Rabu, 14 Agustus 2019

REFLEKSI 15 TAHUN KELAHIRAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH (DPD) REPUBLIK INDONESIA



Warsito[1]
ABSTRACT
                The uproar of discourse on the fifth amendment of the constitution sparked public attention. Proposed amendments to the constitution are always intensively initiated by the Regional Representative Council (DPD). Because, this state institution was born, but was not given the slightest authority by the 1945 Constitution. The three functions owned by the DPD, both the legislative function, the consideration function and the oversight function if not followed up by the DPR do not have juridical implications. Within the limits of logical reasoning, for what the People's Consultative Assembly (MPR) gave birth to the DPD state institutions, but the product has no meaning (meaningless).
Keywords: Amendments to the 1945 Constitution, DPD meaningless, checks and balances.
A.    PENDAHULUAN
 Latar Belakang Masalah

           
            Kegaduhan wacana amandemen kelima konstitusi memantik perhatian publik. Usulan amandemen konstitusi selalu gencar diprakarsai oleh Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Bersebab, lembaga negara ini dilahirkan, tetapi tidak diberikan kewenangan sedikit pun oleh UUD 1945. Ketiga fungsi yang dimiliki DPD, baik fungsi legislasi, fungsi pertimbangan dan fungsi pengawasan apabila tidak ditindaklanjuti oleh DPR tidak memiliki implikasi yuridis. Dalam batas penalaran logis, untuk apa Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) melahirkan lembaga negara DPD, tetapi produknya tidak memiliki arti (meaningless). MPR telah mengamandemen UUD 1945 sejak 1999-2002, hasil amandemen antara lain, membubarkan DPA (Dewan Pertimbangan Agung). Sisi lain, MPR menukargantikan DPD yang secara substantif sama dengan DPA. Bedanya, jika pertimbangan DPA diberikan kepada presiden, tetapi, pertimbangan DPD diberikan kepada DPR. Persamaannya, keduanya tidak memiliki implikasi yuridis, jika sebuah pertimbangan itu tidak ditindaklanjuti. Wajar, dari periode ke periode DPD yang gaduh dan gencar mengusulkan amandemen UUD 1945 untuk memperkuat kelembagaanya agar kuat dan sejajar dengan DPR (strong bicameralisme). Selama ini, DPD praktis sebagai lembaga negara asessories dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Usulan amandemen kelima UUD 1945 kembali mengemuka setelah tahun 2007 gagal dilaksanakan. Perubahan konstitusi diharapkan tidak secara parsial terkait penguatan kelembagaan DPD, tetapi perubahan yang bersifat komprehensif termasuk menata ulang organ-organ kelembagaan negara agar keberadaannya dapat melakukan kegiatan fungsi saling mengontrol dan saling mengimbangi (cheks and balances). Dengan demikian, konstitusi yang dihasilkan dapat menjangkau jauh ke masa depan Indonesia, tidak mudah lapuk dan usang dimakan zaman (verourded).
            Dewan Perwakilan Daerah (DPD) adalah lembaga negara yang dihasilkan dari reformasi melalui perubahan ketiga UUD 1945 tahun 2001. Refleksi 15 tahun kelahiran DPD penulis akan mengkaji hal-hal apa saja yang sudah dikerjakan oleh DPD dan hal-hal apa saja yang belum dikerjakan.
            Sebagai buah reformasi, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) telah mengamandemen UUD 1945 sejak 1999-2002. Sayangnya , ketika melakukan perubahan UUD 1945 yang terpikirkan bagaimana membatasi kewenangan presiden. Keinginan ini dilatarbelakangi praktik kenegaraan sebelum perubahan UUD 1945 yang memposisikan presiden sebagai pusat penyelenggaraan negara (concentration of power and responsibility upon the president). Sebagai pengganti, pengubah UUD 1945 memindahkan pendulum kekuatan itu ke DPR.

            Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dilembagakan secara konstitusional atas dasar ketentuan Pasal 22C juncto Pasal 22D Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 yang diputuskan melalui Sidang MPR pada perubahan ketiga UUD 1945 tanggal 9 Nopember Tahun 2001. Keberadaan DPD selama ini anomali dalam sistem ketatanegaraan di Indonesia, dilahirkan, tetapi tidak diberikan kewenangan sedikit pun oleh konstitusi layaknya lembaga-lembaga negara lain. Dengan tidak berfungsinya kelembagaan DPD aspirasi rakyat daerah tidak dapat ditindaklanjuti secara maksimal dalam pengambilan keputusan di tingkat nasional. Berdasarkan Pasal 22D ayat (1) UUD 1945, DPD memiliki fungsi legislasi sebagai berikut: 

            “DPD dapat mengajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah”.
            Pada terminologi “dapat mengajukan” RUU kepada DPR menjadi permasalahan karena usulan dari DPD tidak menjadi keharusan diterima DPR menjadi Undang-Undang. Banyak pakar hukum tata negara dan pemerintahan selama ini menyatakan bahwa kewenangan yang dimiliki DPD “terbatas”. Menurut hemat penulis, sesungguhnya, jika disimak dengan saksama ketentuan Pasal 22C juncto Pasal 22D UUD 1945 dengan 3 (tiga) fungsi yang dimiliki DPD, baik: fungsi legislasi, fungsi pertimbangan dan fungsi pengawasan yang disampaikan kepada DPR, bukan merupakan kewenangan, tetapi, hanyalah sebuah pertimbangan atau pengawasan yang sifatnya tidak mengikat untuk diterima DPR.

 Rumusan      Masalah
            Berdasarkan pembahasan mengenai identifikasi dan pembahasan dalam permasalahan diatas
Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan keberadaan DPD selama ini tidak turut serta memutuskan undang-undang (regelling) sehingga tidak dapat melakukan kegiatan fungsi saling mengontrol (checks and balances) antar lembaga-lembaga negara?.

B. Pembahasan
            Usulan perubahan kelima UUD 1945 yang digagas DPD pada tahun 2007, telah mendapat dukungan 238 anggota MPR yang diserahkan kepada pimpinan MPR pada tanggal 8 Mei 2007. Ketika itu anggota MPR berjumlah 678 (550 anggota DPR dan 128 anggota DPD), dengan demikian sudah memenuhi syarat 1/3 usulan perubahan konstitusi (Pasal 37 ayat {1} UUD 1945). Usulan dukungan amandemen tersebut fluktuatif, ada upaya-upaya penggembosan, sehingga dukungan amandemen menjadi berkurang.
Menurut Komisi Konstitusi: “karena wewenang DPR berbeda dengan wewenang DPD, maka restrukturisasi MPR dan rekonstruksi menuju legislator bikameral itu hendak memperjelas jenis parlemen dalam tipelogi unikameral atau bikameral. Tetapi restrukturisasi dan rekonstruksi ini sudah bermasalah sejak awal karena yang dihasilkan adalah ‘parlemen asimetrik’, dalam hal sistem pemilihan, jumlah anggota, wewenang masing-masing lembaga (kamar) mekanisme pengambilan putusan dan hubungan inter-kameral pada umumnya. DPD menjadi pihak minoritas dalam pengambilan putusan. Akibatnya, pelembagaan perwakilan wilayah (spatial representation), baik pada tingkat konstitusi maupun legislasi, tidak dengan sendirinya meningkatkan watak keterwakilan daerah”.

