Oleh WARSITO
Dosen Fakultas Hukum Universitas Jayabaya, Jakarta
Dosen Fakultas Hukum Universitas Satyagama, Jakarta
Kejahatan
ilmu sihir/ilmu hitam (santet) dilakukan oleh seseorang karena dilatari faktor
antara lain: sakit hati, saingan bisnis, cinta ditolak, saingan jabatan, ada
kepentingan pribadi yang terganggu. Orang yang nekat melakukan kejahatan santet
ini sudah tidak takut dosa lagi kepada Allah SWT yang penting tujuannya
tersampaikan untuk menyakiti orang lain hingga puas target sampai terjemput
ajal.
Sihir/Santet pernah heboh diperbincangkan di masyarakat karena diusulkan
melalui Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP),
tetapi, nasib RUU tersebut perlahan namun pasti menghilang bak
ditelan bumi. Nampaknya, perumus undang-undang kebingungan untuk mencari bukti
materiil yang akan dibawa ke persidangan untuk membuktikan seseorang benar melakukan
santet atau tidak, karena dikhawatirkan akan terjadi fitnah dan penghakiman
massa.
RUU
KUHP Pasal 293 menyatakan sebagai berikut:
(1) Setiap orang yang menyatakan dirinya
mempunyai kekuatan gaib, memberitahukan, memberikan harapan, menawarkan atau
memberikan bantuan jasa kepada orang lain bahwa karena perbuatannya dapat
menimbulkan penderitaan mental atau fisik seseorang, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak Kategori IV;
(2) Jika pembuat tindak pidana sebagaimana
dimaksud dalam ayat 1 melakukan perbuatan tersebut untuk mencari keuntungan
atau menjadikan sebagai mata pencaharian atau kebiasaan, maka pidananya
ditambah dengan sepertiga."
Keberadaan santet, selama ini masih
banyak yang menganggapnya sebagai sebuah mistis. Banyak orang yang semula
menggunakan pendekatan ilmiah semata, tidak mempercayai adanya santet, tetapi,
setelah terkena dan merasakan sakitnya sendiri yang luar biasa rasanya, baru
percaya bahwa perbuatan sihir/santet itu memang ada. Santet, teluh, tenung,
guna-guna sudah sejak lama dikenal oleh masyarakat, umumnya masyarakat pedesaan
yang masih kental nuansa mistis, karena: iri hati, dengki, sakit hati, atau
bisa juga karena ditolak cintanya.
RUU
KUHP yang akan memberlakukan santet terjadi pro kontra mengenai bukti
materiilnya di persidangan. Hal ini menandakan, perumus undang-undang belum
paham hekekat santet itu sendiri. Santet adalah kejahatan luar biasa (extra
ordinary crime) yang penanganannya harus dengan tindakan luar biasa
pula. Santet tidak bisa dilakukan dengan pengadilan konvensional, harus
menggunakan pengadilan khusus. Pengadilan Khusus, yang penulis maksudkan hakim
dan saksi-sakinya harus didatangkan dari orang-orang yang ahli bidang ini.
Tidak sembarangan orang-orang yang mengetahui benar tidaknya seseorang itu
terkena sihir/santet, hanya orang-orang yang punya derajat kewalian/aulia atau
orang2 yang kasyaf yang bisa mengetahui atau dapat membuktikan bahwa seseorang
terkena santet tidaknya. Jika orang yang mengirim ilmu hitam (santet) tersebut
mungkir di persidangan, sedangkan saksi-saksi yang mempunyai tingkat maqom
tinggi saya sebutkan tadi mengatakan benar bahwa dia yang menyantet, tetapi
tetap saja pelaku tidak mengakui, maka orang yang memiliki tingkat
kewalian tersebut tentu geram, akan mengajukan pertanyaan, guna memberikan
kesempatan untuk berbicara jujur. Jika masih tetap tidak mengakui bahwa dia
yang menyantet, puncaknya, kekasih Allah SWT tersebut tentu kesal dan geram
sambil berujar: “Jika benar bukan kamu yang menyantet, maka insya allah kamu
tidak akan celaka dan umurmu panjang, tetapi jika kamu yang menyantet tetapi
mungkir, maka celakalah dan pendeklah umurmu!. Kisah itu pernah terjadi orang
yang mungkir mencuri dirumah orang yang memiliki maqom tinggi tadi, karena
tidak mengakui mencuri, terbukti selang tiga hari orang tersebut benar-benar
meninggal dunia. Wallahu ‘alam.
Pemerintah
yang bertujuan untuk melindungi setiap anak negeri ini, sudah seharusnya segera
mengesahkan RUU KUHP menjadi Undang-Undang untuk melindungi warga negaranya
dari kejahatan ilmu hitam. Pro kontra selama ini hanya terjebak soal saksi dan
hakim, dikhawatirkan akan terjadi fitnah. Tetapi jangan khawatir, di negeri ini
ada orang-orang saleh yang memiliki derajat kewalian, hanya saja tidak mau
menampakkan diri dipermukaan. Umumnya, waliyullah sembunyi dalam hingar bingar
dunia yang penuh sandiwara. Tetapi, jika dibutuhkan untuk kesaksian perbuatan
santet ini, tentu mereka akan siap sedia. Masalahnya sekarang tergantung kepada
DPR bersama presiden, mau atau tidak untuk membuat UU tentang santet ini.
Di
Arab Saudi saja yang bukan Negara Islam terbesar bisa memiliki
Undang-Undang tentang sihir (santet). Apa kita tidak malu, mengapa kita sebagai
Negara Islam terbesar di dunia tidak bisa menerapkan undang-undang santet? Itu
sama saja, bahwa kita masih tidak yakin adanya santet, terlebih tidak yakin
adanya keghoiban. Padahal, bagi umat Islam yang disembah sehari-hari adalah
rajanya ghoib, yaitu, Allah SWT.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Jika Sobat Ingin Belajar Hukum Yang Baik dan Benar Rajinlah membaca Blog Hukum dan Ketatanegaraan ini dan Tinggalkanlah Komentar Yang Baik.