Senin, 02 Desember 2024

Pembagian Waris Menurut Hukum Islam

 

Pembagian waris dalam hukum Islam diatur dengan sangat rinci di dalam Al-Qur'an, Hadits, Kompilasi Hukum Islam dan ijtihad para ulama. Hal ini bertujuan untuk menjaga hak-hak individu yang berhubungan dengan pewarisan serta memastikan keadilan bagi seluruh ahli waris. Waris adalah harta yang ditinggalkan oleh seseorang setelah ia meninggal dunia, dan hak atas harta tersebut diberikan kepada orang-orang yang memiliki hubungan darah atau ikatan keluarga yang sah menurut hukum Islam misalnya tali perkawinan hal ini disebut ahli waris.


1. Dasar Pembagian Waris dalam Islam

Hukum pembagian waris dalam Islam sebelum turun  Al-Qur'an, surah An-Nisa ayat 7-14 dan 176 didahului dengan peristiwa Sa’ad bin Arrabi’ meninggal dunia di medan pertempuran mati syahid dengan meninggalkan seorang istri bernama Umi Habibah dan kedua orang anak perempuan. Harta Sa’ad bin Arrabi dikuasai oleh saudaranya semua alias dikuasai paman dari anak-anak Sa’ad bin Arrabi’. Pada zaman jahiliah anak-anak perempuan tidak dapat mewaris dengan alasan karena tidak dapat memanggul senjata. Janda Sa’ad bin Arrabi’ kemudian mengadukan perihal ini kepada Rasulullah SAW itu, kemudian Nabi Muhammad mengutus utusan untuk menemui pamannya dan memerintahkan untuk memberikan 1/8 kepada istrinya (Umi Habibah) dan 2/3 kepada kedua anak Perempuan sisanya olehmu paman, maka jika dihitung dari sisa disini paman masih mendapatkan bagian 5/24. Dalam rangka menjaga kekosongan hukum ini (recht vacuum) menurut saya Rasul  Muhammad SAW manusia yang sangat bijaksana dengan masih memberikan bagian kepada pamannya mengingat transisi ada kekosongan hukum, dapat dibayangkan bagaimana jika pada waktu itu pamannya tidak diberikan maka akan terjadi konflik besar dalam pembagian warisan. Dengan memberikan kebijakan itu Rasul Muhammad SAW sambil menunggu wahyu Allah SWT tentang pembagian warus. Pembagian waris selain diatur di dalam al-qur’an juga dapat dijumpai di dalam hadits Nabi Muhammad SAW yang memberikan penjelasan lebih lanjut tentang bagaimana warisan harus dibagi di kalangan ahli waris secara benar dan adil. Prinsip dasar dalam pembagian warisan adalah setiap ahli waris mendapat bagian sesuai dengan kedudukannya dalam keluarga, asas keadilan sesuai dengan porsinya masing-masing. Adil tidak berarti harus sama, tetapi adil secara proporsional siapa yang memikul tanggung jawab yang lebih besar  maka dialah yang mendapat bagian lebih banyak.


2. Jenis-Jenis Ahli Waris


Ahli waris dalam Islam terbagi menjadi dua kategori utama, yaitu ahli waris yang mendapat bagian tetap (ashab al-furud) dan ahli waris yang mendapatkan bagian tidak tetap (‘asabah). Berikut penjelasan lebih rinci tentang keduanya:


a. Ashab al-Furud (Ahli Waris dengan Bagian Tetap)

Ahli waris yang termasuk dalam kategori ini adalah mereka yang sudah ditentukan porsinya dalam Al-Qur'an atau bagian yang telah disebut dengan jelas oleh al-qur’an. Beberapa di antaranya adalah:
•    Istri: Mendapatkan 1/4 bagian jika suami tidak memiliki keturunan, dan 1/8 bagian jika suami memiliki keturunan.

•    Suami: Mendapatkan 1/2 bagian jika istri tidak memiliki keturunan, dan 1/4 bagian jika istri memiliki keturunan.
•    Anak perempuan: Jika tidak ada anak laki-laki, maka anak perempuan mendapatkan 1/2 bagian dari harta warisan.
•    Anak laki-laki: Anak laki-laki menerima dua kali lipat dari bagian yang diterima oleh anak perempuan.
•    Ibu: Menerima 1/6 bagian jika ada keturunan (anak) yang masih hidup, dan 1/3 bagian jika tidak ada keturunan atau saudara laki-laki.
•    Ayah: Mendapatkan 1/6 bagian jika ada keturunan, dan sisanya jika tidak ada keturunan.
•    Saudara perempuan: Jika hanya ada saudara perempuan, mereka berhak mendapatkan 1/2 bagian jika hanya satu, atau 2/3 bagian jika ada 2 lebih saudara perempuan.