            Kegagalan amandemen tersebut salah satunya disebabkan oleh sikap DPD sendiri yang tidak kritis dengan tenggat waktu yang telah ditentukan oleh pimpinan MPR 7 Agustus 2007 sebagai batas waktu untuk menarik/memberikan dukungan usulan amandemen UUD 1945. Tenggat waktu tersebut justru merugikan DPD karena memberikan kesempatan kepada elite-elite politik untuk menarik dukungannya kembali. Dugaan kuat elite politik akan "mempermainkan" DPD itu terbukti sebagaimana penulis uraikan dalam artikel di harian Media Indonesia pada tanggal 29 Mei 2007. Menjelang tenggat waktu yang telah ditentukan oleh Pimpinan MPR dukungan berkurang tinggal 204 anggota, sehingga sidang majelis gagal mengagendakan perubahan UUD 1945. Seharusnya MPR sudah dapat menentukan agenda sidang Majelis, karena syarat 1/3 usulan amandemen tersebut sudah terpenuhi, bukan menunggu sampai tanggal 7 Agustus 2007 untuk menentukan jadi/tidaknya sidang majelis digelar. Sikap MPR seharusnya melarang penarikan dukungan kembali, karena tidak sesuai dengan asas konsensualitas/kesepakatan dalam isi perjanjian. Sifat perjanjian apabila telah ditandatangani, maka seketika itu juga mengikat sebagai peraturan yang wajib ditaati, dihormati, dan dilaksanakan dengan penuh rasa tanggungjawab dan tidak boleh ditarik kembali oleh salah satu pihak. Sebaliknya, dukungan amandemen tersebut, masih tetap dapat diberikan sebelum pelaksanaan sidang majelis digelar.
            Keputusan Rapat Gabungan Pimpinan MPR pada tanggal 22 Mei 2007, yang menentukan batas waktu pemberian dan penarikan dukungan sampai 7 Agustus 2007 pukul 24.00 WIB adalah keputusan yang tidak tepat. Setiap anggota MPR itu bukan mewakili atau bertindak untuk dan atas nama fraksinya atau partainya. Tetapi, kedudukan anggota Majelis di dalam membuat perjanjian persetujuan usulan perubahan UUD lebih bersifat perjanjian personalia anggota Majelis yang dijamin oleh undang-undang maupun Undang-Undang Dasar 1945 (Pasal 37 UUD 1945).
            Jika dihitung secara realistis, keinginan DPD untuk amandemen UUD 1945 itu sulit diwujudkan, mengingat jumlah anggota DPD saat ini hanya 132 kurang dari 1/3 minimal usulan perubahan konstitusi dari 692 anggota MPR. Tahapan berat berikutnya persyaratan kourum kehadiran 2/3 dari jumlah anggota MPR. Selanjutnya, putusan perubahan UUD 1945 harus disetujui oleh lima puluh persen ditambah satu anggota dari seluruh jumlah anggota MPR. Mekanisme perubahan UUD 1945 seperti ini, akan sulit ditembus mengingat jumlah anggota DPD tidak proporsional dengan jumlah anggota DPR.
            Seorang negarawan/tidaknya tercermin dalam sikap, perilaku, perbuatan dalam bentuk produk konstitusi yang dihasilkan. Apabila hukum yang determinan terhadap politik, maka konstitusi tersebut dijamin akan menjadi hidup ditengah-tengah masyarakat (living law). Ia akan senantiasa dapat mengikuti perkembangan zaman. Sebaliknya, apabila politik yang lebih determinan terhadap hukum, maka, cepat atau lambat, konstitusi akan ketinggalan dan mudah lapuk dimakan zaman (verourderd). Pemasungan DPD di konstitusi sudah terstruktur sedemikian sistemik. Marilah kita menyimak dengan saksama Pasal 22C yang menyatakan jumlah seluruh anggota DPD itu tidak lebih dari 1/3 jumlah anggota DPR. Kemudian Pasal 37 UUD 1945 menyatakan bahwa untuk merubah UUD 1945 harus diusulkan sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah anggota MPR. Sedangkan jumlah anggota DPD itu hanya 132 orang, tidak ada 1/3 nya dari jumlah anggota DPR sebanyak 560 orang. Apakah muatan konstitusi ini tepat?. Contoh lain, Pasal 7C UUD 1945 yang menyatakan: “Presiden tidak dapat membekukan dan/atau membubarkan DPR” Muatan konstitusi ini sangat berbahaya sekali, karena membuka peluang interpretasi hukum bahwa presiden itu dapat membubarkan DPD. Seharusnya rumusan konstitusi yang tepat adalah “presiden tidak dapat membekukan dan/atau membubarkan DPR dan DPD”.

C. SIMPULAN
Berdasarkan pembahasan tersebut dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut: Kesimpulannya, MPR dalam mengamandemen UUD 1945 tidak perlu membentuk komisi pengkaji perubahan UUD 1945. MPR lebih baik membuka kajian Komisi Konstitusi sebagaimana diamanatkan oleh Ketetapan MPR No I/MPR/2002 tentang Pembentukan Pembentukan Komisi Konstitusi MPR periode 1999-2004 perlu dibuka kembali untuk mengamandemen UUD 1945 agar kelembagaan negara menjadi lebih baik. MPR menyadari bahwa perubahan UUD 1945 selama empat kali terdapat banyak kelemahan. Oleh karena itu, lahirlah Ketetapan MPR untuk mengkaji secara komprehensif pelaksanaan perubahan UUD 1945 dimaksud.




DAFTAR         PUSTAKA

Jujun S. Suriasumantri. (2000). Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Moleong, Lexy J. (2000). Metodologi penelitian kualitatif. Bandung: Rosdakarya.

