Oleh WARSITO, SH.,
M.Kn.
Dosen
Fakultas Hukum Universitas Jayabaya, Jakarta
Dosen Fakultas Hukum Universitas
Satyagama, Jakarta
Alumni Magister Kenotariatan UI
Juara I Test Analis Undang-Undang DPR
RI Tahun 2016
Juara I Lomba Pidato MPR-DPR Tahun 2003
Supremasi hukum (penegakan hukum) di suatu negara ukurannya dapat dilihat dari seberapa besar teori Lawrance Friedman diterapkan, menurut ahli hukum tersebut ada tiga (3) Indikator aspek penegakan
hukum di suatu negara: pertama, Structure law (struktur hukum), artinya, apakah para penyelenggara
negara dari mulai eksekutif, legislatif dan yudikatif sudah taat hukum sebelum memerintahkan
rakyatnya untuk mematuhi HUKUM?. Kedua, subtancy law (substansi hukum), apakah isi
undang-undang tersebut sudah memenuhi syarat pembentukan perundang-undangan yang baik yang didalamnya terdapat asas keadilan, persamaan didepan hukum, persatuan,
dan keterbukaan?. Yang ketiga, culture law (budaya hukum) apakah masyarakatnya
sudah mematuhi hukum?. Jika para
penyelenggara negara saja tidak mematuhi hukum yang berlaku yang nota bene membuat aturan sendiri, jangan diharap masyarakat akan taat dan tunduk
kepada hukum.
HUKUM BUKANLAH SEPERTI RINSO YANG BISA
MENCUCI SENDIRI
Meminjam istilah Prof. Dr.
Satjipto Raharjo (almr) hukum itu bukanlah seperti rinso yang bisa mencuci
sendiri tetapi perlu dimobilisasi atau digerakkan oleh manusia berupa etika
moral, jika etika moralnya baik maka hukum itu akan dapat mencapai tujuan yang
diharapkan.
Sejalan dengan Spencer ahli hukum dari
Amerika Serikat pernah mengatakan bahwa sebelum kita menjadi ahli hukum yang
baik, maka terlebih dahulu jadilah pribadi-pribadi yang memiliki budi pekeri yang luhur. Apa yang disampaikan oleh Spencer ini tepat sekali dalam situasi
negara-bangsa sekarang sedang banyak menyisakan berbagai macam persoalan Kebangsaan
yang harus diselesaikan dengan mengedepankan dialog secara humanis. Kita semua
perlu merenung sejenak ucapan Spencer tersebut sekalipun undang-undang itu
lengkap jika etika moralnya terdegradasi, maka sudah dipastikan hukum itu tidak ada
artinya apa-apa. Sebaliknya, sekalipun UU tidak lengkap pengaturannya, jika
anak-anak bangsa memiliki budi pekerti yang luhur, maka hukum akan dapat berjalan sebagaimana mestinya sesuai tujuan pembentukan hukum untuk menegakkan
kebenaran dan keadilan.
Semua Harus Taat Hukum
Para penegak hukum seperti KPK, Hakim,
Kepolisian, Kejaksaan dan Advokat, semua harus taat hukum menjadi garda terdepan
untuk menjalankan hukum dengan baik, benar dan adil, sebab rakyat pasti akan melihat
contoh penegakan hukum terlebih dahulu dari atasnya. KPK sebagai lembaga yang ditugaskan untuk memberantas korupsi
di negeri ini sudah seharusnya bekerja sesuai yang diperintahkan oleh UU dalam melakukan
penindakan korupsi tidak boleh tebang pilih, harus ada perlakuan yang sama dihadapan hukum.Siapa pun
yang terbukti terlibat korupsi, KPK harus berani untuk memprosenya tanpa
memandang siapa dia, itu baru kita berhukum dengan cara yang baik dan benar sesuai
kontruksi UUD 1945 bahwa negara Indonesia adalah negara hukum.
DUNIA GEGER ANAK PAK LURAH
Satu demi satu berita ramai persoalan
tentang hukum belum terselesaikan, kini berganti lagi dihebohkan
berita dahsyat dari Majalah Tempo dengan menurunkan sebuah artikel yang
berpotensi menaikkan suhu politik. Artikel berjudul “Otak-Atik Paket Bansos
dan Jatah untuk Pejabat Negara” itu diduga menyinggung peranan putra
Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka, dalam proyek bantuan sosial
Covid-19 yang telah “memakan” korban politisi PDI Perjuangan Juliari Batubara.
Untuk pengadaan goodie bag diserahkan ke Sritex atas rekomendasi dari
Gibran. Itu jatah anak Pak Lurah, kata sumber Tempo di Kemensos, kata Andi
Arief menceritakan kembali isi laporan itu. https://politik.rmol.id/read/2020/12/20/466714/pengadaan-goodie-bag-bansos-disebut-atas-rekomendasi-anak-pak-lurah-andi-arief-benarkah-itu-gibran.
