Selasa, 08 Desember 2020

KEDUDUKAN ETIKA MORAL DALAM SISTEM KETATANEGARAAN DI INDONESIA

 


Oleh Warsito, SH., M.Kn.

Dosen Fakultas Hukum Universitas Jayabaya, Jakarta

Dosen Fakultas Hukum Universitas Satyagama, Jakarta

 

KEDUDUKAN ETIKA MORAL  DALAM SISTEM KETATANEGARAAN DI INDONESIA sangat terkait erat. Hukum tidak hanya isi teks peraturan perundang-undangan disampingnya ada tatanan moral dan etika. Ketika saya sedang mengajar di depan mahasiswa pertanyaan yang  sering saya lontarkan, lebih tinggi manakah kedudukan etika moral dengan hukum itu?. Jawabannya adalah lebih tinggi etika moral, karena yang menggerakkan atau memobilisasi hukum adalah ruh jiwa manusia, ketika manusia akhlaqnya baik, maka hukum akan berjalan on the track sesuai tujuannya untuk menegakkan kebenaran dan keadilan, sebaliknya, ketika seseorang etika moralnya sudah rusak maka dipastikan hukum akan menjadi malapetaka ditangan orang-orang demikian, selengkap dan sebagus apa pun hukum jika ditangan orang-orang yang moralnya terdegradesi, maka hukum yang lengkap itu tidak memiliki makna apa-apa (meaningless).

 

KEDUDUKAN ETIKA MORAL  DALAM SISTEM KETATANEGARAAN DI INDONESIA DIPERINTAHKAN OLEH TAP MPR

TAP MPR No. VI/MPR/2001 Tentang Etika Kehidupan Berbangsa mengamanatkan untuk menjunjung tinggi etika. KNamun terkadang mahasiswa sering salah pengertian ketika saya menjelaskan bahwa etika moral itu kedudukannya lebih tinggi ketimbang hukum, ada yang salah tafsir menerima  penjelasan saya tersebut hierarki peraturan perundang-undangan yang paling tinggi adalah etika moral, bukan itu maksudnya. Dalam penjenjangan atau urut-urutan peraturan perundang-undangan kedudukan paling tinggi adalah UUD 1945, sedangkan etika moral sebagai supporting dalam melaksanakan undang-undang. Kedudukan  Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum negara dalam pembentukan suatu peraturan perundang-undangan di Indonesia. 

 

Kita patut memperhatikan dengan saksama pesan moral yang disampaikan oleh Spencer advokat kondang dari Amerika Serikat yang menyatakan jika ingin menjadi ahli hukum yang baik, terlebih dahulu jadilah pribadi-pribadi yang memiliki budi pekerti yang luhur. Pesan Spencer ini perlu kita renungkan bersama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Banyaknya penyelenggara negara yang ditangkap KPK karena melakukan tindakan korupsi, itu menunjukkan bahwa teori Spencer tentang Etika moral dalam berhukum tersebut terbukti kebenarannya. Indonesia saat ini tidak kekurangan sesuatu apa pun soal muatan undang-undang yang mengatur tentang tindak pidana korupsi untuk menjerat koruptor, begitu juga alat-alat negara untuk menegakkan supremasi hukum  sudah lengkap, akan tetapi kenyataannya korupsi tetap bertambah subur di Republik ini. Padahal amanat reformasi tahun 1998 antara lain pemberantasan KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme).

 

Oleh karena itu kita semua perlu kembali kepada kemuliaan agama, untuk kembali kepada jalan yang benar, bahwa agama apa pun melarang kita semua untuk melakukan korupsi (mencuri uang negara). Sebagai seorang muslim saya meyakini dan merinding, suatu saat nanti menghadap kepada Allah SWT akan ditanya dari depan dan belakang perihal harta yang diperoleh, dari mana dan dipergunakan untuk apa?. Tanda-tanda orang yang mengimani hari akhir dan mengamalkan agamanya dengan baik, auranya terlihat bening dan tidak akan berani melakukan korupsi, tidak melakukan korupsi bukannya takut kepada KPK, tetapi lebih takut kepada Allah SWT sang pencipta alam semesta ini, karena suatu saat nanti kita pasti akan diperjumpakanNya. Mari dukung bersama peran penegakan hukum untuk pemberantasan korupsi seperti yang dilakukan oleh KPK, Kejaksaan dan Kepolisian agar dapat melaksanakan tugasnya dengan baik, dengan demikian akan terselamatkan uang negara yang pada akhirnya dapat dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

 

Minggu, 06 Desember 2020

KORUPSI DI MASA PANDEMI HUKUMANNYA BISA MATI

 


 

Oleh WARSITO, SH., M.K.n.