Thaib, Dahlan; Jazim Hamidi; dan Ni’matul Huda. (2003). Teori dan Hukum Konstitusi. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Peraturan Perundang-Undangan

UUD 1945

Bahan Tayang Materi Sosialisasi Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika, (Jakarta: Sekretariat
Jenderal MPR-RI, 2014) hal. 69.

(http://www.unand.ac.id/images/berita/download/Term_Of_Reference.pdf). 



[1] Dosen Fakultas Hukum Universitas Satyagama, Jakarta.

Selasa, 13 Agustus 2019

TEGANG MENUNGGU ISTERI OPERASI DI RS. HERMINA ALHAMDULILLAH ALLAH SWT SELAMATKAN

Oleh WARSITO, SH.., M.Kn.

 
 
Umumnya  manusia  itu  baru  benar-benar  dekat kepada  Allah  SWT   menangis-nangis  memohon pertolonganNya,  jika  sedang   kepepet  hidupnya begitu   juga  dengan  saya  ketika  ada      masalah, ada   kesulitan   hidup  yang sulit terpecahkan, ada penyakit   yang   diderita,  baru benar-benar dekat kepada Allah SWT.
        
Pada hari Kamis tanggal 31 Januari 2019 istri saya masuk RS Hermina untuk persiapan menjalani operasi. Operasi sendiri dilakukan pada hari Jumat tanggal 1 Februari 2019 dari mulai jam 09.00-10.30 WIB sesudahnya baru dipindahkan ke ruang isolasi sampai dengan pukul 16.00 baru kemudian dipindah lagi ke ruang perawatan.

Istri saya penderita penyakit miom harus segera diangkat, karena sudah berbulan-bulan mengalami pendarahan bahkan pada perkembangannya petunjuk dokter bukan hanya miomnya saja yang harus diangkat tetapi juga harus siap kehilangan rahimnya untuk ikut dipotong, sebab antara miom dengan rahim sudah menempel di dindingnya keduanya sulit untuk dipisahkan.
       Untuk memantapkan langkah operasi, saya berobat ke RS Harapan Kita bagian kandungan (obgyn) mengingat kedua anak saya lahir cesar di RS tersebut yang saya anggap sudah berpengalaman dengan peralatan medisnya yang menunjang. Semula ingin menggunakan BPJS yang menjadi hak kami mengingat setiap bulan kami sudah dipotong untuk iuran BPJS. Namun sayangnya, BPJS ini pasien tidak bisa memilih RS yang dikehendaki harus melalui tahapan-tahapan ke rumah sakit type c terlebih dahulu yang menurut saya sengaja dibuat merepotkan peserta BPJS. Melalui faskes tingkat 1 kami mendapatkan rujukan jatah rumah sakit Qadr Tangerang dan RS Hermina Bitung Kabupaten Tangerang di benak saya kurang mantap untuk melakukan operasi, sebab ini masalah nyawa, harus ditangani dengan penunjang medis yang cukup. Bahkan dokter Obgyn di RS Qodr (untuk menjaga kode etik tidak saya sebutkan namanya) dengan jujur dan terus terang mengatakan bahwa alat penunjang medisnya disini tidak lengkap dan menyarankan untuk di operasi di RS Harapan kita saja. Saya sudah berketetapan hati menghubungi  dan mendatangi langsung ke RS Harapan Kita Jakarta untuk melakukan operasi dengan meminta informasi prakiraan biayanya.
 
BNI Life LUAR BIASA

       Istri saya adalah pemegang Polis BNI Life No Kartu :8000103005559625, No Polis:2769/PK-KES/0617 dan Nomor Peserta: SJI-KES00415, atas Nama Peserta: Gardina Kurniawati, SE, dengan PLAN: IP500. 
Puji Syukur kahadhirat Allah SWT operasi pengangkatan miom dan rahim berjalan lancar. Dokter visit pada tanggal 3 Februari sudah membolehkan istri saya pulang. Saya diminta ke tata rekening oleh suster untuk mengurusi administrasinya dan berapa yang harus saya bayar selisihnya. Tak berapa lama saya mendapatkan panggilan menuju ke kasir untuk memberesi biaya operasinya. Alangkah kagetnya dan puji syukur kepada Allah SWT dari total biaya rumah sakit Rp. 19.922.972,- di cover oleh BNI Life 19.265,404  saya cuma membayar dari kantong saya Rp. 657.568,-. Alhamdulillah ya Allah.. Engkau permudah urusanku, terima kasih BNI Life, ternyata klaim asuransi tidak seseram dan sesusah apa yang pernah saya dengar selama ini. Semoga BNI Life tetap jaya untuk melayani umat ketika sedang membutuhkan.

