Di Indonesia hukum yang berlaku ada tiga, pertama, hukum positif ialah hukum yang berlaku saat ini dapat disebut juga ius constitutum sebagaimana dimaksud tata urutan peraturan perundang-undangan melalui undang-undang Nomor 12 Tahun 2011
tentang pembentukan peraturan perundang-undangan (UU.P3). Di mana didalam pasal 7 undang-undang tersebut dinyatakan bahwa hierarki atau
penjenjangan tata urutan peraturan perundang-undangan: 1. undang-undang
Dasar 1945: 2. Ketetapan
MPR: 3. undang-undang/perppu: 4. PP: 5 Perpres. 6.
Perda. Inilah yang disebut dengan tata urutan
peraturan perundang-undangan yang berlaku di negara kita. Dimana
peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dengan kata lain peraturan
perundang-undangan yang yang lebih tinggi tidak boleh ditabrak oleh peraturan yang lebih rendah oleh karena itu keberadaan lembaga
negara yang bernama Mahkamah Konstitusi memiliki kewenangan antara lain untuk
memutuskan uji materi undang-undang
terhadap undang-undang Dasar 1945 jika ada muatan atau materi undang-undang bertentangan dengan
undang-undang Dasar 1945 maka Lembaga negara yang berwenang melakukan pengujian
adalah Mahkamah Konstitusi. Tetapi jika ada peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang
melanggar undang-undang maka yang berwenang memutuskan uji materi atau judicial
review adalah Mahkamah Agung Republik Indonesia.
TAP MPR Lembaga Negara Mana Yang Akan
Menguji?.
Yang
menjadi pertanyaan besar ketika tata urutan peraturan perundang-undangan berbentuk
TAP MPR melanggar undang-undang Dasar 1945 Lembaga Negara manakah yang
berwenang memutuskan uji materi?. Ini adalah persoalan besar bangsa PR yang harus kita sikapi bersama untuk mencari jalan keluar agar di kemudian hari dapat solusi yang terbaik sekaligus mengantisipasi jika sewaktu-waktu terjadi permasalahan
ketatanegaraan mengenai ketetapan MPR bertentangan dengan undang-undang Dasar 1945. Jika tidak
dicarikan solusi yang baik maka dikhawatirkan akan terjadi deadlock jalan buntu
saling berebut kelembagaan negara mengklaim dirinya berwenang untuk memutuskan uji
materi TAP MPR terhadap undang-undang Dasar 1945. Di dalam
undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang pembentukan peraturan
perundang-undangan TAP MPR ketika itu tidak masuk di dalam hierarki Tata urutan peraturan perundang-undangan yang ada di Indonesia.
Status Hukum dan Kedudukan TAP MPT
Setelah
undang-undang Dasar 1945 dilakukan perubahan oleh MPR sejak 1999
sampai dengan 2002 di dalam aturan tambahan tersebut dinyatakan MPR ditugasi
untuk melakukan peninjauan terhadap materi dan status hukum Ketetapan MPRS dan
MPR tahun 1960 sampai dengan 2002 untuk diambil putusan Dalam sidang tahunan
MPR tahun 2003. Atas dasar itulah TAP MPR sekarang menjadi
bagian dari hukum positif di Indonesia yang menarik untuk dikaji adalah bahwa TAP
MPR yang menetapkan MPR begitu juga undang-undang Dasar 1945 yang
menetapkan MPR tetapi tidak ada aturan yang jelas lembaga negara
mana yang
berwenang memutuskan uji materi jika TAP MPR tersebut bertentangan dengan
undang-undang Dasar 1945. Bahwa
untuk memahami
hukum itu tidak hanya tertulis saja hukum yang
berlaku di negara kita ada tiga yaitu hukum positif, hukum
Islam, dan
hukum Adat. Hukum Adat berlaku sepanjang keberadaannya masih
ada dan tidak bertentangan dengan norma-norma yang ada keberadaannya
diakui oleh konstitusi melalui pasal 18B
undang-undang Dasar 1945. Untuk
belajar hukum yang baik tidak cuma belajar secara teks
redaksional
dalam undang-undang, tidak boleh memakai kaca mata
kuda tetapi juga memperhatikan hukum
yang tidak tertulis seperti hukum adat sebagai kearifan lokal. Bahwa
hukum itu sebagaimana disampaikan oleh almr. Profesor
Satjipto
Rahardjo
hukum itu bukanlah seperti Rinso yang bisa mencuci sendiri tetapi harus
dimobilisasi atau digerakkan oleh kita semua agar tujuan hukum itu
dapat tersampaikan dengan baik. Hukum
tanpa dimobilisasi oleh kita dengan etika
moral
dan akhlaq yang baik, maka
hukum itu tidak memiliki makna apa-apa
sekalipun hukum itu baik dan lengkap. Sebaliknya, meski
hukum itu tidak sempurna keberadaannya tetapi jika para
penyelenggara negara dan masyarakatnya semua tunduk dan taat pada hukum
maka hukum itu akan berjalan dengan baik sesuai dengan yang dikehendaki oleh
pembuat undang-undang. Jadi di sini diutamakan moralitas penyelenggara
negara dan seluruh kita anak bangsa untuk taat kepada hukum jika moralnya
baik, maka hukumnya menjadi baik, sebaliknya sekalipun hukumnya baik jika
ke tangan orang-orang yang tidak memiliki
etika yang baik maka akan menjadi
malapetaka belaka. Saya teringat sekali dengan pesan pakar hukum
dari Amerika Serikat Spencer yang menyatakan bahwa jika ingin jadi ahli hukum
yang baik maka jadilah pribadi-pribadi
yang memiliki budi pekerti yang luhur, dalam artian sebelum saudara-saudara
belajar hukum dengan baik maka saudara harus terlebih dahulu memiliki
akhlak dan
budi
pekerti yang luhur. Ini luar biasa pesan moral yang disampaikan oleh
spencer intinya hukum itu
tidak memiliki makna apa-apa jika ke
tangan orang-orang yang tidak memiliki moral yang baik pasti akan
selalu bikin
gaduh apalagi
jika
hukumnya
memang multitafsir atau memang kurang lengkap terkadang yang sudah jelas saja
masih sering terjadi keributan inilah pentingnya kita semua berhukum dengan
cara yang baik dengan memiliki moral etika dan memegang teguh hukum
adat. Sumber
dari segala sumber hukum negara yaitu Pancasila,
Pancasila selain sebagai dasar negara juga sebagai pandangan
hidup bangsa, dan sebagai
pemersatu bangsa. Landasan konstitusional negara
adalah
UUD 1945
Jadi kalau ditanya apa peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi yaitu
undang-undang Dasar 1945 yang menempati tata urutan peraturan
perundang-undangan teratas di negara kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Jika Sobat Ingin Belajar Hukum Yang Baik dan Benar Rajinlah membaca Blog Hukum dan Ketatanegaraan ini dan Tinggalkanlah Komentar Yang Baik.