Pada tahun 1997, saya memulai karier sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Sekretariat Jenderal Majelis Permusyawaratan Rakyat (Setjen MPR). Dengan latar belakang pendidikan SMA, saya diterima sebagai PNS dengan golongan IIa, yang saat itu merupakan jabatan yang terendah alias jadi kuli di birokrasi. Namun, perjalanan saya sebagai PNS tidak berjalan mulus sesuai harapan. Proses panjang yang saya lalui akhirnya membawa saya untuk mengambil keputusan besar, yaitu berhenti dari PNS pada Februari 2008.
Keputusan untuk berhenti tidak datang begitu saja. Ada banyak faktor yang mempengaruhi keputusan saya, salah satunya adalah ketidakpuasan terhadap pengembangan karier saya di Setjen MPR. Seiring berjalannya waktu, saya berhasil menyelesaikan pendidikan sarjana hukum dan magister hukum dengan susah payah, namun posisi dan golongan saya tetap stagnan, meskipun saya telah memperoleh gelar akademik yang lebih tinggi. Hal ini tentunya sangat mempengaruhi semangat dan motivasi saya untuk terus bekerja dengan maksimal. Sebagai seorang yang telah berjuang keras meraih pendidikan tinggi, rasanya tidak adil apabila perubahan pada jabatan atau golongan saya tidak mencerminkan pencapaian tersebut.
Salah satu pengalaman yang sangat membekas adalah ketidaksesuaian antara pendidikan yang saya raih dengan jabatan yang saya pegang. Saya merasa tidak dihargai, padahal saya telah berusaha sebaik mungkin untuk memenuhi harapan dan menunjukkan komitmen kepada negara melalui pekerjaan saya di Setjen MPR. Tidak hanya itu, saya juga mengalami pemindahan ke Setjen Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) tanpa adanya penyesuaian terhadap status dan golongan saya, yang seharusnya mencerminkan pencapaian pendidikan saya.
Di tengah ketidakpuasan itu, ada momen-momen yang membuat saya merasa tersingkirkan. Setiap kali ada upacara kenegaraan, saya diberikan tugas untuk membacakan teks Pancasila, Pembukaan UUD 1945, atau menjadi dirigen. Tugas-tugas tersebut memang penting dan saya lakukan dengan sepenuh hati. Namun, di sisi lain, saya merasa terpinggirkan ketika nama-nama pengibar bendera yang dibacakan tidak mencantumkan gelar saya. Saya merasa seperti tidak dihargai atas pencapaian pendidikan dan dedikasi saya.
Pada akhirnya, pada Februari 2008, saya mengambil keputusan yang berat untuk berhenti dari PNS. Keputusan ini saya ambil setelah mempertimbangkan berbagai faktor, termasuk ketidakjelasan perkembangan karier saya meskipun telah menempuh pendidikan tinggi. Keputusan tersebut bukanlah hasil dari kebosanan atau kemalasan, melainkan karena rasa ketidakadilan yang saya alami di dalam sistem birokrasi. Saya merasa bahwa usaha saya untuk meraih pendidikan tinggi seharusnya diikuti dengan apresiasi yang sesuai, baik dalam bentuk kenaikan jabatan maupun pengakuan atas pencapaian saya.
Meninggalkan status PNS bukanlah keputusan yang mudah. Bagi banyak orang, menjadi PNS adalah cita-cita dan kebanggaan, namun bagi saya, pengalaman itu tidak lagi memberikan rasa puas atau semangat. Saya merasa terperangkap dalam sebuah sistem yang tidak mampu memberikan ruang bagi perkembangan karier saya, meskipun saya sudah berusaha keras untuk mencapai hal tersebut.
Sekarang, setelah melangkah jauh dari dunia birokrasi, saya melihat pengalaman ini sebagai sebuah pelajaran berharga. Dunia kerja, baik di sektor publik maupun swasta, memang penuh tantangan dan ketidakpastian. Namun, yang terpenting adalah kita bisa terus berkembang sesuai dengan potensi dan kemampuan kita. Keputusan untuk berhenti sebagai PNS adalah keputusan yang memberikan saya kebebasan untuk mengejar apa yang saya inginkan, tanpa dibatasi oleh birokrasi yang tidak adil.
Saya berharap pengalaman ini bisa menjadi refleksi bagi mereka yang sedang bekerja dalam birokrasi, khususnya di lingkungan pemerintah. Jangan biarkan ketidakadilan atau ketidakpastian menghalangi langkah kita untuk berkembang. Pendidikan adalah salah satu cara untuk memperbaiki diri, namun sistem yang tidak responsif terhadap perkembangan itu justru bisa merampas semangat kita.
Kamis, 05 Desember 2024
Pengalaman Berhenti Sebagai PNS di Sekretariat Jenderal MPR: Sebuah Refleksi
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
HUKUM, KETATANEGARAAN DAN KONSTITUSI
Pembentukan dan Fungsi Komisi Pemilihan Umum dalam Hukum Ketatanegaraan Indonesia
Pembentukan dan Fungsi Komisi Pemilihan Umum dalam Hukum Ketatanegaraan Indonesia Komisi Pemilihan Umum (KPU) merupakan salah satu lembaga...
Pak Jokowi, Kami Dosen Belum Menerima Tunjangan Covid-19
-
Foto Teknisi IndoHome di Rumah Tanggal 1 Agustus 2024 Ternyata tidak banyak orang yang tahu tentang singkatan IndiHome ternyata ke...
-
Barangkali terdengar berlawanan orang yang sedang dimaki-maki dan dikuliti habis-habisan oleh orang lain justru dikatakan orang yang...
-
O leh WARSITO, SH., M.Kn. Dosen Fakultas Hukum Universitas Jayabaya, Jakarta Dosen Fakultas Hukum Universitas Ibnu Chaldun, Jakarta Alumni...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Jika Sobat Ingin Belajar Hukum Yang Baik dan Benar Rajinlah membaca Blog Hukum dan Ketatanegaraan ini dan Tinggalkanlah Komentar Yang Baik.