Selasa, 27 Februari 2024

Membaca Arah Hak Angket Penyelidikan Penyelenggaran Pemilu 2024 Yang Gaduh di Masyarakat

 

 

Oleh WARSITO, SH., M.Kn                                                                                                                                                                                          

     Dosen Fakultas Hukum Universitas Ibnu Chaldun, Jakarta

Dosen Fakultas Hukum Universitas Jayabaya, Jakarta 

Dosen Fakultas Hukum dan Fakultas Ekonomi@Binis Universitas Primagraha 

Kampus Tangerang


 

       Sangat mudah untuk membaca Arah Hak Angket Penyelidikan Penyelenggaraan Pemilu pada tahun 2024 akan berakhir seperti apa. Dapat dikatakan sangat mudah karena ujung-ujungnya hak angket bakalan melempem bak kerupuk yang tersiram air dingin, perlahan namun pasti akan hilang bak ditelan bumi. Pandangan ini karena didasari politik kita selama ini sangat transaksional dan pragmatis tidak ada idealisme politik di negeri ini. Ketika sudah dapat jabatan akan berubah Haluan. Pengalaman sebelumnya ketika terjadi kontestasi Capres-Cawapres rakyat dibawah yang gaduh, terkadang kalau tidak paham hukum yang baik pendukung  Capres-Cawapres saling gontok-gontokan, tapi  enak saja begitu yang kalah kontestasi ketika dirayu diberi jabatan Menteri seketika itu juga langsung berubah menjadi koalisi, akhirnya konstituen kecewa berat, sungguh terlalu jika sudah begini sikap elite-elite politik di negeri ini terjadi krisis keteladanan dan kesantunan. Padahal oposisi sama-sama memiliki tujuan yang mulia untuk memastikan bahwa presiden telah bekerja untuk kepentingan dan kesejahteraan rakyat.

Hak Angket Adalah Hak Istimewa DPR

         Berdasarkan Pasal 20A UUD NRI Tahun 1945, DPR RI secara kelembagaan memiliki hak interpelasi, hak angket dan hak menyatakan pendapat. Dari hak-hak yang dimiliki DPR itu saat ini hak yang paling ngetrend di tengah-tengah masyarakat adalah hak angket yang akan digunakan untuk mendorong penyelidikan tentang dugaan penyalahgunaan penyelenggaraan pemilu yang dinilai tidak jujur dan adil. Pro kontra tentang hak angket menjadi hal yang biasa, namun bagi seorang akademisi hak angket keniscayaan untuk mengetahui seberapa besar ada tidaknya pelanggaran undang-undang yang dilakukan oleh penyelenggara negara dalam penyelenggaraan pemilu Februari kemarin. Hak angket juga dapat dilakukan untuk penyelidikan terhadap kebijakan Pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Seandainya tidak ada pelanggaran kenapa harus takut dengan adanya hak angket? Hak angket diajukan bukan soal siapa yang mengusulkan, bukan berarti bagi yang kalah dalam kontestasi Capres-Cawapres tidak berhak mengusung hak angket. Hak angket dilaksanakan perlu tidaknya untuk menjawab hal-hal yang mendasar yang dihadapi oleh rakyat, bangsa dan negara mengenai dugaan pemilu telah terjadi pelanggaran secara terstruktur, sistematis dan massif (TSM). Hak angket yang dilaksanakan harus mempertimbangkan urgensinya untuk kepentingan rakyat, bangsa dan negara tidak boleh ada dendam politik. Jika dalam penyelidikan hak angket tsb hasilnya terjadi pelanggaran katakan saja ada pelanggaran, sebaliknya jika tidak terjadi pelanggaran sampaikan tidak terjadi pelanggaran UU. Jika memang terjadi dugaan penyelenggara negara telah menyalahi aturan undang-undang atau penyelenggara negara kebijakannya bertentangan dengan undang-undang dan norma-norma kepatutan, maka harus ada tindaklanjut dari pembentukan Pansus Hak Angket ini. Wajar jika ada beberapa pihak yang tidak puas dengan hasil pemilihan umum akan menempuh jalur politik, dimana selama ini jalur hukum diragukan dapat menuntaskan persoalan yang mendasar terkait dengan salah satu kewenangan MK yang memutus perselisihan hasil pemilihan umum.

Pelaksanaan Hak Angket DPR Dapat Berujung Impeacment

Berdasarkan Pasal 79 undang-undang nomor 17 Tahun 2014 Sebagaimana diubah dengan UU. No. 13 Tahun 2019 Tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3) Hak DPR sbb: a. interpelasi; b. angket; dan c. menyatakan pendapat. Hak interpelasi adalah hak DPR untuk meminta keterangan kepada Pemerintah mengenai kebijakan Pemerintah yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Sedangkan Hak angket adalah hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang dan/atau kebijakan Pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Hak menyatakan pendapat adalah hak DPR untuk menyatakan pendapat atas: a. kebijakan pemerintah atau mengenai kejadian luar biasa yang terjadi di tanah air atau di dunia internasional; b. tindak lanjut pelaksanaan hak interpelasi dan hak angket c. dugaan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden melakukan pelanggaran hukum baik berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, maupun perbuatan tercela, dan/atau Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.