BANTAHAN GIBRAN
Gibran pun tak tinggal diam. Ia
membantah keterlibatannya dalam penunjukan PT Sritex sebagai vendor penyedia
tas kain untuk menyalurkan Bansos. “Tidak pernah seperti itu, itu berita yang
tidak benar,” kata Gibran yang ditemui seusai memberikan bantuan gizi di Banyuagung,
Kadipiro, Solo, Senin (21/12/2020). (https://nasional.kompas.com/read/2020/12/23/05270081/bantahan-gibran-soal-kabar-terlibat-penunjukan-vendor-tas-kain-bansos?page=all)
Indonesia
Negara Hukum
Masalah “anak pak Lurah”, Negara
Indonesia ini adalah negara hukum Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 didepan hukum segala
warga negara bersamaan kedudukannya wajib
menjunjung tinggi hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya (equality
before of the law). Sebagai orang yang belajar hukum dan orang yang
beragama, menurut saya persoalan anak pak lurah ini harus ditangani
dan dibuktikan secara hukum oleh aparat penegak hukum apakah terlibat atau
tidak anak pak lurah tersebut mengenai skandal korupsi Bansos. Hukum harus bekerja sesuai dengan fungsinya untuk
mencari kebenaran dan keadilan agar masyarakat percaya bahwa negara
Indonesia ini benar-benar negara hukum. Jika “anak pak lurah” memang terbukti
bersalah, harus diproses sesuai hukum yang berlaku tak peduli anak siapa dia,
dihadapan hukum kita semua sama. Namun, jika ternyata anak pak lurah tidak
terbukti terlibat Bansos, namanya harus direhabilitasi, dan Majalah Tempo harus segera
meminta maaf, oleh karena itu kita jangan menghakimi ikut-ikutan menyalahkan,
sebelum ada putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap,
disamping fitnah dan dosa besar secara etika wawasan kebangsaan juga tidak
baik. Oleh karena itu, sebelum ada proses hukum saya tidak mau berprasangka
negatif terlebih dahulu, Gibran telah memberikan hak bantahannya begitu juga
pihak Sritek telah menyampaikan keterangannya, bahwa order tas Bansos itu tidak
ada rekomendasi dari siapa pun. Sekarang tinggal menunggu kerja KPK untuk
membuktikan aliran dana Bansos itu mengalir kemana saja. Dan KPK sebagai
lembaga independent jangan gentar untuk mengusut semua yang terlibat kasus
Bansos, yang benar katakan benar yang salah katakan salah. Begitulah dalam
hukum positip dan ajaran agama yang saya ketahui, bahwa kita tidak boleh
su‘udzon (berprasangka buruk) terlebih dahulu.
Perintah Untuk Berbuat Adil dan Berbuat
Kebajikan
"Sesungguhnya Allah menyuruh
(kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan
Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran, dan permusuhan. Dia memberi
pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran. (QS. An-Nahl:90).
Di lain ayat tentang perintah
menegakkan Kebenaran dan Berlaku Adil Allah SWT berfirman:
"Hai orang-orang yang beriman
hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena
Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu
terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku
adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada
Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan." (QS.
Al-Maidah: 8)
Agama Islam mengajarkan untuk menegakkan keadilan, Rasulullah SAW
sendiri pernah mengatakan sekalipun Fatimah Binti Muhammad anaknya sendiri yang
mencuri akan dipotong tangannya.
Majalah tempo, yang meliput jurnalistik
dalam menyiarkan berita tentu tidak sembarangan, bebas tetapi bebas yang bertanggungjawab
bekerjanya pers dilindungi oleh undang-undang No. 40 tahun 1999 tentang Pers
yang bersifat lex spesialis dan memegang teguh kode etik jurnalistik. Fungsi Pers
antara lain sebagai Kontrol sosial tidak boleh mencampuradukkan antara opini
dengan fakta. Pers diharapkan benar-benar bisa menjalankan fungsinya, liputan
jurnalistik Majalah Tempo bisa saja salah bisa juga benar adanya, tugas KPK-lah
untuk menjawabnya. Sekarang tinggal KPK yang diuji ketajiannya untuk
membuktikan benar atau tidaknya anak pak
Lurah yang diduga terlibat BANSOS tersebut, caranya dengan memanggil pihak-pihak yang
disebutkan oleh majalah tempo untuk dilakukan penyelidikan, jika ternyata “anak
pak lurah” terlibat Bansos, maka wajib hukumnya untuk diproses sesuai
hukum yang berlaku. Tetapi jika ternyata tidak ditemukan anak pak lurah
terlibat BANSOS, maka nama baiknya harus segera direhabilitasi dan Majalah Tempo
wajib hukumnya meminta maaf. Untuk sementara, jika belum ada
penyelidikan dan penyidikan oleh KPK dan belum memiliki putusan hakim yang
telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap, lebih baik kita semua jangan menghakimi orang bersalah terlebih dulu, masih ada praduga tak bersalah (Presumtion of Innocense) kita semua perlu menunggu kerja KPK untuk menentukannya.