Oleh Warsito, SH., M.Kn.
Dosen Fakultas Hukum Universitas Jayabaya, Jakarta
Dosen Fakultas Hukum Universitas Satyagama, Jakarta
Alumni Magister Kenotariatan UI
Juara I Test Analis Undang-Undang DPR RI Tahun 2016
Juara I Lomba Pidato MPR-DPR Tahun 2003
Bahasa orang awam dengan bahasa hukum pengertian perjanjian dengan kontrak adalah berbeda. Jika perjanjian sifatnya bisa tertulis bisa juga lisan, sedangkan kontrak bentuknya pasti tertulis. Baik perjanjian maupun kontrak kedua-duanya sama-sama perikatan disebutkan pasal 1313 KUHPerdata, kontrak adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.
Pasal 1338 KUHPerdata menyatakan semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya, ketentuan tersebut dikenal sebagai asas kebebasan berkontrak. Perhatikan pasal tersebut pada kata-kata "semua persetujuan" dapat ditafsirkan secara luas sekalipun perjanjian sifatnya hanya lisan dapat dikategorikan sebagai perjanjian yang mengikat sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Hanya saja jika sewaktu-waktu terjadi sengketa di pengadilan perjanjian lisan tersebut amat sangat lemah pembuktiannya. Kuat atau lemahnya pembuktian dalam perjanjian bukan ditandai pembubuhan tanda tangan diatas materai, bukan pula karena komplit pasal-perpasalnya, akan tetapi tergantung itikad baik dari para pihak untuk melaksanakan isi perjanjian tersebut dengan sungguh-sungguh dan penuh rasa tanggungjawab. Apabila para pihak memiliki itikad baik untuk melaksanakan isi perjanjian, sekali pun ada kelemahan atau kekurangan didalam isi perjanjian, masih dapat dikomunikasikan untuk dimusyawarahkan bersama. Begitu sebaliknya, meski isi perjanjian sudah sangat baik dan komprehensif, jika para pihak tidak memiliki itikad baik untuk melaksanakannya maka sudah dapat dipastikan akan rentan terjadi konflik dikemudian hari.
Perjanjian Menurut Hukum Islam.
Baik menurut hukum perdata maupun menurut hukum islam perjanjian itu tidak mesti harus tertulis, menurut hukum islam bentuk ucapan lisan pun dapat digolongkan suatu perjanjian, bagi orang-orang yang bertaqwa kepada Allah SWT akan takut untuk mengingkari isi perjanjian yang telah dibuatnya, karena ketika kita membuat perjanjian sesungguhnya Allah SWT yang menyaksikan. Berjanji itu harus ditepati dan melanggar janji berarti berdosa. Bukan sekedar berdosa kepada orang yang kita janjikan tetapi juga kepada Allah SWT. Dasar wajib kita menepati janji sebagaimana Firman Allah SWT:
Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpah itu, sesudah meneguhkannya, sedang kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu . Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu perbuat. (QS. An-Nahl: 91). Dan janganlah kamu jadikan sumpah-sumpahmu sebagai alat penipu di antaramu, yang menyebabkan tergelincir kaki sesudah kokoh tegaknya, dan kamu rasakan kemelaratan karena kamu menghalangi dari jalan Allah; dan bagimu azab yang besar. (An-Nahl : 94).
Batasan membuat Perjanjian
Kebebasan berkontrak artinya kita semua bebas membuat suatu perjanjian yang akan mengikat sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Tetapi kebebasan berkontrak itu dibatasi oleh rambu-rambu pasal 1339 KUHPerdata: Kepatutan, kebiasaan dan undang-undang. Artinya perjanjian yang kita buat tidak boleh melanggar undang-undang dan harus sebab yang halal. Kalau melanggar sebab yang halal maka perjanjian tersebut batal demi hukum.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Jika Sobat Ingin Belajar Hukum Yang Baik dan Benar Rajinlah membaca Blog Hukum dan Ketatanegaraan ini dan Tinggalkanlah Komentar Yang Baik.