Hak Angket Dapat Berujung Hak Menyatakan Pendapat ke Mahkamah Konstitusi

Jadi selama ini jika ada yang menyatakan bahwa hak angket itu tidak dapat berujung ke pemakzulan itu tidak tepat. Logika sederhananya untuk apa DPR diberi hak angket jika hanya dilaksanakan untuk ramai-ramai ajang tetapi tidak memiliki implikasi yuridis?. Untuk apa hak angket diadakan jika hanya akan menghabiskan uang negara saja? Untuk apa  membentuk Pansus hak angket jika akhirnya cuma gertak sambal? Cuma nyapek2in saja. Marilah kita memperhatikan dengan saksama sumpah jabatan presiden didalam pasal 9 UUD NRI Tahun 1945 yang bersumpah atas nama Allah SWT “akan memenuhi kewajiban presiden RI dengan sebaiknya-baiknya dan seadil-adilnya akan memegang teguh UUD NRI tahun 1945 dan menjalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbhakti kepada nusa dan bangsa”.

Dengan memperhatikan dengan saksama sumpah Presiden didalam Pasal 9 konstitusi jika ternyata dalam penyelidikan hak angket ditemukan pelanggaran bahwa presiden telah melanggar konstitusi atau UU maka DPR selanjutnya dapat menggunakan hak menyatakan pendapat dugaan bahwa presiden telah melanggar UUD 1945 atau UU ke Mahkamah Konstitusi. Putusan MK dikembalikan kepada DPR selanjutnya DPR mengundang sidang MPR untuk menindaklanjuti putusan MK tsb. Putusan MK akan menjadi permasalahan besar jika ternyata putusan justisil berbeda dengan putusan politik. Jika terjadi pemakzulan presiden misalnya MK telah memutus presiden bersalah melanggar hukum mengingat koalisi yang mendukung pemerintah di parlemen sudah overload dapat saja MPR tidak memberhentikan presiden maka dampaknya akan terjadi kekacauan konstitusi. Bukankan negara Indonesia adalah negara hukum?. Rumusan konstitusi yang tepat jika presiden telah dinyatakan MK bersalah melanggar hukum semestinya ditindaklanjuti oleh MPR wajib memberhentikan Presiden, tentu Presiden terlebih dahulu diberikan kesempatan untuk membela diri di forum majelis, jika ternyata MPR menerima pembelaan diri oleh Presiden, maka MPR tidak akan memberhentikan Presiden.

 

Perlu Berhitung Dengan Cermat Hak Angket Kekuatan Koalisi dan Oposisi di DPR

 

Adalah pasangan nomor urut 3 Capres-Cawapres Ganjar Pranowo-Mahfud, MD yang mendorong adanya hak angket di DPR untuk menyelidiki dugaan telah terjadinya pelanggaran UU tentang penyelenggaraan pemilu. Namun sebelum hak angket dilaksanakan harus menghitung dengan cermat kekuatan pengusul hak angket di DPR. Dimana berdasarkan Pasal 199 UU. MD3 Hak angket sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79 ayat (1) huruf b UU MD3 diusulkan oleh paling sedikit 25 (dua puluh lima) orang anggota DPR dan lebih dari 1 (satu) fraksi. Pengusulan hak angket disertai dengan dokumen yang memuat paling sedikit: a. materi kebijakan dan/atau pelaksanaan undang undang yang akan diselidiki; dan b. alasan penyelidikan. Usul menjadi hak angket DPR apabila mendapat persetujuan dari rapat paripurna DPR yang dihadiri lebih dari 1/2 (satu per dua) jumlah anggota DPR dan keputusan diambil dengan persetujuan lebih dari 1/2 (satu per dua) jumlah anggota DPR yang hadir.

Jika hak angket dikomandoi partai PDIP sebagai fraksi terbesar di DPR dengan dibantu Partai Nasdem, PKB dan PKS, besar kemungkinan hak angket akan bergulir dan berjalan mulus. Namun jika pada akhirnya PDIP tidak enak hati untuk menggalang hak angket karena bagaimana pun Joko Widodo menjadi presiden RI selama dua periode utamanya adalah melalui kendaraan partai politik PDIP, maka kalau sudah begitu wacana hak angket yang selama ini gaduh di masyarakat perlahan, namun pasti akan hilang bak ditelan bumi. Apalagi sudah ada pertemuan khusus antara Presiden Joko Widodo dengan Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh meski khabarnya cuma sekedar membahas hal-hal yang ringan isu perpolitikan terkini di negeri ini, tetapi publik tidak begitu saja percaya, bagi akademisi akan mudah membaca arah pertemuan Joko Widodo dengan Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh. Yang paling dikhawatirkan dan ditakuti oleh konstituen yang telah memilih Pasangan Calon Urut Nomor 1 Capres-Cawapres Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar yang diusung oleh Nasdem, PKS dan PKB, adalah ketika ada janji-janji atau iming-iming kepada kepada Partai Nasdem, dan PKB jika bersedia menjadi koalisi pemerintah akan mendapat jatah sekian Menteri, tentu hal ini akan menyakiti hati konstituen, wajar jika konstituen akan kecewa dan marah besar. Sebab, selama ini Capres-Cawapres dengan nomor urut 1 telah menyihir konstituen dengan mengusung tagline perubahan. Jika karena jabatan Menteri terus merapat menjadi koalisi, maka kita kehilangan identitas politik yang baik dan juga melanggar TAP MPR No. VI/MPR/2001 Tentang Etika Kehidupan Berbangsa.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jika Sobat Ingin Belajar Hukum Yang Baik dan Benar Rajinlah membaca Blog Hukum dan Ketatanegaraan ini dan Tinggalkanlah Komentar Yang Baik.

HUKUM, KETATANEGARAAN DAN KONSTITUSI

ALUN-ALUN PATI YANG BERSIH DAN INDAH YANG MEMILIKI TAGLINE KOTA BUMI MINA TANI

                                                         Alun-Alun, Pati, Jawa-Tengah   Pati Jawa-Tengah kini terus berbenah untuk mewujudka...

Pak Jokowi, Kami Dosen Belum Menerima Tunjangan Covid-19