b. ‘Asabah (Ahli Waris dengan Bagian Tidak Tetap)

Ahli waris yang tergolong dalam kategori ini tidak memiliki bagian yang sudah ditentukan. Bagian mereka akan dihitung berdasarkan sisa harta yang ada setelah bagian ahli waris dengan hak tetap dibagikan. Ahli waris ‘asabah antara lain:


•    Anak laki-laki: Menerima bagian yang lebih besar dibandingkan anak perempuan.
•    Saudara laki-laki: Jika tidak ada anak, suami, atau ayah, saudara laki-laki akan menerima sisa harta warisan setelah ahli waris dengan hak tetap dibagi.


3. Pembagian Waris Berdasarkan Hubungan Keluarga

Penting untuk memahami bahwa pembagian waris tidak hanya berdasarkan jenis kelamin, tetapi juga berdasarkan hubungan keluarga. Berikut adalah urutan prioritas ahli waris dalam hukum Islam:


1.    Anak (baik laki-laki maupun perempuan)
2.    Istri atau Suami
3.    Orang Tua (Ayah dan Ibu)
4.    Saudara kandung (laki-laki dan perempuan)
5.    Kerabat lainnya (paman, bibi, dll.)


Dalam keadaan tertentu, kerabat yang lebih jauh dalam garis keluarga bisa mendapatkan hak waris jika tidak ada ahli waris utama.


4. Contoh Pembagian Waris


Misalnya, seorang pria meninggal dan meninggalkan seorang istri, dua anak laki-laki, dan satu anak perempuan. Pembagian warisnya adalah sebagai berikut:
•    Istri: Menerima 1/8 bagian dari total harta.
•    Anak Laki-Laki: Menerima dua kali lipat dari bagian anak perempuan. Jadi, jika bagian anak perempuan adalah 1, maka anak laki-laki akan menerima 2 bagian.
•    Anak Perempuan: Menerima 1 bagian.
Setelah pembagian untuk istri, anak laki-laki dan perempuan akan mendapatkan sisa harta berdasarkan perbandingan 2:1, dengan anak laki-laki menerima dua kali lebih banyak daripada anak perempuan.


5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembagian Waris


Selain hubungan darah, beberapa faktor juga dapat mempengaruhi pembagian waris, di antaranya:


•    Wasiyat (Wasiat): Seorang Muslim dapat meninggalkan wasiat berupa pembagian harta untuk pihak yang tidak berhak mendapat warisan. Namun, bagian ini tidak boleh lebih dari sepertiga dari total harta warisan.
•    Pembagian berdasarkan kondisi: Jika terdapat faktor-faktor tertentu seperti kewajiban finansial atau utang-utang yang harus dibayar oleh pewaris, hal ini akan mempengaruhi pembagian warisan.
•    Faraid (Ilmu Waris): Ilmu yang mempelajari pembagian harta warisan dalam Islam. Faraid memiliki aturan yang sangat rinci yang memastikan keadilan bagi semua ahli waris.
 

6. Kesimpulan


Pembagian waris menurut hukum Islam sangat jelas dan terperinci, dengan tujuan untuk menjaga kesejahteraan dan keadilan bagi semua anggota keluarga. Al-Qur'an memberikan aturan dasar yang harus diikuti, dengan penjelasan lebih lanjut yang diperoleh melalui Hadits Nabi Muhammad SAW dan ijtihad para ulama. Hukum waris ini bukan hanya soal pembagian harta, tetapi juga bagian dari upaya menjaga hak-hak individu dalam keluarga serta menghindari ketidakadilan.
Penting bagi setiap Muslim untuk memahami dan mengikuti prinsip-prinsip ini untuk memastikan pembagian warisan yang adil dan sesuai dengan ketentuan syariat islam.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jika Sobat Ingin Belajar Hukum Yang Baik dan Benar Rajinlah membaca Blog Hukum dan Ketatanegaraan ini dan Tinggalkanlah Komentar Yang Baik.

HUKUM, KETATANEGARAAN DAN KONSTITUSI

Pemilu dan Keterlibatan Masyarakat dalam Hukum Ketatanegaraan Indonesia

  Pemilu dan Keterlibatan Masyarakat dalam Hukum Ketatanegaraan Indonesia Pemilihan Umum (Pemilu) adalah salah satu elemen penting dalam sis...

Pak Jokowi, Kami Dosen Belum Menerima Tunjangan Covid-19