Oleh WARSITO, SH.,
M.Kn.
Dosen
Fakultas Hukum Universitas Jayabaya, Jakarta
Dosen Fakultas Hukum Universitas
Satyagama, Jakarta
Alumni Magister Kenotariatan UI
Juara I Test Analis Undang-Undang DPR
RI Tahun 2016
Juara I Lomba Pidato MPR-DPR Tahun 2003
Ketika saya
pernah menjadi PNS di Sekeretariat Jenderal MPR RI selama 11 tahun, sering ditugasi
untuk memandu dirigent lagu Kebangsaan Indonesia Raya dalam upacara-upacara pengibaran
Bendera. Tatkala mendengar khabar Lagu Kebangsaan Indonesia Raya diparodikan dengan nyanyian
pelecehan tiba-tiba “darah saya menjadi mendidih”. Lagu Kebangsaan Indonesia Raya ini sebagai
spirit untuk kemajuan dan kebanggaan bangsa Indonesia. Lagu karya WR. Soepratman tidak hanya dinyanyikan untuk acara-acara sakral yang sifatnya Kenegaraan,
tetapi juga dinyanyikan oleh masyarakat kalangan bawah dari tingkat RT-RW-Kelurahan tatkala sedang
memperingati HUT Kemerdekaan RI.
Sebagai warga Negara Indonesia, ketika menyanyikan lagu Kebangsaan Indonesia Raya jika bisa
menghayati dengan khidmat kettika pada sampai bait “Bangunlah Jiwanya, Bangunlah
Badannya untuk Indonesia Raya”, niscaya bathinnya akan bergetar dan meleleh
airmatanya sebagai tanda bukti bahwa kita bangga dan cinta kepada bangsa Indonesia sebagai tumpah
darah kita.
Saya
tidak mengira pelecehan ini dilakukan oleh anak yang masih dibawah umur, semula
dugaan banyak orang Parodi Lagu Kebangsaan Indonesia Raya
dilakukan oleh Warga Negara Malaysia, mengingat hubungan Indonesia-Malaysia
sebagai negara serumpun selama ini sering terjadi suasana panas-dingin, apalagi diketahui parodi pelecehan
Lagu Kebangsaan Indonesia Raya ini berasal dari akun di Malaysia. Tetapi setelah
diselidiki oleh Polis Diraja Malaysia ternyata Parodi pelecehan Lagu Kebangsaan
Indonesia Raya tersebut dilakukan oleh WNI sendiri. Astagfirullahal ‘adziim!.
Yang lebih bikin geleng-geleng kepala saya, diluar dugaan pelakunya masih anak
dibawah umur.
APRESIASI
KEPADA POLIS DIRAJA MALAYSIA
Hanya
satu kata yang patut disampaikan kepada Polis Diraja Malaysia LUAR BIASA karena
telah mengusut dengan sungguh-sungguh pelaku Parodi Lagu Kebangsaan Indonesia Raya,
sebelum menemukan pelakunya di Sabah yang notabene WNI sendiri Polis Diraja
Malaysia berjanji akan mengungkap kasus penghinaan Parodi Lagu Kebangsaan Indonesia Raya ini
tanpa pandang bulu sekali pun warga negaranya sendiri akan ditindak dengan tegas.
Begitu juga Kepolisian Republik Indonesia perlu diapresiasi telah sigap menangkap
pelakunya di Cianjur hasil pengembangan dari penyelidikan Polis Diraja
Malaysia di Sabah Malaysia tersebut.
Kasus
ini dapat dijadikan hikmah agar kita dapat menjalin hubungan lebih
erat lagi dalam pergaulan antar bangsa apalagi dengan negara serumpun tetangga
kita di Malaysia. Didalam pergaulan hidup bangsa-bangsa di dunia, kita saling
membutuhkan satu dengan yang lainnya, hubungan Indonesia-Malaysia yang selama ini panas-dingin perlu
dirajut persaudaraan yang lebih akrab. Jangankan dengan Malaysia
negara yang serumpun kita harus baik dan rukun, dengan bangsa-bangsa diseluruh
dunia meski berbeda suku, ras, agama dan budaya kita wajib menjalin tali
persaudaraan yang baik, walaupun kita berlain-lainan bangsa, karena sesungguhnya kita
adalah satu yaitu, ciptaan Allah SWT makhluk yang berasal dari Adam.
Begitu
diketahui pelaku Parodi Lagu Kebangsaan Indonesia Raya ini masih anak dibawah umur, " semula darah
saya yang mendidih”, sedikit agak turun tensinya. Saya kasihan kepada adik yang masih dibawah umur ini,
bagaimana cara belajarnya tentang Etika Moral dan wawasan kebangsaan sampai tega-teganya menghina
lagu kebangsaan Indonesia Raya milik bangsa sendiri. Tadinya memang saya geram sekali
karena lagu Kebangsaan kita dilecehkan tetapi karena pelakunya masih anak
dibawah umur kita harus tunduk kepada UU Sistem Peradilan Pidana Anak yang
tidak boleh ditangkap atau ditahan tetapi perlu didekati dengan keadilan Restoratif
dan Diversi.
UU TENTANG LAGU KEBANGSAAN.