       Pikir saya akan menggunakan asuransi BNI Life untuk operasi di RS harapan Kita soal nambah-nambah biaya sedikit nggak ada masalah yang penting pelayanannya bagus dan mengutamakan safety pasien, tetapi jawaban petugas di RS Harapan Kita ini untuk operasi miom dan pengangkatan rahim biayanya belum ketahuan harus tindakan terlebih dahulu baru ketahuan biayanya. Jawaban yang tidak memuaskan itu saya menanyakan petugas yang satunya lagi, jawabannya sama saja harus tindakan terlebih dahulu baru ketahuan berapa biayanya yang harus di cover oleh asuransi, menurutnya tindakan operasi sendiri bisa berkembang 3, 4 bahkan lima tindakan, makanya belum ketahuan nominal biayanya. Masih tidak puas atas jawaban itu, saya mendatangi tata rekening menanyakan kisaran biaya operasi pengangkatan miom dan rahim, jawabannya setali tiga uang alias sami mawon bahwa harus tindakan terlebih dahulu baru ketahuan berapa biayanya yang di cover oleh BNI Life. Akhirnya saya simpulkan bahwa ini memang kebijakan RS Harapan kita jadi bukan salah memberikan informasi petugasnya meski menurut saya ini agak aneh, bagaimana jika sewaktu-waktu operasi biayanya membengkak dan kita tidak siap biayanya yang ditanggung asuransi cuma satu juta dari seratus juta misalnya?.
       Sedangkan di RS Qadr Tangerang dan RS Hermina Kota Tangerang, Jln KS Tubun Pasar Baru tidak demikian biaya prakiraan operasi besar miom dan pengangkatan rahim sudah ketahuan untuk RS Hermina kota Tangerang biaya tindakan operasi besar maksimal 27 juta belum termasuk kamar dan obat-obatan. Akhirnya, saya putuskan istri saya menjalani operasi pengangkatan miom dan Rahim di RS Hermina Pasar Baru kota Tangerang. Sebelum tindakan operasi istri saya menjalani test laboratorium, EKG, penyakit dalam, rontgen, anestesi, puasa dll. Sebelum tindakan operasi, pihak RS Hermina mengirimkan berkas-berkas hasil opname dokter ke BNI life, kira-kira 2 hari kami sudah mendapatkan jawaban pasti dari asuransi BNI life bahwa biaya tindakan operasi pengangkatan miom dan Rahim di Cover 15juta dari 27 juta belum termasuk kamar dan obat-obatan akan ditanggung. Mengapa RS Harapan kita tidak mau melakukan hal yang sama seperti RS Hermina mengirimkan ke BNI Life dengan melampirkan data-data pendukung perlunya tindakan dokter?. Demikian itu untuk memastikan berapa yang di cover oleh BNI Life agar pasien bisa menyiapkan biayanya. Bukannya malah RS Harapan kita menunggu tindakan operasi terlebih dahulu baru mengirimkan berkas-berkasnya ke BNI Life. Ya kalau di cover kalau tidak, berpikir seperti ini sungguh menjungkirbalikkan logika sehat.

       Selama operasi itu saya belum bisa sarapan pagi dan makan siang, sambil menunggu jalannya operasi saya duduk dilesehan. Saya ditemani mak saya (ibu saya) dan kedua anak saya, saya terus komat-kamit berdzikir kepada Allah SWT. Saya sempat marah sekali ketika anak-anak saya pada buka HP, setelah saya tanya buka apa?. Nggak tahunya ikut ngaji baca al-quran jadi saya yang salah.
Saya pun mengabarkan keluarga istri yang di Solo ketika saya bilang sedang berdzikir untuk keselamatan operasi malah bilang: “Tenang saja om! (manggilin anaknya) sekarang sudah canggih alat kedokteran itu termasuk operasi kecil. Dalam hati saya kok ada rasa mendahului kehendak Allah SWT secanggih apapun alat kedokteran Allah SWT yang menentukan segalanya.
Tapi paling tidak membesarkan hati saya untuk tidak terlalu panik. Begitulah manusia jika sedang kepepet dekat dengan Allah SWT.