Dosen Fakultas Hukum Universitas Jayabaya, Jakarta

Dosen Fakultas Hukum Universitas Satyagama Jakarta

 

Ketika ada revisi UU KPK, KPK sempat diragukan oleh publik sudah tidak memiliki taji lagi, karena kewenangannya sudah diamputasi. Sebab, untuk melakukan OTT, penyadapan harus minta izin Dewan Pengawas terlebih dahulu, yang dianggap berbelit, merepotkan dan menghambat. UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2019 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2OO2 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI  Pasal 37B (1) Dewan Pengawas bertugas: a. mengawasi pelaksanaan tugas dan wewenang Komisi Pemberantasan Korupsi; b. memberikan izin atau tidak memberikan izin Penyadapan, penggeledahan, dan/atau penyitaan; c. menyusun dan menetapkan kode etik Pimpinan dan Pegawai Komisi Pemberantasan  Korupsi; d. menerima laporan dari masyarakat mengenai adanya dugaan pelanggaran kode etik oleh Pimpinan dan Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi atau pelanggaran ketentuan dalam Undang-Undang; e. menyelenggarakan sidang untuk memeriksa adanya dugaan pelanggaran kode etik oleh Pimpinan dan Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi.

 

Namun, keraguan KPK yang dianggap sudah tidak bergigi lagi itu bisa ditepis tatkala KPK dengan gagah berani Pimpinan KPK yang diketuai oleh Firli Bahuri menangkap 2 Menteri aktif, yang pertama, menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo, saya kutip dari Kompas. Com (https://nasional.kompas.com/read/2020/11/25/07271511/kpk-tangkap-menteri-kelautan-dan-perikanan-edhy-prabowo), yang kedua, saya kutip dari Tribunnews.com(https://www.tribunnews.com/nasional/2020/12/06/mensos-juliari-p-batubara-ditangkap-kpk-tak-lama-setelah-ditetapkan-tersangka-dugaan-suap), Menteri Sosial Juliari, P Batubara.

 

Melalui tulisan ini saya mengajak kepada segenap penyelenggara negara, baik eksekutif, legislatif maupun  yudikatif untuk  tidak coba-coba melakukan tindakan korupsi apalagi dilakukan dalam situasi rakyat sedang susah menghadapi wabah corona seperti sekarang ini.

Jika pelaku terorisme pernah dihukum mati, pemproduksi narkoba pun sudah banyak dihukum mati, maka korupsi dalam jumlah yang besar apalagi dilakukan disaat rakyat susah seperti ini, maka di UU Tindak pidana korupsi bisa diancam hukuman mati. UU Tipikor sudah menegaskan apabila korupsi dilakukan dalam keadaan tertentu, keadaan tertentu disini bisa bencana dan krisis moneter, maka sesuai UU tindak pidana korupsi tersebut hukuman mati sudah bisa diberlakukan. Marilah kita menyimak dengan saksama UU. No. 31 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,  Pasal 2 (1) Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah). (2) Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan.

 

Berdasarkan penjelasan UU TIPIKOR tersebut bahwa yang dimaksud dengan “keadaan tertentu” dalam ketentuan ini dimaksudkan sebagai pemberatan bagi pelaku tindak pidana korupsi apabila tindak pidana tersebut dilakukan pada waktu negara dalam keadaan bahaya sesuai dengan undang-undang yang berlaku, pada waktu terjadi bencana alam nasional, sebagai pengulangan tindak pidana korupsi, atau pada waktu negara dalam keadaan krisis ekonomi dan moneter

 

Meski didalam penjelasan UU Tipikor tersebut tidak disebut secara eksplisit koruptor yang bisa dihukum mati melakukan korupsi karena wabah pandemi, tetapi berdasarkan penafsiran ekstensif, bukan restriktif, maka koruptor yang melakukan korupsi dalam situasi wabah seperti sekarang ini dapat dikenai hukuman mati.

 

KORUPSI DI MASA PANDEMI HUKUMANNYA BISA MATI

Korupsi yang dilakukan di masa pandemi bisa diancam hukuman mati. Jika para penyelenggara negara dapat mengamalkan agamanya dengan baik, tentu takut ketika akan menghadap kepada Tuhannya, karena urusan harta akan ditanya dari depan dan belakang. Sebagai orang muslim saya meyakini ketika didalam kubur akan ditanya perihal: Siapa Tuhanmu?.Siapa Nabimu?.  Darimana dan untuk apa hartamu?. Jika kita ingat akan menghadapi pertanyaan kubur seperti ini tentu kita akan merinding dan takut. Kita tidak melakukan korupsi bukannya takut kepada KPK, tetapi takut kepada Allah SWT karena pada saatnya nanti kita akan dimintai pertanggungjawaban tentang asal-usul harta yang kita peroleh.

