Jumat, 10 Januari 2025

Kedudukan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia: Analisis yang Tajam

 

Kedudukan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia: Analisis yang Tajam

Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Indonesia adalah lembaga negara yang memiliki kedudukan unik dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) setelah amandemen, DPD dibentuk dengan tujuan untuk memberikan representasi daerah dalam proses pembuatan undang-undang di tingkat nasional. Namun, meskipun keberadaannya diatur dalam konstitusi, kewenangan DPD nihil, terutama dalam hal partisipasi aktif dalam pengambilan keputusan legislasi. Hal ini menimbulkan pertanyaan tentang sejauh mana kedudukan dan peran DPD dalam sistem ketatanegaraan Indonesia.

Artikel ini akan menganalisis kedudukan DPD dalam sistem ketatanegaraan Indonesia dengan fokus pada kewenangannya yang tidak ada, serta implikasi yuridis dan fungsinya yang sering kali dianggap ambigu. Kami akan menyajikan pandangan yang tajam dan kritis terhadap posisi DPD dalam konteks hubungan antara lembaga-lembaga negara di Indonesia.

1. Sejarah dan Tujuan Pembentukan DPD

DPD dibentuk melalui amandemen Pasal 22C junct. 22D UUD 1945 pada tahun 2001, dengan tujuan utama untuk memberikan saluran aspirasi daerah dalam pembuatan undang-undang. Sebelum amandemen, sistem legislasi Indonesia hanya terdiri dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebagai lembaga yang mewakili rakyat di tingkat nasional. Amandemen UUD 1945 memutuskan untuk membentuk DPD, dengan anggapan bahwa daerah-daerah perlu memiliki suara langsung dalam proses pembuatan kebijakan yang memengaruhi wilayah mereka.

DPD terdiri dari anggota yang dipilih melalui pemilihan umum, dan setiap provinsi di Indonesia diwakili oleh empat orang anggota, tanpa memperhitungkan jumlah penduduk atau kepadatan. Hal ini berbeda dengan DPR yang anggotanya ditentukan berdasarkan jumlah penduduk di masing-masing daerah pemilihan. Pembentukan DPD bertujuan untuk memperkuat representasi daerah dalam pembuatan undang-undang, serta memberikan kesempatan bagi daerah untuk berpartisipasi lebih besar dalam proses politik dan kebijakan nasional.

2. Kewenangan DPD yang Nihil: Mengapa "DPD Antara Ada Atau Tiada”?

Meskipun DPD diharapkan untuk memperjuangkan kepentingan daerah, kenyataannya kewenangan DPD tidak memiliki kekuatan signifikan dalam sistem legislasi Indonesia. Beberapa tugas bukan kewenangan DPD yang diatur dalam UUD 1945 antara lain:

  • Mengajukan RUU tentang Pembentukan, Pemekaran, dan Penggabungan Daerah: DPD dapat mengajukan RUU yang berkaitan dengan pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah, tetapi tidak ikut memutuskan RUU tsb. Ini jelas membatasi peran DPD dalam pembuatan undang-undang di luar isu yang berkaitan dengan administrasi daerah.

  • Memberikan Pertimbangan terhadap RUU yang Berkaitan dengan Daerah: DPD diberikan tugas untuk memberikan pertimbangan terhadap RUU yang akan dibahas oleh DPR yang berkaitan dengan kewenangan daerah. Namun, pertimbangan tersebut tidak mengikat DPR. Jika DPR menolak pertimbangan DPD, maka tidak ada implikasi yuridis yang terjadi, yang berarti DPD tidak memiliki kewenangan untuk mempengaruhi atau menunda proses legislasi.

  • Pengawasan terhadap Pelaksanaan Undang-Undang: DPD memiliki wewenang untuk mengawasi pelaksanaan undang-undang yang berkaitan dengan daerah. Meskipun ini penting untuk memastikan bahwa kebijakan nasional dilaksanakan dengan baik di tingkat daerah, pengawasan DPD tidak memiliki kekuatan untuk memaksa eksekutif atau lembaga lain untuk bertindak.

Berdasarkan ketentuan ini, kita dapat melihat bahwa peran DPD dalam sistem legislasi Indonesia sangat terbatas. DPD lebih sering bertindak sebagai pemberi usulan dan pertimbangan, namun tidak memiliki kapasitas untuk mengubah atau memutuskan kebijakan secara langsung. Dalam hal ini, DPD cenderung berada dalam posisi yang lebih pasif dibandingkan dengan DPR, yang memiliki kewenangan penuh dalam memutuskan undang-undang.

3. Implikasi Yuridis dan Fungsionalitas DPD

a. Keterbatasan Fungsi dalam Sistem Legislasi

Dalam praktiknya, kewenangan DPD untuk mengajukan RUU atau memberikan pertimbangan terhadap RUU yang berkaitan dengan daerah tidak memiliki kekuatan yang dapat mempengaruhi proses legislasi. DPR, sebagai lembaga yang memiliki kekuatan untuk menyetujui atau menolak RUU, seringkali mengabaikan pertimbangan yang diberikan oleh DPD. Dengan kata lain, DPD sering kali tidak lebih dari sekadar "pemberi saran" yang tidak memiliki daya paksa atas kebijakan yang dihasilkan oleh DPR.

