Senin, 02 September 2019
RELEVANSI MASA JABATAN PRESIDEN DENGAN PILPRES SECARA LANGSUNG OLEH RAKYAT
Selasa, 27 Agustus 2019
PINDAHLAH IBUKOTA NEGARA INDONESIA ASAL TIDAK MELANGGAR KONSTITUSI
Gaduh wacana pemindahan ibukota negara dari periode ke periode masa jabatan Presiden Republik Indonesia tak berkesudahan. Saatnya Presiden Joko Widodo memimpin negeri ini, nampaknya niat untuk merealisasikan pemindahan ibukota ke Kalimantan akan diseriusi, wajar usulan ini pun menuai pro dan kontra di tengah-tengah masyarakat.
Sesungguhnya usulan pemindahan ibu kota negara ini sudah digulirkan mulai dari Presiden RI pertama, Ir. Soekarno, (usulan ibukota di Palangkaraya), Soeharto, (menetapkan ibukota alternatif ke Jonggol melalui Keppres 1 Tahun 1997), BJ. Habibie, ( Mengusulkan ibukota pindah Sidrap, Sulawesi Selatan), Susilo Bambang Yudhoyono (mengusulkan Banyumas, Purwokerto, Jawa-Tengah). https://www.kompasiana.com/babomoggi/5cd26e4295760e6c05055b62/5-presiden-pernah-wacanakan-pemindahan-ibukota-negara-siapa-saja-mereka?page=2, dan terakhir ini Joko Widodo (mengusulkan ibukota negara ke Kalimantan). https://www.cnnindonesia.com/tv/20190806143827-405-418873/video-presiden-ibu-kota-negara-pindah-ke-kalimantan.
Mengapa wacana pemindahan ibukota negara yang sudah lama ini sulit dikonkretkan?. Pertama, sejak amandemen UUD 1945 dimulai tahun 1999-2002 negeri ini tidak memiliki lagi GBHN (Garis-Garis Besar Haluan Negara) sebagai panduan dalam rangka menjalankan haluan negara yang terstuktur dan sistematis untuk Rencana Pembangunan Lima Tahunan ke depan termasuk didalamnya mengatur pola perpindahan ibukota Negara. Dampak GBHN yang ditiadakan, akibatnya setiap pergantian pemimpin nasional wacana pemindahan ibukota selalu mengemuka oleh Presiden lebih ironisnya lagi, setiap pemimpin negeri ini memilki pemilihan tempat pemindahan ibukota yang berbeda-beda.
Sebaiknya kepindahan ibukota negara tidak dapat diputuskan hanya melalui pembentukan undang-undang atas persetujuan bersama antara presiden dengan DPR, hal-hal yang menyangkut kebijakan strategis simbol-simbol negara untuk kepentingan rakyat negara-bangsa harus diambil putusan melalui forum musyawarah yang bernama Majelis Permusyawaratan Rakyat. MPR harus menggelar sidang istimewa untuk menentukan perlu tidaknya nasib ibukota negara pindah dari Jakarta ke kota-kota yang disepakati dalam sidang MPR. Hasil keputusan itu dituangkan dalam bentuk Ketetapan MPR (TAP MPR) yang merupakan bagian tata perundang-undangan dibawah UUD 1945, bentuk TAP MPR ini lebih kuat ketimbang melalui undang-undang.
Jika pemindahan ibukota dilandasi dengan argumentasi Jakarta sudah sarat
dengan beban, terjadi kesenjangan antara jawa dengan luar jawa karena Jakarta
selain sebagai ibukota negara juga pusat pemerintahan, pusat perdagangan, pusat
keuangan, pusat bisnis, dan juga karena alasan Jawa sarat beban penduduk (https://www.cnnindonesia.com/tv/20190806143827-405-418873/video-presiden-ibu-kota-negara-pindah-ke-kalimantan), maka
alasan ini kurang tepat. Begitu pula jika pemindahan karena alasan
untuk pemerataan ekonomi juga kurang berdasar, sebab untuk pemerataan ekonomi
selayaknya bukan hanya di Kalimantan saja, tetapi harus dapat menjangkau
ke seluruh pelosok tanah air.
Implikasi Pemindahan Ibukota
Jika ibukota Negara dipindah ke Kalimantan bagaimana kedudukan pasal 2 ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan bahwa MPR bersidang sedikitnya sekali dalam lima tahun di Ibukota Negara?. Ini artinya majelis nanti harus bersidang di Ibukota Negara yang baru dipilih, dengan demikian gedung yang megah MPR/DPR RI senayan ini tidak terpakai lagi untuk sidang majelis. Jika kepindahan ibukota negara dilakukan di Kalimantan, tetapi MPR tetap bersidang di Jakarta, sesungguhnya ini pelanggaran berat konstitusi. Konkretnya, dengan pemindahan ibukota negara juga akan berdampak pembangunan gedung baru MPR ke ibukota baru tersebut, karena konstitusi menyatakan MPR harus bersidang sedikit-dikitnya sekali dalam lima tahun di ibukota negara. Dengan demikian pemindahan ibukota negara ke Kalimantan ini bakalan menghabiskan anggaran negara yang tidak sedikt. Namun untuk sidang DPR tetap dapat dilakukan di Jakarta karena untuk sidang DPR konstitusi tidak menentukan harus di ibukota negara.