 

Pak Jokowi Pilihlah Menteri Yang Jujur

Pak Joko Widodo, sebagai Presiden anda memiliki hak preogatif pilihlah menteri-menteri dengan mengutamakan kejujuran dan kapabilitas, jangan gentar menghadapi tekanan partai-partai politik yang telah menyodorkan nama-nama kadernya untuk dipilih menjadi  menteri, meski saya paham presiden tidak akan melupakan jasa baik partai politik atau gabungan partai yang telah mengusungnya menjadi presiden RI. Demikian juga ketika akan dilakukan perombakan Kabinet (Reshuffle), maka utamakanlah kejujuran, niscaya pak Presiden tidak akan mendengar lagi menteri-menterinya ditangkap KPK. Setiap warga negara memiliki kedudukan yang sama untuk dipilih menjadi menteri baik dari kalangan akademis, profesional maupun dari kader-kader partai politik, akan tetapi, sekali lagi ukurannya adalah kejujuran, itu persyaratan nomor satu, barulah disusul kecakapan. Jika sudah memenuhi syarat seperti itu, pak  Presiden akan merasa tenang dan nyaman sebab besar kemungkinan jika para menteri sudah memiliki sifat jujur tidak akan ada lagi melakukan tindakan-tindakan yang tidak terpuji. Jika masih ada menteri-menteri pak Presiden yang ditangkap KPK karena tidak memiliki sifat kejujuran, itu menteri yang tidak amanah dan tidak bersyukur tidak bisa menjaga nama baik presiden, justru sama saja membuat malu pak presiden.

 

Jumat, 04 Desember 2020

PAK JOKO WIDODO RAKYAT SEPENUHNYA MENDUKUNG NKRI

 

Oleh WARSITO, SH., M.Kn.

DosenFakultas Hukum Universitas Jayabaya, Jakarta                                                                                              

 Dosen Fakultas Hukum Universitas Satyagama, Jakarta

 

Bapak Presiden Republik Indonesia Joko Widodo, jangan ada keraguan atau sedikit pun rasa takut  apalagi gentar untuk menghadapi dan menindak tegas kelompok-kelompok pelaku separatisme  perbuatan makar yang ingin memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Panggung sejarah membuktikan betapa sesak napas dan sakitnya hati rakyat dan bangsa Indonesia, tatkala Timor-Timur terlepas dari pangkuan ibu pertiwi sejak 1999 akibat jajak pendapat yang dimenangkan oleh Pro Kemerdekaan. Dengan kemenangan pro kemerdekaan tersebut Timor-Timur akhirnya membentuk sebuah negara baru yang dinamai Timor Leste.

Duka teranyar masih menyelimuti kita kehilangan Timor-Timur, baru-baru saja telinga kita dibuat merah tatkala mendengar berita ada kelompok yang menyatakan membuat pemerintahan sementara di Papua Barat untuk memisahkan diri dari NKRI. Bahwa klaim pembentukan pemerintahan sementara  itu sebagai bentuk provokasi yang tidak memiliki legalitas syarat-syarat pembentukan suatu negara berdasarkan hukum internasional. Kalau boleh saya katakan pembentukan pemerintahan sementara di Papua ini adalah upaya gertak sambal yang  dimaksudkan untuk meledek pemerintah Republik Indonesia yang sah. Selain bentuk provokasi dan gertak sambal, klaim pembentukan pemerintahan sementara di Papua Barat bertujuan untuk meminta dukungan dunia internasional agar bersimpati kepada gerakan separatis ini. Hanya ada satu kata untuk pemerintah Indonesia, JANGAN SEKALI-KALI MEMBERIKAN KESEMPATAN UNTUK REFERENDUM sangat berbahaya  jangan menelan  pil pahit lagi seperti kasus Timor-Timur.