Senin, 12 Agustus 2019

FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG SIHIR/SANTET MANGKRAK DI DPR-RI



Oleh WARSITO
Dosen Fakultas Hukum Universitas Jayabaya, Jakarta
Dosen Fakultas Hukum Universitas Satyagama, Jakarta

            Kejahatan ilmu sihir/ilmu hitam (santet) dilakukan oleh seseorang karena dilatari faktor antara lain: sakit hati, saingan bisnis, cinta ditolak, saingan jabatan, ada kepentingan pribadi yang terganggu. Orang yang nekat melakukan kejahatan santet ini sudah tidak takut dosa lagi kepada Allah SWT yang penting tujuannya tersampaikan untuk menyakiti orang lain hingga puas target sampai terjemput ajal.
Sihir/Santet pernah heboh diperbincangkan di masyarakat karena diusulkan melalui Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), tetapi, nasib RUU tersebut perlahan namun pasti  menghilang bak ditelan bumi. Nampaknya, perumus undang-undang kebingungan untuk mencari bukti materiil yang akan dibawa ke persidangan untuk membuktikan seseorang benar melakukan santet atau tidak, karena dikhawatirkan akan terjadi fitnah dan penghakiman massa.
            RUU KUHP Pasal 293 menyatakan sebagai berikut:
(1) Setiap orang yang menyatakan dirinya mempunyai kekuatan gaib, memberitahukan, memberikan harapan, menawarkan atau memberikan bantuan jasa kepada orang lain bahwa karena perbuatannya dapat menimbulkan penderitaan mental atau fisik seseorang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak Kategori IV;
(2) Jika pembuat tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 melakukan perbuatan tersebut untuk mencari keuntungan atau menjadikan sebagai mata pencaharian atau kebiasaan, maka pidananya ditambah dengan sepertiga."
 Keberadaan santet, selama ini masih banyak yang menganggapnya sebagai sebuah mistis. Banyak orang yang semula menggunakan pendekatan ilmiah semata, tidak mempercayai adanya santet, tetapi, setelah terkena dan merasakan sakitnya sendiri yang luar biasa rasanya, baru percaya bahwa perbuatan sihir/santet itu memang ada. Santet, teluh, tenung, guna-guna sudah sejak lama dikenal oleh masyarakat, umumnya masyarakat pedesaan yang masih kental nuansa mistis, karena: iri hati, dengki, sakit hati, atau bisa juga karena ditolak cintanya.
            RUU KUHP yang akan memberlakukan santet terjadi pro kontra mengenai bukti materiilnya di persidangan. Hal ini menandakan, perumus undang-undang belum paham hekekat santet itu sendiri. Santet adalah kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) yang penanganannya harus dengan tindakan luar biasa pula. Santet tidak bisa dilakukan dengan pengadilan konvensional, harus menggunakan pengadilan khusus. Pengadilan Khusus, yang penulis maksudkan hakim dan saksi-sakinya harus didatangkan dari orang-orang yang ahli bidang ini. Tidak sembarangan orang-orang yang mengetahui benar tidaknya seseorang itu terkena sihir/santet, hanya orang-orang yang punya derajat kewalian/aulia atau orang2 yang kasyaf yang bisa mengetahui atau dapat membuktikan bahwa seseorang terkena santet tidaknya. Jika orang yang mengirim ilmu hitam (santet) tersebut mungkir di persidangan, sedangkan saksi-saksi yang mempunyai tingkat maqom tinggi saya sebutkan tadi mengatakan benar bahwa dia yang menyantet, tetapi tetap saja pelaku tidak  mengakui, maka orang yang memiliki tingkat kewalian tersebut tentu geram, akan mengajukan pertanyaan, guna memberikan kesempatan untuk berbicara jujur. Jika masih tetap tidak mengakui bahwa dia yang menyantet, puncaknya, kekasih Allah SWT tersebut tentu kesal dan geram sambil berujar: “Jika benar bukan kamu yang menyantet, maka insya allah kamu tidak akan celaka dan umurmu panjang, tetapi jika kamu yang menyantet tetapi mungkir, maka celakalah dan pendeklah umurmu!. Kisah itu pernah terjadi orang yang mungkir mencuri dirumah orang yang memiliki maqom tinggi tadi, karena tidak mengakui mencuri, terbukti selang tiga hari orang tersebut benar-benar meninggal dunia. Wallahu ‘alam.
            Pemerintah yang bertujuan untuk melindungi setiap anak negeri ini, sudah seharusnya segera mengesahkan RUU KUHP menjadi Undang-Undang untuk melindungi warga negaranya dari kejahatan ilmu hitam. Pro kontra selama ini hanya terjebak soal saksi dan hakim, dikhawatirkan akan terjadi fitnah. Tetapi jangan khawatir, di negeri ini ada orang-orang saleh yang memiliki derajat kewalian, hanya saja tidak mau menampakkan diri dipermukaan. Umumnya, waliyullah sembunyi dalam hingar bingar dunia yang penuh sandiwara. Tetapi, jika dibutuhkan untuk kesaksian perbuatan santet ini, tentu mereka akan siap sedia. Masalahnya sekarang tergantung kepada DPR bersama presiden, mau atau tidak untuk membuat UU tentang santet ini.
            Di Arab Saudi  saja yang bukan Negara Islam terbesar bisa memiliki Undang-Undang tentang sihir (santet). Apa kita tidak malu, mengapa kita sebagai Negara Islam terbesar di dunia tidak bisa menerapkan undang-undang santet? Itu sama saja, bahwa kita masih tidak yakin adanya santet, terlebih tidak yakin adanya keghoiban. Padahal, bagi umat Islam yang disembah sehari-hari adalah rajanya ghoib, yaitu, Allah SWT.