Pasal
64 UU No. 24 Tahun 2009 Tentang Bendera, Bahasa dan Lagu Kebangsaan Indonesia
Raya diatur sanksinya dengan tegas, Setiap
orang dilarang: a. mengubah Lagu Kebangsaan dengan nada, irama, kata-kata, dan gubahan
lain dengan maksud untuk menghina atau merendahkan kehormatan Lagu Kebangsaan; b.
memperdengarkan, menyanyikan, ataupun menyebarluaskan hasil ubahan Lagu Kebangsaan
dengan maksud untuk tujuan komersial ;atau c. menggunakan Lagu Kebangsaan untuk
iklan dengan maksud untuk tujuan komersial.
Dipertegas
Pasal 70 Setiap orang yang mengubah Lagu Kebangsaan dengan nada,irama,kata-kata,dan
gubahan lain dengan maksud untuk menghina atau merendahkan kehormatan Lagu Kebangsaan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 huruf a, dipidana dengan pidana penjara paling
lama 5(lima) tahun atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (limaratus juta rupiah).
Penyebar
Konten Parodi Pelecehan Lagu Kebangsaan Indonesia Raya Bisa Dipidana
Pasal 71 (1) Setiap orang yang dengan
sengaja memperdengarkan, menyanyikan, ataupun menyebarluaskan hasil ubahan Lagu
Kebangsaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 huruf b, dipidana dengan pidana penjara
paling lama 1(satu) tahun atau denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus jutarupiah).
(2) Ketentuan ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku juga bagi
setiap orang yang dengan sengaja menggunakan Lagu Kebangsaan untuk iklan komersial
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 huruf c.
Keadilan
Restoratif dan Diversi
Keadilan
Restoratif dan Diversi
Keadilan
Restoratif adalah penyelesaian perkara tindak
pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga
pelaku/korban, dan pihak lain yang terkait untuk
bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan
menekankan pemulihan kembali pada keadaan
semula, dan bukan pembalasan. Diversi adalah pengalihan penyelesaian perkara Anak dari proses peradilan pidana ke proses
di luar peradilan pidana.
Proses Pengadilan adalah untuk merehabilitasi bukan untuk menghukum. Penangkapan,
penahanan anak, dan pengadilan anak adalah upaya terakhir kalaupun dilakukan
harus dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.
Pelaku
Parodi pelecehan Lagu Kebangsaan Indonesia Raya masih anak dibawah umur berdasarkan
UU No. 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, dalam ketentuan umum
yang dimaksud Anak yang
Berkonflik dengan Hukum yang selanjutnya disebut Anak adalah anak yang telah berumur
12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga
melakukan tindak pidana.
Pasal
3 Setiap Anak dalam proses peradilan pidana berhak: a. diperlakukan secara
manusiawi dengan memperhatikan kebutuhan sesuai dengan umurnya; b. dipisahkan
dari orang dewasa; c. memperoleh bantuan hukum dan bantuan lain secara efektif;
d. melakukan kegiatan rekreasional; e. bebas dari penyiksaan, penghukuman atau
perlakuan lain yang kejam, tidak manusiawi, serta merendahkan derajat dan
martabatnya; f. tidak dijatuhi pidana mati atau pidana seumur hidup; g. tidak
ditangkap, ditahan, atau dipenjara, kecuali sebagai upaya terakhir dan dalam
waktu yang paling singkat; h. memperoleh keadilan di muka pengadilan Anak yang
objektif, tidak memihak, dan dalam sidang yang tertutup untuk umum; i. tidak
dipublikasikan identitasnya; j. memperoleh pendampingan orang tua/Wali dan
orang yang dipercaya oleh Anak; k. memperoleh advokasi sosial; l. memperoleh
kehidupan pribadi; m. memperoleh aksesibilitas, terutama bagi anak cacat; n.
memperoleh pendidikan; o. memperoleh pelayananan kesehatan; dan p. memperoleh
hak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 4 (1) Anak
yang sedang menjalani masa pidana berhak: a.mendapat pengurangan masa pidana;
b.memperoleh asimilasi; c.memperoleh cuti mengunjungi keluarga; d.memperoleh
pembebasan bersyarat; e.memperoleh cuti menjelang bebas; f.memperoleh cuti
bersyarat; dan g.memperoleh hak lain sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
HAKIM
SEBELUM MENJATUHKAN PUTUSAN
Pasal 60 (1) Sebelum menjatuhkan putusan, Hakim
memberikan kesempatan kepada
orang tua/Wali dan/atau pendamping
untuk mengemukakan hal yang bermanfaat
bagi Anak. (2) Dalam hal tertentu Anak Korban diberi
kesempatan oleh Hakim untuk
menyampaikan pendapat tentang perkara
yang bersangkutan. (3) Hakim wajib mempertimbangkan laporan
penelitian kemasyarakatan dari
Pembimbing Kemasyarakatan sebelum
menjatuhkan putusan perkara. (4) Dalam hal laporan penelitian kemasyarakatan
sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) tidak dipertimbangkan dalam
putusan Hakim, putusan batal
demi hukum.
Meski ada keadilan restoratif supaya anak
dibawah umur tidak mengulangi perbuatan tindak pidana lagi harus ada pembimbing
atau lembaga kemasyarakatan untuk membina anak tersebut agar menjadi lebih baik
etika moralnya kedepan.