Oleh WARSITO, SH., M.Kn
Dosen Fakultas Hukum Universitas Ibnu Chaldun, Jakarta
Dosen Fakultas Hukum Universitas Jayabaya, Jakarta
Gerakan atau wacana dari beberapa kelompok masyarakat yang menginginkan Joko Widodo turun dari jabatan Presiden, atau diturunkan dari jabatan Presiden sebenarnya tidak perlu ditanggapi secara serius oleh pak Jokowi atau pendukungnya, apalagi panik dan risau. Sebab, menurunkan jabatan Presiden itu tidak bisa sembarangan, harus konstitusionalitas tidak bisa faktor suka atau tidak suka, konstitusi telah mengatur impeachment presiden dengan tegas dan rinci, hal ini dimaksudkan agar presiden tidak mudah dijatuhkan sewaktu-waktu ditengah jalan karena akan berdampak kepada pelayanan publik, ketidakpastian hukum dan sistem perpolitikan nasional yang akan menjadi tidak menentu.
Presiden hanya dapat diberhentikan ditengah jalan dari jabatannya oleh MPR ketika unsur-unsur didalam Pasal 7A UUD 1945 telah terpenuhi. Yaitu, pak Jokowi terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai presiden. Wacana pemberhentian presiden di tengah jalan atas dasar suka tidak suka atas kekurangpuasan kinerja presiden tidak bisa dijadikan dasar untuk memberhentikan pak Jokowi dari jabatan presiden.
Pasca amandemen UUD 1945 soal pemakzulan presiden sudah diatur secara lengkap dalam pasal 7B UUD 1945 sebagai berikut: Didahului dugaan DPR kepada MK untuk memeriksa, mengadili dan memutus bahwa presiden telah melanggar UUD 1945 melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai presiden. Ketika bola panas dari DPR dilempar ke MK, dari komposisi 9 hakim MK, yang 3 diantaranya diajukan oleh presiden, 3 orang hakim MK diajukan oleh DPR dan 3 hakim MK diajukan oleh Mahkamah Agung besar kemungkinan presiden akan terbentengi, dengan kata lain, Presiden akan aman, mengingat 3 hakim yang dari unsur legislatif di parlemen koalisinya sudah overload mendukung pemerintah, secara hitungan matematik 3 hakim MK dari unsur legislatif pun “akan teringat darimana asal-usulnya” maka besar kemungkinan juga akan memutuskan menolak dugaan DPR bahwa presiden telah melanggar UUD 1945. Dari komposisi jumlah 9 hakim MK ini jika putusan dilakukan voting, maka hampir pasti presiden akan aman dari goyangan impeachment.
Tetapi sepahit-pahitnya jika MK menyatakan Presiden bersalah melanggar hukum, maka putusan MK tersebut masih akan dikembalikan kepada DPR, berikutnya DPR akan mengundang sidang MPR untuk menyikapi putusan MK tersebut. Dari sini baru akan timbul kekacauan konstitusi, ketika presiden diputuskan bersalah melanggar UUD 1945 oleh MK, karena anggota DPR yang merangkap anggota MPR di parlemen koalisinya sudah overload mendukung pemerintah, maka akan mudah terbaca putusan sidang istimewa MPR bakalan menolak memberhentikan Presiden. Seharusnya ketika putusan MK menyatakan Presiden bersalah melanggar UUD 1945 demi menjamin kepastian hukum, putusan MK tersebut harus bersifat final kemudian ditindaklanjuti sidang istimewa MPR untuk memberhentikan presiden.
Jadi berdasarkan tata cara pemberhentian presiden yang teramat rumit dan agak sulit tersebut hampir mustahil presiden dapat diberhentikan dipersimpangan jalan ketika presiden tidak melanggar UUD 1945.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Jika Sobat Ingin Belajar Hukum Yang Baik dan Benar Rajinlah membaca Blog Hukum dan Ketatanegaraan ini dan Tinggalkanlah Komentar Yang Baik.