Sabtu, 10 Agustus 2019

REKENINGKU DI BANK SYARIAH MANDIRI TIBA-TIBA MEMBENGKAK DALAM BENAK SEMULA INGIN MENCAIRKAN



Oleh WARSITO
Dosen Fakultas Hukum Universitas Satyagama, Jakarta
Dosen Fakultas Hukum Universitas Jayabaya, Jakarta
 NIDN: 0310046702
JABATAN FUNGSIONAL: LEKTOR


Siapa yang tidak girang bukan kepalang ketika di rekening tabungan tiba-tiba membengkak jumlahnya?. Sekitar 25jutaan waktu itu penambahan di rekeningku. Saya tahu jika seandainya waktu itu  saya ambil demi hukum saya tidak dapat dijerat dari  hukum paling-paling saya akan disuruh mengganti, Sisi lain dari perspektif agama uang ini jika belum jelas juntrungannya pasti bukanlah hak saya tentu bathin saya tidak nyaman jika uang ini terpaksa harus saya cairkan.
Saya pemegang rekening nomor: 2650015547 atas nama Warsito, Bank Mandiri Syariah Cabang KCP Tangerang, Malabar. Ketika  saya mengambil uang lewat ATM TangCity, mata saya terbelalak. Pasalnya, saldo rekening saya bertambah secara tiba-tiba sekitar duapuluh lima jutaan. Pikir saya, ini penambahan karena hadiah atau apresiasi dari Bank Mandiri Syariah.  Jujur saja, ada keinginan langsung untuk menarik saldo siluman waktu itu, siapa yang tidak senang adanya rezeki nomplok tersebut?,  tetapi, ada konflik batin, sebab, ini bukan hak saya. Di Bank Mandiri Syariah TangCity, Tangerang, tempat  saya menarik  uang di ATM, saya meminta klarifikasi kepada Custumer Service perihal adanya penambahan saldo, tetapi, jawabannya menguatkan bahwa saldo tersebut memang milik saya. Tentu saja saya bertambah penasaran, sebab, saya ingat betul, bahwa saldo yang saya miliki  tidak sebesar itu. Untuk second opinion (konfirmasi pembanding), saya mendatangi tempat  membuka tabungan Mandiri Syariah, Cabang KCP Tangerang, Malabar.  Semula jawabannya sama, membenarkan bahwa saldo saya sebesar itu. Masih tidak percaya, saya meminta pegawai bank tersebut untuk melakukan pengecekan ulang saldo dengan cermat dan teliti. Akhirnya, didapati jawaban berbeda sebelumnya, membenarkan  bahwa  saldo  saya memang bertambah. Menurutnya, dalam beberapa hari akan  di debit secara otomatis oleh Bank Mandiri Syariah. Terbukti, memang beberapa hari sejak kejadian itu sudah di debit tinggal saldo sebenar-benarnya yang saya miliki.  Penasaran akan kejadian ini, saya bertanya teman yang bekerja di Bank Mandiri  Syariah, membenarkan bahwa sering terjadi kasus seperti ini, utamanya setiap pergantian tahun baru, ada migrasi penambahan saldo secara siluman. Yang saya sesalkan, cuma ketika saya melaporkan penambahan saldo ini, tidak ada reaksi positip dari petugas Bank Mandiri  Syariah,  sikapnya begitu dingin, sedingin salju dan cuek, apalagi  mengucapkan terima kasih. Padahal, jika mau, uang bisa saya tarik lewat ATM, dan secara normatif saya tidak bisa dipersalahkan. Dalam kasus ini, ada beberapa teman saya yang mengatakan saya bodoh, kenapa tidak diambil “rezeki nomplok”  ini?. Saya menyadari, bahwa duit itu bukan hak saya, selain berdosa, kasihan tumbuh kembang anak-anak saya, jika uang tersebut saya pergunakan untuk kebutuhan dan keperluan mereka. Dalam hal ini, biarlah saya dianggap orang lain bodoh, daripada uang saya ambil, tetapi batin saya tidak tenang, untuk apa?

