Oleh Warsito
Pada tahun 2003, saya, dinyatakan juara I dalam lomba pidato antar Sekretariat Jenderal MPR RI dan DPR RI, sebuah pengalaman yang tak terlupakan meski saya hanya berbekal pendidikan SMA. Di tengah peserta lomba yang sebagian besar berstatus sarjana, bahkan ada yang memiliki gelar Magister, saya merasa seperti ikan kecil di tengah lautan luas. Namun, pencapaian ini tidak datang begitu saja. Ada perjuangan, komitmen, dan tekad yang kuat yang saya tanamkan dalam diri saya untuk bisa bersaing di antara mereka.
Lomba pidato ini diikuti oleh sekitar 30 peserta yang berasal dari Sekretariat Jenderal MPR dan Sekretariat Jenderal DPR, yang semuanya memiliki latar belakang pendidikan tinggi. Untuk menjaga objektivitas, dewan juri terdiri dari satu orang perwakilan dari DPR, satu dari MPR, serta satu lagi dari Universitas Padjajaran agar independen. Lomba berlangsung dari jam 9 pagi hingga pukul 15.30 sore, dengan waktu yang cukup panjang untuk mempersiapkan diri dan berbicara di depan juri.
Persiapan dan Perjalanan Menuju Panggung
Keikutsertaan saya dalam lomba pidato ini sebenarnya bukanlah keputusan pribadi. Kepala bagian saya yang awalnya terdaftar untuk mengikuti lomba, tiba-tiba berhalangan hadir karena kesibukan pekerjaan. Dengan berbagai pertimbangan, saya diminta untuk menggantikannya. Meskipun saya merasa cemas dan tidak yakin,
saya menerima tanggung jawab ini dengan sepenuh hati. Dalam benak saya, satu hal yang terpenting: saya harus punya konsep pidato yang baik dan mampu menyampaikan pesan dengan cara yang meyakinkan dewan juri.
Pada pagi hari itu, sebelum lomba dimulai, saya ditemani oleh Pak Sanadi yang memberi dukungan moral. Jujur saja, saya sempat merasa gemetar dan cemas sebelum naik ke panggung. Namun, begitu saya dipanggil dan berdo’a kepada Allah SWT, rasa gugup dan gemetar itu perlahan menghilang. Saya mulai merasa lebih percaya diri, menyadari bahwa ini adalah kesempatan yang tak boleh saya sia-siakan.
Saya berkomitmen untuk menghafal seluruh materi pidato saya dan menyusun konsep yang tidak hanya berbobot, tetapi juga dapat memikat hati para juri. Saya bertekad agar pidato saya tidak sekadar menjadi sambutan atau ceramah biasa. Saya ingin pidato saya bisa menggugah dan memberikan kesan mendalam bagi para juri.
Pencapaian dan Kejutan yang Menyenangkan
Setelah lebih dari enam jam berlomba, lomba pun selesai. Namun, saya tidak menunggu mendengarkan pengumuman pemenang. Saya memilih kembali ke ruangan untuk menenangkan diri. Saya tidak berharap banyak, karena saya tahu banyak peserta lain yang memiliki pengalaman dan latar belakang pendidikan yang jauh lebih tinggi.
Namun, pada pukul 4 sore, saya menerima telepon dari seorang teman yang mengabarkan bahwa saya berhasil meraih juara I dalam lomba pidato tersebut. Hadiah uang senilai satu juta rupiah menjadi milik saya, dan perasaan saya saat itu luar biasa. Tidak hanya karena hadiah uang yang cukup besar, tetapi lebih karena pengakuan atas usaha dan kerja keras yang saya lakukan.
Dewan juri mengungkapkan bahwa dari 30 peserta yang berkompetisi, hanya saya yang benar-benar menyampaikan pidato, sementara yang lain hanya memberikan sambutan atau ceramah dengan membaca catatan. Ini adalah pengakuan besar yang menunjukkan bahwa tekad dan persiapan saya membuahkan hasil.
Refleksi Ketidaksukaan Terhadap Keputusan Sekjen MPR.
Namun, di balik kebahagiaan itu, ada satu momen yang membuat saya kecewa. Saat pengumuman lomba pidato selesai, Sekretariat Jenderal MPR menarik diri dari pertandingan sepak bola dalam rangka PORSENI tahunan. Sepak bola dan Lomba Pidato tersebut juga merupakan bagian dari PORSENI untuk memeriahkan peringatan HUT Kemerdekaan RI Lebih mengecewakan lagi, Sekjen MPR menyatakan bahwa saya tidak perlu menerima hadiah uang satu juta rupiah karena sudah mendapatkan uang Pelayanan Sidang (UPS) dan uang paket. Menurut saya, keputusan ini sangat tidak bijaksana. Lomba pidato adalah kompetisi yang bersifat prestasi dan penghargaan atas kemampuan berbicara di depan umum, dan hadiah tersebut adalah hasil dari kerja keras saya sendiri. Menghalangi saya untuk menerima hadiah itu menunjukkan kurangnya pemahaman tentang pentingnya apresiasi terhadap prestasi individu.
Pelajaran Berharga dari Sebuah Prestasi
Meskipun ada ketidakpuasan terkait keputusan yang diambil oleh Sekjen MPR, saya merasa bahwa pengalaman ini sangat berharga. Saya belajar banyak tentang pentingnya persiapan matang, komitmen, dan keberanian untuk mengambil tantangan, meski berada di tengah-tengah orang-orang yang lebih berpendidikan. Pengalaman ini membuktikan bahwa prestasi bukan semata-mata soal latar belakang pendidikan, melainkan tentang usaha, keyakinan, dan kerja keras yang kita berikan untuk meraih tujuan.
Melalui lomba pidato tersebut, saya tidak hanya meraih kemenangan, tetapi juga mendapatkan pelajaran hidup yang berharga: bahwa setiap orang memiliki potensi untuk unggul, terlepas dari apa pun latar belakang atau pendidikan yang dimilikinya. Keberhasilan saya adalah bukti bahwa dengan tekad dan persiapan yang matang, siapa pun bisa meraih prestasi gemilang, bahkan di tengah tantangan yang terlihat sangat berat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Jika Sobat Ingin Belajar Hukum Yang Baik dan Benar Rajinlah membaca Blog Hukum dan Ketatanegaraan ini dan Tinggalkanlah Komentar Yang Baik.