Jika pemindahan ibukota bertujuan untuk trickle down effect sebenarnya juga sangat baik, sebab segala kegiatan dalam bentuk ekonomi yang dilakukan dalam rangkaian yang lebih besar diharapkan akan dapat memberikan efek (menetes) terhadap kegiatan ekonomi di bawahnya yang skala cakupannya lebih kecil. Pada prakteknya, teori ini tidak dapat dijalankan sepenuhnya. Fakta dilapangan justru sebaliknya, dapat disaksikan dengan terang benderang justru trickle up effect atau efek muncrat ke atas. Orang-orang kaya akan cenderung lebih mendapatkan kemudahan secara ekonomi, justru lupa untuk membangun perekonomian kecil yang berada di bawahnya. Akibatnya, yang kaya menjadi semakin kaya, dan yang miskin tetap miskin. Oleh karena itu, pembagian pambangunan tetap saja akan dinikmati oleh kalangan atas saja.
Jika ditilik Jakarta yang sudah sarat dengan segalanya, ada baiknya pemindahan ibukota ini memang perlu dilakukan, paling tidak pemindahan ibukota ini bakalan mengurangi kemacetan Jakarta yang selama ini sulit diurai. Jakarta saat ini sudah menjadi neraka kemacetan, benar-benar ampun kemacetan Jakarta saat ini. Hal lain pemindahan ibukota di Kalimantan ini akan menggeliatkan ekonomi kerakyatan masyarakat setempat.
Inilah dampak baik dan buruknya pemindahan ibukota negara yang diwacanakan memilih tempat ke Kalimantan. Namun dalam tulisan ini saya mengapresiasi bapak Presiden Joko Widodo yang telah berkesungguhan untuk merencanakan pemindahan ibukota sebagaimana argumentasi yang dikemukakan diatas. Saya yakin seyakin-yakinnya pemindahan ibukota yang sudah diwacanakan sejak lama ini akan terealisasi ketika era pemerintahan Presiden Joko Widodo saat ini. Aamiin. Mengapa? Karena selama ini Presiden Joko Widodo sudah memberikan bukti dalam hal infrastruktur yang selama ini hasilnya kita nikmati bersama.
Namun pak Presiden juga harus berhati-hati, niat yang baik dan tulus ini harus diberengi regulasi yang baik, tepat dan benar oleh karena itu saran saya pemindahan ibukota ini lebih tepat melalui pintu TAP MPR untuk pemindahan ibukota ketimbang melalui undang-undang.
Senin, 26 Agustus 2019
KEDUDUKAN ETIKA KEHIDUPAN BERBANGSA DALAM SISTEM HUKUM DI INDONESIA MELALUI TAP MPR No VI/MPR/2001 TENTANG ETIKA KEHIDUPAN BERBANGSA
Kamis, 22 Agustus 2019
SURAT TERBUKA UNTUK PAK JOKOWI PILIHLAH MENTERI-MENTERI YANG PROFESIONAL DAN JUJUR JANGAN TAKUT TEKANAN POLITIK
Didalam menentukan menteri-menteri yang disodorkan oleh partai-partai politik jika sekira pak Jokowi menilai tidak profesional bapak harus berani tegas untuk menolak, jangan takut rakyat yang telah memilih pak Jokowi menjadi presiden akan senantisa dibelakang mendukung keputusan bapak yang baik dan bijak.
Pak Jokowi Presidenku, kami dari akademisi, ketika nama-nama menteri akan diumumkan oleh Presiden kami semua biasanya berkumpul didepan televisi melihat dan mengamati dengan saksama sambil geguyonan, berharap-harap cemas mana tahu ada nama-nama menteri yang nyasar di akademisi ini dipilih pak Presiden menjadi menteri, bahkan ada yang bercanda tapi serius sudah dapat telpon dari Sekretaris Negara belum? (maksudnya utusan Presiden) untuk menghubungi sang calon menteri. Yang lain menimpali: jangan harap anda jadi menteri meski anda Profesor atau Doktor jika anda tidak dekat dengan penguasa atau menjadi pengurus partai politik. Dosen yang lain masih tak kalah menyahut: Buktinya sia Anu dan si X menjadi menteri meski bukan dari partai politik atau dekat penguasa, di pojok diskusi ada yang menyahut: oh..kalau iu dia benar-benar profesional. Mudah-mudahan bapak Presiden nanti mau merubah rekrutmen menteri-menteri, karena pak Presiden diberikan wewenang penuh oleh UUD 1945 memiliki hak preogratif untuk menentukan dan mengangkat menteri-menteri, tidak boleh ada tekanan-tekanan atau tawar menawar dari pihak mana pun termasuk sekalipun dari partai politik yang mengusung bapak menjadi calon Presiden.
Selasa, 20 Agustus 2019
JANGAN GEMETARAN TANDA TANGAN DIATAS MATERAI
HUKUM, KETATANEGARAAN DAN KONSTITUSI
Proses Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dan Berbagai Permasalahannya
Proses Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dan Berbagai Permasalahannya Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia...
Pak Jokowi, Kami Dosen Belum Menerima Tunjangan Covid-19
-
Foto Teknisi IndoHome di Rumah Tanggal 1 Agustus 2024 Ternyata tidak banyak orang yang tahu tentang singkatan IndiHome ternyata ke...
-
Oleh: Warsito, S.H., M.Kn. -Mantan Tim Perumus Tata Naskah Dinas DPD - Dosen Universitas Satyagama Jakarta - PNS DP...
-
Kedudukan DPR dalam Sistem Hukum Ketatanegaraan Indonesia Dalam sistem hukum ketatanegaraan di Indonesia, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) m...