Tahun 1970an saya masih ingat kehidupan di
kampung saya dusun Bukung, Desa Kayen, Kecamatan Kayen, Kabupaten Pati, Jawa
Tengah sangat memprihatinkan sekali, yang punya televisi satu kampung cuma satu
orang itu pun pak Inggi (Pak Lurah Sebutan di Kota) untuk Desa sebutan kepala
desa, TVnya itu hitam putih. Jaman dahulu belum ada televisi berwarna dan tahun
1990an yang punya sepeda motor Honda Supra itu juga cuma satu orang waktu itu
harganya Honda Supra tahun 1990 sekitar 2.5 juta sekarang luar biasa setiap
rumah semua punya kendaraan bermotor bahkan ada yang punya 3 bahkan lebih itu
tandanya sekarang masyarakat sudah pada sejahtera. Waktu itu susahnya hidup di
kampung makan saja dengan nasi jagung yang ditumbuk dulu dan waktu saya
sekolah SD dan SMP masih nyeker alias belum mampu beli sepatu orang tua saya.
Sekarang sudah jaman kemajuan teknologi televisi sudah berbagai merk tinggal tergantung ada atau
tidak uangnya untuk membelinya. Begitu
juga sekarang beras sudah gemah ripah loh jinawe tinggal ada atau tidak duitnya
untuk membelinya. Tahun 1970 satu kampung yang makan nasi padi hanya satu orang
bu lek saya karena jualan di pasar dan anaknya cuma semata wayang sedangkan
bapak saya jumlah anaknya 9 orang terkadang makan ketela dicacah dicampur
dengan nasi jagung sungguh sangat memprihatinkan sekali kehidupan saya
di dusun. Saya diasuh oleh ibu tiri karena ibu kandung saya sudah bercerai dengan
bapak saya sejak saya masih duduk di kelas 3 SD sedih rasanya diasuh oleh ibu
tiri meski demikian saya juga tidak melupakan kebaikan ibu tiri yang telah
memelihara saya waktu saya kecil. Yang saya ingat sampai sekarang perlakuan ibu
tiri yang tidak adil ketika membagi makan nasi botok lauk anaknya kandung yang
satu dipendam di nasi yang satu ditaruh dipermukaan, anaknya diberikan dua botok
seolah-olah sama dengan saya diberikan satu botok daging yang ditaruh
dipermukaan nasi saya. Waktu melihat perlakuan ibu tiri saya yang tidak adil
itu saya menangis bathin, namanya anak kecil, anak kandungnya itu ngomong
sendiri menunjukkan ke saya kalau diberikan 2 botok. Meski demikian kalau saya
pulang bersama istri saya pasti tidak lupa dengan ibu tiri saya untuk
memberikan uang dan oleh-oleh itu tanda bahwa saya masih ingat kepada ibu tiri
saya yang telah membesarkannya. Kesan dan Pesan Lahir di Dusun Pelosok Jawa-Tengah
Satu Kampung Hanya Satu Yang Punya TV Hitam Putih dan Makan Nasi Jagung itu
bukan mitos tetapi benar-benar saya alami. Tetapi hikmahnya bagi saya bisa
hidup prihatin dan tidak foya-foya selagi kita diberikan kesempatan rezeki oleh
Allah SWT. Memang dilahirkan dari keluarga tidak mampu satu sisi menderita tapi
sisi lain sangat bermanfaat agar kita bisa hidup kuat dan tidak cengeng alias
kita bisa tahan banting. Hidup di dusun juga enak nggak enak, enaknya gotong
royongnya sangat kuat jangan ditanya kalau soal gotong royong belajarlah orang
kota dengan masyarakat pedesaan, kalau ada apa-apa misalnya kesusahan orang
kampung ringan tangan untuk segera membantunya itu salah satu kelebihan hidup
di kampung. Kelemahannya orang kampung karena jarang yang bekerja kantoran maka
banyak yang merumpi alias suka gibah kepada orang lain, kelemahannya lagi yaitu
hidup di kampung serba salah jika kita miskin umumnya kita akan dijauhi namun
jika kita menjadi orang kaya atau punya kalau hutang mereka nggak kita pinjami
kita akan di geting alias dimusuhi serba salah memang miskin susah, kaya juga
repot inilah kehidupan di kampung. Budaya di Kampung halaman saya sangat buruk
kalau hutang piutang sama saudara susah membayarnya mungkin pikirnya sama
saudara nggak membayar nggak apa-apa padahal tidak demikian hutang itu wajib membayar dunia
akhirat hutang akan dipertanggungjawabkan kepada Allah SWT. Begitulah selayang
pandang kehidupan saya di Kampung hal-hal yang buruk jangan ditiru karena
perbuatan karena tidak baik hal yang baik perlu diadopsi. Umumnya kalau kita
pulang kampung dari Jakarta dikiranya uang kita itu banyak padahal nyarinya
setengah mati dikira uangnya banyak inilah mereka menggunakan segala cara untuk
mendekati kita terkadang kita ditawari makan dulu dicarikan lauk pauk nanti sesudah
makan nasi kita baru jurus niat aslinya yang hutang disampaikan ke kita disini
kita sudah serba nggak enak sudah makan nasinya kalau menolak nggak ngasih
hutangan. Disini akal kelicikan diperagakan oleh masyarakat kampung jangan
sekali-kali ditiru karena ini perbuatan sangat tidak baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Jika Sobat Ingin Belajar Hukum Yang Baik dan Benar Rajinlah membaca Blog Hukum dan Ketatanegaraan ini dan Tinggalkanlah Komentar Yang Baik.