Berita yang saya kutip dari Tempo.Co (https://www.tempo.co/abc/6163/sudah-saatnya-indonesia-pergi-dari-papua-ulmwp-umumkan-pemerintah-sementara-papua)  The United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) pada hari Selasa (01/12) mengumumkan pembentukan Pemerintah Sementara West Papua. Menurut keterangan tertulis yang diterima ABC Indonesia dari ULMWP, pembentukan pemerintah sementara dalam penantian ini bertujuan untuk memobilisasi rakyat West Papua yang mencakup Provinsi Papua dan Papua Barat, untuk mewujudkan referendum menuju kemerdekaan. Pemerintah ini nantinya yang akan memegang kendali di Papua dan menyelenggarakan pemilu yang demokratis di sana. Benny Wenda akan menjabat sebagai Presiden sementara Republik Papua Barat atau ULMWP. Republik Papua Barat, yang disebut ULMWP sebagai negara dalam penantian, akan diwakili secara internasional oleh Presiden sementara yang dijabat oleh Benny Wenda, eksil Papua yang bermukim di Inggris.

 

Meski pemerintah RI tidak perlu menanggapi ledekan pembentukan pemerintahan sementara Papua Barat tersebut, atas nama negara dan Pemerintah RI, kita tetap harus mewaspadai upaya-upaya gerakan sistematis yang dilakukan oleh separatis yang bertujuan untuk memancing emosi rakyat Indonesia sekaligus provokasi kepada TNI yang tugas utamanya menjaga keutuhan dan kedaulatan wilayah RI. Hal lain, tujuan pembentukan pemerintahan sementara juga dimaksudkan untuk mendapat dukungan Internasional. Hanya ada satu kata bagi rakyat-pemerintah dan bangsa Indonesia bahwa bentuk NKRI itu tidak bisa ditawar-tawar lagi. NKRI tidak dapat dilakukan perubahan, TITIK!.

Tujuan pembentukan pemerintahan Papua Barat lepas dari NKRI tidak lain didorong syahwat kekuasaan untuk bagi-bagi jabatan mulai dari eksekutif, yudikatif dan legislatif.

 

Warga Papua Mari Kita Bersatu Membangun Indonesia

Melalui tulisan ini saya meminta masyarakat warga Papua untuk bersatu padu membangun negeri kita tercinta Indonesia,  agar menjadi lebih baik dan maju. Pemerintah tentu sudah melakukan upaya-upaya untuk kemajuan tanah Papua mulai dari pembangunan infrastruktur dan penyamaan harga BBM dan harga semen yang semula harganya jomplang dengan harga di Jawa. Namun apabila ternyata pemerintah belum maksimal berbuat untuk kesejahteraan rakyat Papua, sebagai warga negara yang baik kita memiliki saluran demokrasi untuk menyampaikan masukan-masukan kepada  pemerintah Indonesia agar kedepan Indonesia menjadi lebih baik lagi. Dengan demkian tanah Papua yang menjadi bagian terintegrasi dengan Indonesia akan semakin bertambah maju.

 

Saya bangga menjadi bangsa Indonesia yang memiliki berbagai macam perbedaan, baik Ras, Suku, agama dan budaya tetapi dalam  Bingkai NKRI dengan semboyannya: Bhinneka Tungga Ika, berbeda-beda tetapi tetap satu jua, yaitu menjadi bangsa yang besar yaitu, bangsa Indonesia.

Meski pemerintah sudah membangun infrastruktur secara merata termasuk di tanah Papua, tetap saja di mata gerakan separatisme menganggap pemerintah belum banyak berbuat. Intinya, sehebat apa pun pemerintah RI dalam membangun tanah Papua, dimata kelompok separatis ini tetap tidak dianggap, bahkan otonomi khusus yang diberikan ditolak, itu semua karena kelompok separatis ini hanya menginginkan sebuah negara Papua merdeka.

 

 NKRI Sudah Final

Pasal 37 Ayat (5) UUD 1945 menyatakan dengan tegas: bahwa khusus mengenai bentuk NKRI tidak dapat dilakukan perubahan, ini artinya semua pasal-pasal yang ada di dalam UUD 1945 dapat diubah, kecuali satu yang diberi lampu merah, yaitu larangan perubahan mengenai bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia. Larangan merubah bentuk NKRI tidak serta merta begitu saja ada didalam pasal UUD 1945, tetapi ada asbabun nuzulnya ada yang melatarinya, dimana kita sebagai bangsa Indonesia, pernah berduka Timor-Timur bisa lepas dari NKRI. Selain Timor-Timur lepas dari  NKRI kita juga kehilangan pulau Sipadan dan Ligitan melalui putusan Pengadilan Mahkamah Internasional di Den Haag, Belanda yang dimenangkan oleh Malaysia. Cukuplah bagi kita rakyat dan bangsa Indonesia mendapati kasus diatas sebagai pelajaran yang amat berharga.

