Sebagai anak, kita tentu berusaha memberikan yang terbaik untuk orang tua, terutama ketika mereka sedang dalam keadaan sakit. Begitu juga dengan saya, yang menghadapi kenyataan bahwa kartu kredit Bank Mandiri saya terkuras habis untuk membiayai pengobatan ibu saya di Rumah Sakit Siloam Karawaci. Meski berat, saya tidak pernah merasa keberatan untuk membiayai ibu saya. Tanggung jawab ini saya emban sepenuhnya karena memang sudah menjadi kewajiban saya sebagai anak.
Namun, di balik rasa tanggung jawab dan kasih sayang yang besar terhadap orang tua, ada kenyataan pahit yang tidak bisa saya elakkan—yaitu kenyataan mengenai warisan keluarga. Ketika ayah saya meninggal pada tahun 2016, seharusnya menjadi waktu yang penuh kehangatan dan rasa saling mendukung antar saudara. Tetapi yang terjadi justru sebaliknya. Alih-alih memberikan bantuan finansial dalam bentuk iuran untuk biaya pengobatan ayah, banyak saudara saya yang sulit untuk diajak bekerja sama. Beberapa bahkan tidak memberikan bantuan saat ayah saya meninggal.
Tidak hanya itu, masalah warisan pun menjadi sumber pertengkaran. Sebagai anak tertua, saya merasa seharusnya saya yang pertama kali mendapatkan bagian yang lebih besar dari warisan tersebut, karena saya yang bertanggung jawab penuh dalam perawatan dan biaya pengobatan orang tua. Namun, kenyataan berkata lain. Justru saudara-saudara saya saling bertikai mengenai bagian warisan, seolah-olah itu lebih penting daripada menghargai jasa dan perjuangan orang tua selama ini.
Saya tidak pernah berharap banyak. Apa yang saya lakukan untuk ibu saya saat ini adalah sebuah bentuk tanggung jawab, kasih sayang, dan penghargaan saya terhadap orang tua. Saya tidak pernah merasa keberatan dengan biaya yang saya keluarkan, meskipun kartu kredit saya terkuras dan tagihannya membengkak. Apa yang lebih penting bagi saya adalah melihat ibu saya sehat kembali, dan saya merasa lebih puas jika itu bisa tercapai meskipun melalui pengorbanan finansial.
Namun, sangat disayangkan jika dalam keadaan seperti ini, saat seseorang benar-benar membutuhkan bantuan, ada banyak hal yang seharusnya bisa diselesaikan dengan hati yang lebih terbuka, malah menjadi ajang untuk saling memperebutkan sesuatu yang material. Warisan yang seharusnya menjadi pembagian yang adil dan bijaksana, justru menjadi sumber perpecahan. Begitu juga dengan perhatian terhadap orang tua, yang seharusnya menjadi kewajiban bersama, malah menjadi beban bagi satu orang saja.
Bagi saya, ini adalah pelajaran berharga tentang arti kasih sayang yang sesungguhnya. Kasih sayang itu tidak bisa diukur dengan materi, dan tidak bisa dibayar dengan warisan atau harta. Tanggung jawab sebagai anak tidak mengenal seberapa besar harta yang kita miliki, tetapi seberapa besar perhatian dan cinta yang kita berikan untuk orang tua kita. Saya berharap kisah saya ini bisa menjadi refleksi bagi kita semua untuk lebih menghargai orang tua dan tidak menjadikan materi sebagai hal utama dalam keluarga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Jika Sobat Ingin Belajar Hukum Yang Baik dan Benar Rajinlah membaca Blog Hukum dan Ketatanegaraan ini dan Tinggalkanlah Komentar Yang Baik.