Oleh Warsito, SH., M.Kn.
Dosen Fakultas Hukum Universitas Jayabaya, Jakarta
Dosen Fakultas Hukum Universitas Satyagama, Jakarta
KEDUDUKAN ETIKA MORAL DALAM SISTEM KETATANEGARAAN DI INDONESIA sangat terkait erat. Hukum tidak hanya isi teks peraturan perundang-undangan disampingnya ada tatanan moral dan etika. Ketika saya sedang mengajar di depan mahasiswa pertanyaan yang sering saya lontarkan, lebih tinggi manakah kedudukan etika moral dengan hukum itu?. Jawabannya adalah lebih tinggi etika moral, karena yang menggerakkan atau memobilisasi hukum adalah ruh jiwa manusia, ketika manusia akhlaqnya baik, maka hukum akan berjalan on the track sesuai tujuannya untuk menegakkan kebenaran dan keadilan, sebaliknya, ketika seseorang etika moralnya sudah rusak maka dipastikan hukum akan menjadi malapetaka ditangan orang-orang demikian, selengkap dan sebagus apa pun hukum jika ditangan orang-orang yang moralnya terdegradesi, maka hukum yang lengkap itu tidak memiliki makna apa-apa (meaningless).
KEDUDUKAN ETIKA MORAL DALAM SISTEM KETATANEGARAAN DI INDONESIA DIPERINTAHKAN OLEH TAP MPR
TAP MPR No. VI/MPR/2001 Tentang Etika Kehidupan Berbangsa mengamanatkan untuk menjunjung tinggi etika. KNamun terkadang mahasiswa sering salah pengertian ketika saya menjelaskan bahwa etika moral itu kedudukannya lebih tinggi ketimbang hukum, ada yang salah tafsir menerima penjelasan saya tersebut hierarki peraturan perundang-undangan yang paling tinggi adalah etika moral, bukan itu maksudnya. Dalam penjenjangan atau urut-urutan peraturan perundang-undangan kedudukan paling tinggi adalah UUD 1945, sedangkan etika moral sebagai supporting dalam melaksanakan undang-undang. Kedudukan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum negara dalam pembentukan suatu peraturan perundang-undangan di Indonesia.
Kita patut memperhatikan dengan saksama pesan moral yang disampaikan oleh Spencer advokat kondang dari Amerika Serikat yang menyatakan jika ingin menjadi ahli hukum yang baik, terlebih dahulu jadilah pribadi-pribadi yang memiliki budi pekerti yang luhur. Pesan Spencer ini perlu kita renungkan bersama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Banyaknya penyelenggara negara yang ditangkap KPK karena melakukan tindakan korupsi, itu menunjukkan bahwa teori Spencer tentang Etika moral dalam berhukum tersebut terbukti kebenarannya. Indonesia saat ini tidak kekurangan sesuatu apa pun soal muatan undang-undang yang mengatur tentang tindak pidana korupsi untuk menjerat koruptor, begitu juga alat-alat negara untuk menegakkan supremasi hukum sudah lengkap, akan tetapi kenyataannya korupsi tetap bertambah subur di Republik ini. Padahal amanat reformasi tahun 1998 antara lain pemberantasan KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme).
Oleh karena itu kita semua perlu kembali kepada kemuliaan agama, untuk kembali kepada jalan yang benar, bahwa agama apa pun melarang kita semua untuk melakukan korupsi (mencuri uang negara). Sebagai seorang muslim saya meyakini dan merinding, suatu saat nanti menghadap kepada Allah SWT akan ditanya dari depan dan belakang perihal harta yang diperoleh, dari mana dan dipergunakan untuk apa?. Tanda-tanda orang yang mengimani hari akhir dan mengamalkan agamanya dengan baik, auranya terlihat bening dan tidak akan berani melakukan korupsi, tidak melakukan korupsi bukannya takut kepada KPK, tetapi lebih takut kepada Allah SWT sang pencipta alam semesta ini, karena suatu saat nanti kita pasti akan diperjumpakanNya. Mari dukung bersama peran penegakan hukum untuk pemberantasan korupsi seperti yang dilakukan oleh KPK, Kejaksaan dan Kepolisian agar dapat melaksanakan tugasnya dengan baik, dengan demikian akan terselamatkan uang negara yang pada akhirnya dapat dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Jika Sobat Ingin Belajar Hukum Yang Baik dan Benar Rajinlah membaca Blog Hukum dan Ketatanegaraan ini dan Tinggalkanlah Komentar Yang Baik.