Pak Joko Widodo Presiden Republik Indonesia, kami rakyat dan bangsa Indonesia mendukung sepenuhnya tindakan pemerintah untuk tegas terhadap gerakan/upaya-upaya separatisme yang coba-coba untuk mengganggu keutuhan wilayah RI yang bertujuan ingin memisahkan diri dari NKRI.

Jangan sampai dibiarkan sejengkal tanah ibu pertiwi ini akan terlepas lagi, sebab amanat konstitusi NKRI dilarang untuk dilakukan perubahan. JANGAN DIBERIKAN OPSI UNTUK REFERENDUM DI TANAH PAPUA, INGAT!! KASUS JAJAK PENDAPAT DI TIMOR-TIMUR KITA TELAH BERDUKA  KEHILANGAN TIMOR-TIMUR.

 

Rabu, 02 Desember 2020

ALHAMDULILLAH, AKHIRNYA PEMERINTAH MELALUI PAK JOKOWI, DAN PAK MENTERI PENDIDIKAN@KEBUDAYAAN, MEMBERIKAN BANTUAN TUNJANGAN COVID-19 UNTUK DOSEN YANG DIBERI NAMA BANTUAN SUBSIDI UPAH (BSU)

 


OLEH WARSITO, SH., M.Kn 

DOSEN FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SATYAGAMA, JAKARTA

 

Pak Joko Widodo dan pak Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Alhamdulilah, puji Syukur kepada Allah SWT, akhirnya dosen tersenyum sumringah menyambut gembira adanya tunjangan Covid-19 yang dikenal dengan istilah BSU (Bantuan Subsidi Upah) dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sebesar Rp. 1.800.000 (satu juta delapan ratus ribu rupiah) yang diberikan satu kali.

Beberapa waktu lalu melalui tulisan saya di Blog Hukum Ketatanegaraan ini, saya sempat mengkritik pemerintah, mengapa dosen sebagai pendidik profesional untuk mencerdaskan kehidupan anak-anak bangsa yang bertugas utama untuk mentransformasikan ilmu pengetahuan dan teknologi kepada anak-anak didik luput dari perhatian pemerintah diberikan tunjangan Covid-19?, padahal dosen juga sangat terdampak dalam menghadapi wabah ini, terutama kami sebagai dosen swasta justru sering mengalami kemacetan menerima honor mengajar dari institusi kami yang sudah kedodoran masalah keuangan akibat pandemi ini, padahal honor mengajar yang kami terima jumlahnya tidak seberapa. Pemerintah sudah tepat ketika membantu orang-orang yang terdampak Covid-19 terutama kaum duafa. Begitu juga sudah benar ketika pemerintah memberikan tunjangan Covid-19 kepada pemilik BPJS Ketenagakerjaan yang gajinya dibawah 5juta, sayangnya, kami para dosen banyak  yang tidak memiliki BPJS Ketenagakerjaan tersebut.

 

Akhirnya, keputusan pak Presiden Joko Widodo dan pak Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim disambut suka cita oleh para dosen ditengah-tengah kesulitan hidup seperti sekarang ini yang telah menganggarkan untuk memberikan Bantuan Covid-19  melalui Subsidi Upah (BSU) di lingkungan Kemendikbud. Harapan kami sebagai dosen, mudah-mudahan bantuan subsidi upah dari pemerintah ini, kiranya dapat dilembagakan untuk diberikan kepada dosen, mengingat kita semua tidak tahu kapan wabah Covid-19 ini akan berakhir.

Sekali lagi terima kasih kepada pak Joko Widodo dan pak Nadiem Makarim, semoga Allah SWT akan senantiasa membimbing bapak untuk terus amanah dalam mengemban tugas-tugas kenegaraan yang telah diamanatkan oleh konstitusi Republik Indonesia, sehingga rakyat dan bangsa Indonesia akan semakin bertambah bangga dan mencintai pemimpinnya.

Aamiin..3x Ya Robbal ‘Aalamiin.

HUKUM, KETATANEGARAAN DAN KONSTITUSI

ALUN-ALUN PATI YANG BERSIH DAN INDAH YANG MEMILIKI TAGLINE KOTA BUMI MINA TANI

                                                         Alun-Alun, Pati, Jawa-Tengah   Pati Jawa-Tengah kini terus berbenah untuk mewujudka...

Pak Jokowi, Kami Dosen Belum Menerima Tunjangan Covid-19