Keadaan ini menciptakan kesan bahwa DPD, meskipun secara formal ada dalam sistem ketatanegaraan, tidak memiliki peran yang cukup signifikan. Fungsi utama DPD menjadi prosedur yang sifatnya lebih administratif daripada substantif. Bahkan, ada anggapan bahwa DPD berada dalam keadaan "ada dan tiada," karena meskipun secara konstitusional eksis, kewenangannya tidak berdampak langsung dalam pembuatan keputusan-keputusan penting di tingkat nasional.

b. Isu Representasi Daerah

Salah satu alasan utama dibentuknya DPD adalah untuk memberikan suara bagi daerah dalam pembuatan kebijakan di tingkat nasional. Namun, dengan terbatasnya kewenangan DPD, banyak pihak yang meragukan sejauh mana DPD dapat benar-benar mewakili kepentingan daerah. Meskipun DPD memiliki mandat untuk mewakili daerah, kekuatan politik dan legislatif yang lebih besar berada di tangan DPR, yang membuat partisipasi DPD dalam pembuatan kebijakan daerah menjadi terhambat.

c. Ketidakjelasan Peran dalam Sistem Pemerintahan
Ketidakjelasan peran DPD dalam sistem ketatanegaraan Indonesia menimbulkan pertanyaan lebih jauh mengenai posisi lembaga ini. DPD, yang seharusnya berperan sebagai counterweight terhadap DPR, ternyata tidak memiliki kewenangan yang setara dalam sistem pengambilan keputusan. Hal ini menunjukkan adanya ketimpangan kekuasaan antara DPD dan DPR, di mana DPR memiliki kekuatan legislatif yang jauh lebih besar, sementara DPD hanya berfungsi sebagai lembaga penunjang tanpa kekuatan pengikat dalam proses legislasi.

4. Kritik Terhadap Kedudukan DPD dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia

Kritik terhadap kedudukan DPD berfokus pada beberapa hal berikut:

  • Kewenangan yang Terbatas yang tepat bukan kewenangan tetapi tugas: Sebagaimana telah dijelaskan, kewenangan DPD tidak ada, hanya sebatas memberikan pertimbangan dan mengajukan RUU yang terbatas pada urusan daerah. Dalam prakteknya, hal ini membuat DPD terkesan tidak lebih dari sekadar lembaga simbolis, yang keberadaannya tidak memberikan dampak langsung dalam proses pembuatan undang-undang.

  • Kurangnya Daya Pengaruh dalam Sistem Legislasi: Meskipun memiliki hak untuk memberikan pertimbangan terhadap RUU, keputusan akhir tetap berada di tangan DPR. Ini menciptakan ketimpangan dalam sistem legislatif.

  • Pengabaian terhadap Aspirasi Daerah: Dengan kewenangan yang tidak dimiliki DPD, aspirasi daerah sering kali tidak mendapatkan perhatian yang sebanding dalam proses pembuatan undang-undang. Meskipun DPD diharapkan menjadi saluran bagi aspirasi daerah, kenyataannya pengaruhnya sangat kecil, dan hal ini dapat menyebabkan ketidakpuasan di tingkat daerah terhadap kebijakan yang diambil oleh pemerintah pusat.

5. Penutup: Menimbang Masa Depan DPD

Dalam konteks sistem ketatanegaraan Indonesia, kedudukan Dewan Perwakilan Daerah saat ini memang ambigu dan sering dipandang sebagai lembaga  "antara ada dan tiada." Meskipun diatur dalam konstitusi, fungsi DPD yang dipasung konstitusi menimbulkan keraguan mengenai relevansi lembaga ini dalam sistem pemerintahan Indonesia.

Jika DPD ingin berperan lebih signifikan, maka perlu ada perubahan dalam kewenangan dan fungsinya agar dapat lebih aktif berpartisipasi dalam pembuatan kebijakan nasional, bukan hanya sekedar memberikan pertimbangan. DPD harus diberi kewenangan yang lebih besar dalam proses legislasi, serta peran yang lebih jelas dalam memperjuangkan kepentingan daerah agar tidak terjebak dalam posisi yang tidak memiliki daya tawar dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Satu-satunya adalah amandemen UUD 1945 memberikan kewenangan kepada DPD.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jika Sobat Ingin Belajar Hukum Yang Baik dan Benar Rajinlah membaca Blog Hukum dan Ketatanegaraan ini dan Tinggalkanlah Komentar Yang Baik.

HUKUM, KETATANEGARAAN DAN KONSTITUSI

Pembatasan Kekuasaan dalam Negara Hukum Menurut UUD 1945

  Pembatasan Kekuasaan dalam Negara Hukum Menurut UUD 1945 Dalam konteks sistem ketatanegaraan Indonesia, negara hukum atau rechstaat meme...

Pak Jokowi, Kami Dosen Belum Menerima Tunjangan Covid-19