengawasan juga memiliki hak interpelasi, angket dan menyatakan pendapat. Namun sebenarnya presiden tidak perlu takut kepada DPR jika kebijakannya baik untuk rakyat bangsa dan negara pasti rakyat akan mendukungnya. Oleh karenanya baik oposisi maupun koalisi sama-sama memiliki tujuan mulia memastikan bekerjanya pemerintah untuk kesejahteraan masyarakat dapat dilaksanakan dengan baik. Jika presiden menyimpang dari garis kebijakan rakyat maka DPR sebagai perwakilan rakyat baik oposisi maupun koalisi harus mengingatkan kepada pemerintah. Jangan seperti sekarang ini apa pun yang diperbuat oleh Presiden selalu diamini oleh koalisi sebaliknya apa pun yang sudah diperbuat baik oleh presiden masih sering di recokin oleh oposisi. Baik koalisi maupun oposisi sama-sama memiliki tujuan mulia untuk mengawasi pemerintah memastikan bekerja untuk  kepentingan rakyat.

 

Politik Bagaikan pisau bermata dua ditangan orang-orang yang  berhati mulia maka akan dapat memberikan kemanfaatan umat dan  mensejahterakan Masyarakat sebaliknya ditangan orang-orang yang tidak berbudi pekerti luhur maka akan menjadi malapetaka. Secara umum tujuan politik adalah mulia ketika sudah terpilih menjadi anggota DPR RI dan anggota DPRD maka pengabdian kepada partai politik berakhir berubah menjadi pengabdian kepada Masyarakat bangsa dan negara.

Jaga Persatuan dan Kesatuan Nasional Jangan Gontok-Gontokan Hanya Beda Pilihan Partai Politik.

          Ingatan kita masih segar pemilihan umum tahun 2014 ada istilah cebong atau kadrun untuk mendukung salah satu calon Presiden dan Wakil Presiden kita harus ingat dan sadar bahwa semua calon presiden dan wakil presiden pasti tujuannya sama untuk kesejahteraan Masyarakat hanya mekanismenya saja yang berbeda-beda. Oleh karena itu jaga persatuan dan kesatuan nasional dengan baik. Alangkah celaka dan ruginya kita sesama anak bangsa jika pemilihan umum 5 tahunan sekali kita jadikan ajang konflik horizontal. Ingat didalam politik tidak ada kawan dan lawan yang abadi yang ada hanya kepentingan tepat sekali dogma tsb. Konflik politik tidak hanya di keluarga yang berbeda pilihan, di Masyarakat, akademisi bahkan terkadang sampai dibawa-bawa ke jamaah masjid marilah kita berpolitik dengan baik dan santun. Rugi besar jika kita ribut sesama anak bangsa hanya soal beda pilihan partai politik ingatan kita masih segar tatkala calon presiden yang kita dukung tetapi tidak terpilih akhirnya bergabung berkoalisi akur dengan pemerintah sementara kalau kita ribut terus apa tidak rugi?.

“Piye Le Enak Jamanku To”?

Kita pasti sering menyaksikan sindiran sosial tulisan yang ditempelkan di kendaraan truck-truck yang berbunyi “Piye Le Enak Jamanku To”?. Mari kita uji dulu apakah enak era reformasi atau enakan jamannya pak Harto?. Jawabannya tentunya ada plus minusnya semua pimpinan nasional yang pernah kita miliki tidak ada yang sempurna ada kelemahan dan kelebihannya di era orde baru memang harga-harga sembako sangat murah ketika saya menjadi PNS Sekretariat Jenderal MPR tahun 1997 gaji cuma 197ribu tetapi bisa ngontrak rumah, bisa naik pesawat, bisa kirim orang tua bulanan dan bisa biaya menikah sendiri. Tahun 1992 harga motor honda Supra cuma 2.5juta tapi satu kampung saya yang punya motor hanya satu orang. Kelemahan era orde baru demokrasi mampet tersumbat karena pemerintahan ororiter tetapi harga-harga sembako sangat murah. Bagaimana dengan era reformasi?. Era reformasi terlihat uang gede, gaji misalnya 5jutaan setelah dibuat kebutuhan sehari-hari uang cepat menguap nilai uang rasanya sudah jatuh tapi anehnya  di era reformasi ini kalau saya pulang kampung warga desa hampir semua sudah memiliki motor bahkan terkadang saya lihat satu rumah punya 3 motor jadi lebih enakan mana jaman pak harto atau Era Reformasi?. Silahkan bapak/ibu saudara-saudara sekalian bisa menjawab sendiri. Era reformasi ini kita menjadi negara demokrasi terbesar ketiga di dunia setelah India dan Amerika.

Semoga Bermanfaat.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jika Sobat Ingin Belajar Hukum Yang Baik dan Benar Rajinlah membaca Blog Hukum dan Ketatanegaraan ini dan Tinggalkanlah Komentar Yang Baik.

HUKUM, KETATANEGARAAN DAN KONSTITUSI

ALUN-ALUN PATI YANG BERSIH DAN INDAH YANG MEMILIKI TAGLINE KOTA BUMI MINA TANI

                                                         Alun-Alun, Pati, Jawa-Tengah   Pati Jawa-Tengah kini terus berbenah untuk mewujudka...

Pak Jokowi, Kami Dosen Belum Menerima Tunjangan Covid-19