Minggu, 21 April 2019

Pak Jokowi dan Pak Prabowo , Saya Membolehkan Keluarga Saya Berbeda Pilihan PILPRES




      Pilpres tahun 2019 kali ini anak saya girangnya bukan main, karena sudah berusia 17 tahun mendapatkan undangan hak pilih untuk memilih Presiden dan/atau Wakil presiden serta Pileg.
      Ketika saya bertanya kepada anak saya perempuan yang memiliki hak pilih: “nduk (sebutan anak perempuan), kamu nanti  17 April akan memilih Presiden siapa?. “Saya memilih Jokowi saja pak!, kata anak saya. Kenapa? “Soalnya dibawah pemerintahan Jokowi, Pembangunan negara ini menjadi maju, lihatlah jalan tol Cipali-Semarang, bapak kalau mudik cepat banget. Lagian Jokowi dan keluarganya hidup sederhana”. Nenekmu (ibu kandung saya) juga akan memilih Jokowi saya persilahkan saja!, orang tua punya pilihan masing-masing, saya amati kalau lagi acara debat presiden nenekmu teriak-teriak belain Jokowi, karuan saja saya senyum-senyum.
Giliran anak saya bertanya: “Kalau bapak nanti akan memilih Presiden siapa?. “Jujur saja nduk, sekarang saya berbeda pilihan dengan kamu!, tahun 2014 lalu, memang bapak cinta berat kepada Jokowi tidak perlu saya kemukakan sedikit kekecewaan saya, maka Pilpres 2019 ini bapak berbeda haluan. Mamamu (istri saya) juga sekarang berubah haluan dari tahun 2014 memilih Jokowi sekarang memilih Prabowo, karena ada kekecewaan apa gitu katanya di PNS, saya persilahkan saja!. Bapak juga sebagai Pengurus RW (Wakil Ketua RW) membebaskan warganya untuk memilih Jokowi atau Prabowo. Bapak ingin menghidupkan pengamalan demokrasi sesuai dasar negara kita Pancasila.  Bagi pandangan bapak  semua Capres memiliki tujuan mulia untuk membangun Indonesia menjadi lebih baik dan sejahtera untuk apa kita ribut-ribut?. Lagian heboh Pilpres seperti ini bapakmu (saya) tidak bakalan dijadikan menteri, jadi buat apa menghabiskan stamina ribut-ribut dan bikin heboh pagelaran Pilpres ini?. Apalagi ada pihak-pihak yang ingin mengadakan people power, serahkanlah sepenuhnya kepada lembaga negara Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang telah diberikan kewenangan oleh UUD 1945 untuk menyelenggarakan pemilu dan menetapkan Presiden dan/Wakil Presiden terpilih. Sebab negara Indonesia adalah negara hukum (Pasal 1 ayat {3} UUD 1945).  

HUKUM, KETATANEGARAAN DAN KONSTITUSI

ALUN-ALUN PATI YANG BERSIH DAN INDAH YANG MEMILIKI TAGLINE KOTA BUMI MINA TANI

                                                         Alun-Alun, Pati, Jawa-Tengah   Pati Jawa-Tengah kini terus berbenah untuk mewujudka...

Pak Jokowi, Kami Dosen Belum Menerima Tunjangan Covid-19